6. Dimensi Antah Berantah

68 9 5
                                    

   Albert Einstein, sebagai founding fathernya teori relativitas yang fenomenal di seantero dunia itu pernah mengatakan dalam sebuah kesempatan berharga, bahwa hipotesis kemungkinan berhasil dan terwujudnya mesin waktu itu mungkin saja bisa.

   Ia bisa menerobos ke masa depan, atau terhempas ke masa lalu, atau terapung dalam dimensi antah berantah, itu mungkin saja terjadi.

   Einstein yang berkata seperti itu.

   Walaupun beberapa penampakan -yang bagi sebagian orang- yang makin menguatkan hipotesis itu, namun akan sangat janggal dan mengherankan jika memang benar ada dan berfungsi sebagaimana diinginkan.

   Tentu. Kebingungan itu ialah, kapan alam semesta ini akan berakhir?

   Hidup ini ubahnya macam film di bioskop yang tak tersedia tombol rewind, yang ada hanyalah alur film yang bergerak forward menuju akhir cerita.

   Dan manusia itu menjadi bintang utama dalam filmnya masing-masing. Hanya tinggal bagaimana epilog dari ceritanya. Ah, itu tergantung akting mereka. Baik atau tidak.

   Einstein tak sepenuhnya salah. Ia berasumsi terhadap apa yang terngiang-ngiang dalam otak "gila"nya. Orang cerdas yang gila, jika boleh disebut.

                              °°°

   Mas Inyong termenung di beranda mushala Nurul Amal. Ditemani dengan secangkir wedang jahe yang hangat, Mas Inyong dirasuki kenangan pahitnya dengan Pak Yanto.

   Kala itu, pada saat ketika toko-toko mulai mengangkat kekangnya, membuka peluang penghidupan, menyapa matahari yang tengah tersenyum karena bangun tidur. Toko Ikan Cantik, Kios Barang Abal, PST (Penyedia Sayuran Terpadu), Awug Mbah Jangkung, Toko Besi Kuat Perkasa, mulai membuka belenggu yang mengikat dan menutup toko mereka selama semalam suntuk untuk beroperasi kembali seperti biasa.
   Kios Barang Abal sebetulnya punya rencana untuk tegak dan melek selama 24 jam tanpa henti. Selalu buka. Tetapi kondisi Mas Ata selaku pendiri Kios Barang Abal ini hanya bertahan 2 x 24 jam. Matanya telah melahirkan kantung mata. Hitam pula. Padam. Kuyu.

   Kios Barang Abal itu ia dirikan dengan dedikasinya sebagai rakyat yang peduli akan lingkungan. Begitu katanya. Awal sebelum bangunan itu ada, Mas Ata bekerja sendirian. Berkeliling kampung mengitari seantero Wanareja untuk mengais barang yang terlupa dan terbuang, untuk kemudian sebagian ada yang ia olah sendiri, ada juga yang akan ia serahkan kepada otoriter yang lebih mapan dengan cara menjualnya.

   Setelah perusahaannya itu berkembang, Mas Ata mulai merasa berat bekerja mengayuh sepeda sendiri seharian penuh dengan keranjang yang ia sakukan di sepedanya, kiri dan kanan, ia tak ingin ambil resiko. Ia rekrut seorang pemuda yang menanam prinsip "mumpung muda, kalau sudah tua encok".

   Sang Muadzin Mushala Nurul Amal, murid dari Ustadz Agus, Mas Inyong yang akan ia boyong untuk duduk bersama di perusahaannya. Mas Inyong sempat ditawari.

   "Nyong... kamu tuh kan masih kuat, tak seperti aku. Persendianku sudah banyak yang layu. Bisa-bisa patah punggungku kalau seharian kerja. Kerja lembur bagai kuda." Mas Ata memberitahu perihal keluh kesahnya selama masa perkembangan perusahaannya kepada Mas Inyong.

   "Aku mengerti Mas. Kapan aku mulai bekerja? Esok?" Mas Inyong sangat antusias dengan memegangi kedua pundak Mas Ata sebegitu eratnya. Mata yang menonjolkan harapan agung.

Pecandu SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang