"Dia siapa rin?"
"Bang Yastha udah pulang?" Tanya Arin.
"Aku tanya dia siapa rin." Kata Yastha.
"Kenalin gue Aga. Gue temennya Arin." Kata Aga sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Yastha. Namun karena tak ada tanda kalau Yastha akan menerima uluran tangannya dan bersalaman dengan Aga, lelaki itu pun menarik tangannya kembali.
"Gue Yastha. Gue kakaknya Arin. Kenapa lo bisa nganterin Arin pulang?" Tanya Yastha.
"Kaki Arin luka dan nggak ada yg jemput Arin. Jdi gue nganterin Arin pulang." Aga terlihat bersikap biasa walaupun sebenarnya ia gugup karena baru kali ini ia bertemu dengan keluarga teman perempuannya. Terlebih lgi Aga baru saja kenal dengan Arin. Sedangkan Arin kini tengah menahan sakit di kaki kanannya.
"Bener kata dia, rin?" Tanya Yastha pada Arin. Arin pun mengangguk mendengar pertanyaan Yastha.
"Gue pamit pulang kak. Rin, gue pulang." Kata Aga.
"Iya. Hati-hati di jalan. Sekali lgi makasih ya Ga." Jawab Arin. Sedangkan Yastha hanya diam saja dan memandang datar Aga. Setelah Aga pulang, tiba tiba Yastha menggendong Arin.
"Bang!" Pekik Arin yg terkejut karena di gendong oleh Yastha secara tiba tiba.
"Hm?"
"Kenapa gendong Arin tiba tiba kyak gini? Arin kaget tau!"
"Kalo sakit bilang, jangan di tahan. Liat tuh kaki kamu makin bengkak. Kenapa tdi nggak nelfon abang aja buat jemput kamu?" Kata Yastha sambil menurunkan Arin di kursi ruang tengah. Yastha tak marah pada Arin, Yastha hanya khawatir dengan Arin.
"Arin kira bang Yastha masih ada kelompok di rumah temen." Ucap Arin sambil menunduk.
"Lain kali kalo ada apa apa telfon abang aja. Ngerti?"
Setelah melihat Arin mengangguk, Yastha melepas sepatu dan kaos kaki Arin. Yastha menaruh sepatu dan kaos kaki Arin di bawah meja. Yastha pergi ke dapur untuk mengambil handuk kecil yg tipis dan es batu. Yastha membungkus es batu dengan handuk kecil yg tipis, dan kemudian menempelkannya pada pergelangan kaki kanan Arin yg keseleo.
Sejak dulu Yastha yg selalu mengurus Arin saat Ayah mereka sedang sibuk berkerja atau bahkan keluar kota untuk kepentingan bisnis perusahaan. Bagi Arin, Yastha adalah orang yg menggantikan peran Ayah dan Bunda untuk Arin. Yastha bisa melakukan semua hal itu, padahal ia masih kelas 12 SMA, sedangkan Arin kelas 11 SMA.
Setelah selesei mengompres, Yastha menaruh handuk kecil dan sisa es batu di dapur. Yastha pun kembali ke ruang tengah dengan membawa perban. Yastha memang mengambil perban terlebih dulu sebelum ke ruang tengah. Yastha membalut pergelangan kaki Arin yg keseleo dengan perban. Saat telah selesei, Yastha menggendong Arin menuju kamar Arin. Sampai di kamar, Yastha menidurkan Arin di kasur dan menaruh bantal di bawah kaki Arin yg telah di balut perban.
"Kamu istirahat ya. Abang mau masak dulu buat kamu." Ucap Yastha.
"Arin nggak laper, bang. Arin mau tidur aja. Bang Yastha jangan lupa makan ya."
"Hm, iya deh. Abang tinggal ya?" Arin tersenyum manis sambil menganggukan kepalanya. Yastha yg melihat itu pun mengacak pelan rambut Arin sambil tertawa pelan.
"Ih! Rambut Arin kog di acak acak sih?! Kan jdi berantakan." Kata Arin sambil memanyunkan bibirnya. Yastha pun tertawa melihat Arin, karena menurut Yastha, Arin terlihat begitu menggemaskan di matanya.
"Ntar jga bakal makin berantakan pas kamu tidur."
"Ish! Keluar sana! Arin mau tidur."
Arin memakai selimutnya dan berpura pura tidur dengan memejamkan matanya. Yastha hanya tersenyum tipis dan membenarkan selimut yg di pakai Arin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arin
Teen FictionRigel Katharine Dangelo, seorang gadis yg sangat penasaran dengan lelaki yg selalu meninggalkan kotak bekal dan note di dalam lokernya. Ia ingin tau apa penyebabnya lelaki itu melakukan hal tersebut. Jika lelaki itu suka padanya, kenapa tidak menga...