Gadis yg memakai seragam SMP itu tersenyum lebar melihat orang yg berada di depan gerbang sekolahnya. Gadis itu berlari menghampiri orang itu dan memeluknya. Orang yg dipeluk hanya tersenyum sambil mengelus rambut putri bungsunya itu.
"Bunda nggak jdi ke rumah nenek ya? Makanya sekarang Bunda jemput Arin disekolah?"
Arin melepaskan pelukannya dan menatap bundanya penuh tanya. Bundanya kemarin mengatakan kalau bundanya akan pergi ke rumah neneknya selama beberapa hari. Namun entah kenapa bundanya kini malah menjemputnya.
"Nggak tau kenapa tpi Bunda pengen banget ketemu Arin sebelum pergi, jdi Bunda mau jemput Arin dulu sebelum pergi." Arin hanya menganggukkan kepalanya.
"Arin pasti laper kan? Kita makan yuk! Kata temen Bunda di deket sini ada restoran yg baru dibuka. Arin mau makan disana?"
"Mau!!" Arin menjawab dengan begitu antusias.
Mereka menyebrang jalan tanpa menoleh kanan kiri, karena memang sekolah Arin terletak di samping perempatan dan kini lampu lalu lintas menunjukkan warna merah jdi mereka bisa langsung menyebrang tanpa menunggu jalanan sepi. Saat sadar kalau tiba tiba orang orang pergi menghindar dari jalan, Kirana terkejut melihat ada mobil melaju kencang ke arahnya dan Arin.
BRAKK!!!
Arin yg didorong Kirana ke pinggir jalan langsung menoleh mendengar suara yg cukup keras itu. Matanya terbelalak melihat bundanya kini tergeletak bersimbah darah. Pikiran Arin mendadak kosong, ia tak bisa berpikir apapun. Yg di lakukannya hanya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berjalan mendekati tubuh bundanya yg mulai kaku.
"Bunda..."
Arin terduduk di jalanan, ia tak peduli tentang dirinya yg kini ada di tengah jalan. Arin memeluk bundanya. Ia menangis, meraung meminta pertolongan. Namun tak ada yg bergerak untuk menolong, orang-orang malah diam menatap iba ibu dan anak itu.
"Bunda... Bunda... Bunda ayo bangun... Bunda tdi cuma jatuh aja kan, Bunda baik-baik aja kan. Tpi kenapa Bunda malah diem aja. Ini... ini darah siapa Bunda? Kenapa ada di mana-mana? Bunda jawab Arin. Bunda... hiks.. hiks..."
"Bunda bangun!! Jangan bikin Arin khawatir... Bunda!!"
"Bunda, Arin janji nggak bakalan jdi anak manja lgi, Arin bakal rajin belajar, nggak jahilin bang Yastha lgi, tpi Bunda harus bangun... bangun Bunda... Bunda... Bunda...Bunda..."
"BUNDA!!"
Arin terduduk, nafasnya terengah engah, keringatnya pun bercucuran. Arin menunduk dan memejamkan matanya. Arin berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Ia tak mau kejadian setahun silam kembali terjadi padanya. Ia tak mau menyusahkan orang lain.
Suara-suara itu kembali terdengar di telinga Arin. Suara-suara yg membisikkan bahwa bundanya masih hidup. Suara itu seolah-olah meyakinkan Arin bahwa itu benar. Arin tau itu hanyalah ilusinya, itu tak nyata. Tpi Arin tak tau bagaimana caranya agar suara-suara itu tak lgi mengganggunya. Arin berusaha agar tetap sadar. Ia tak ingin hilang kendali seperti dulu.
Di sisi lain, Yastha masih belum terlelap. Yastha merasa ada sesuatu yg kurang baik terjadi, namun ia tak tau apa itu. Sejak tdi Yastha hanya berjalan mengelilingi kamarnya. Akhirnya Yastha pun memutuskan untuk pergi ke kamar Arin.
Saat Yastha membuka pintu kamar Arin, ia sedikit terkejut melihatnya. Yastha melihat Arin duduk menunduk sambil mengepalkan tangan dengan erat. Yastha pun menghampiri Arin. Melihat telapak tangan Arin yg berdarah karena terkena kuku Arin yg sedikit panjang. Yastha langsung memegang tangan Arin. Arin tersentak kaget merasakan ada yg memegang tangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/155837446-288-k569573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arin
Teen FictionRigel Katharine Dangelo, seorang gadis yg sangat penasaran dengan lelaki yg selalu meninggalkan kotak bekal dan note di dalam lokernya. Ia ingin tau apa penyebabnya lelaki itu melakukan hal tersebut. Jika lelaki itu suka padanya, kenapa tidak menga...