Liana sedikit terkejut melihat siapa yg datang ke rumahnya. Liana melihat Ken berdiri di depan pintu rumahnya sambil menggandeng Miko, putra bungsu Ken.
"Ayo masuk Kak Ken!" Liana mengajak masuk Ken dan Miko.
Saat baru masuk beberapa langkah, Ken berhenti berjalan. Liana dan Miko pun jga berhenti berjalan, Liana bingung melihat Ken yg tiba tiba berhenti berjalan.
"Arin sama Yastha ada dimana?" Tanya Ken pada Liana.
"Di meja makan." Ken mengangguk mendengar jawaban Liana.
"Miko, kamu temuin Kak Arin sama Kak Yastha di meja makan ya. Papa mau bicara sama tante Liana dulu." Ucap Ken.
"Iya pa." Miko pun segera menghampiri kedua sepupunya itu.
Sedangkan kini hanya tinggal Ken dan Liana. Mereka masih berada di ruang tamu rumah Liana. Ken pun duduk di kursi ruang tamu. Melihat Liana yg diam saja, Ken pun menyuruhnya untuk duduk.
"Kak Micell sama Kevin nggak ikut?" Tanya Liana.
"Micell lgi keluar kota, ada kerjaan di sana. Kalo Kevin lgi di rumah temennya."
"Oh iya, kak Ken mau ngomong apa sama aku?"
"Kamu udah tau keputusan Kak Wira buat nikah lgi?" Liana mengangguk pelan mendengar pertanyaan Ken.
"Kamu mikir itu terlalu cepet nggak sih? Kak Kirana aja baru meninggal 3 tahun yg lalu, dan Kak Wira sekarang mau nikah lgi. Emang gampang ya ngelupain orang yg udah di cintai selama lebih dari 20 tahun cuma dengan waktu 3 tahun. Menurutku itu hal yg nggak mungkin. Apa Kak Wira nggak mikirin perasaannya Arin sama Yastha?" Ken mengungkapkan semua yg kini ada di pikirannya.
"Iya sih. Aku aja nggak habis pikir sama jalan pikirannya Kak Wira. Yg dipikirin sama Kak Wira tuh apaan sih?! Jdi sebel aku sama Kak Wira. Biasanya kalo Arin sama Yastha dateng ke rumah tuh pasti rumah jdi rame. Lah ini? Rumahku malah jdi makin sepi. Jdi kepengen jambak rambut Kak Wira aku tuh!!" Ken meringis melihat Liana mengungkapkan semua kekesalannya.
Liana masih sama saja ternyata, pikir Ken.
"Aku kira kamu punya solusinya Li, ternyata aku ngomong sama kamu tuh nggak ada gunanya ya." Ucap Ken, namun sedikit lirih.
"Kalo nggak ada gunanya kenapa ngomong sama aku ha?! Dasar Ken nyebelin!!" Liana pergi ke meja makan seraya menghentak-hentakkan kakinya.
Ken merasa kesal pada adik perempuannya itu. Ken menghela nafas kasar. Ia pun menyusul Liana ke meja makan. Di meja makan terlihat Arin sedang memangku Miko, sedangkan Yastha dan Liana hanya duduk diam. Ken menghampiri mereka dan duduk disamping Yastha.
"Kak Yastha, main bola sama Miko yuk!" Ucap Miko secara tiba tiba.
Sebenarnya Yastha ingin menolak, namun melihat Miko yg begitu bersemangat membuat Yastha mengurungkan niatnya. Yastha malah melontarkan pertanyaan pada Miko.
"Kenapa nggak sama Kak Arin aja?" Tanya Yastha pada Miko.
"Kak Arin kan cewek, mana bisa main bola." Mendengar perkataan Miko membuat Arin merasa sedikit tersinggung.
"Kata siapa kak Arin nggak bisa main bola?" Arin tersenyum agak lebar mendengar Yastha berbicara.
"Emang Kak Arin bisa main bola? Main bola apa? Sepak bola, basket, atau voli?" Miko menyerngit bingung.
"Bisa, main bola bekel."
Senyum Arin langsung luntur seketika. Sedangkan Miko dan Yastha malah menertawakan Arin yg kini sedang cemberut. Meski merasa sedikit sebal, dalam hati Arin merasa senang melihat Yastha tertawa.
*****
Liana menghampiri Yastha yg kini sedang duduk sendirian di teras rumahnya. Sebenarnya Yastha sadar kalau Liana kini ada di sampingnya, namun Yastha enggan untuk menanyakan maksud Liana menghampirinya.
"Yastha." Yastha hanya diam tanpa menoleh ke arah Liana.
"Tante tau kalau kamu belum bisa nerima keputusan ayah kamu buat nikah lgi. Tpi coba kamu pikir, kenapa ayah kamu ngelakuin hal itu?"
"Karena ayah udah ngelupain bunda?" Jawab Yastha ragu.
"Nggak mungkin ayah kamu udah ngelupain bunda kamu. Ayah kamu itu sangat mencintai bunda kamu, jdi nggak mungkin kalo tiba-tiba ayah kamu ngelupain bunda kamu gitu aja."
"Terus? Kenapa ayah mutusin hal itu?" Lirih Yastha. Yastha menundukkan kepalanya, ingatan saat ayahnya mengatakan kalau akan menikah lgi muncul kembali.
"Jujur tante nggak tau, tpi tante rasa... Ia ingin kamu dan Arin merasakan kasih sayang yg nyata dari sosok seorang ibu. Ia ingin kalian nggak ngerasa kalo kalian udah kehilangan bunda kalian untuk selamanya." Ucap Liana sambil menatap sendu Yastha.
"Jdi ayah pikir kalo bunda nggak pernah ngasih rasa kasih sayang ke aku sama Arin?" Yastha salah paham dengan perkataan Liana.
"Bukan gitu Yastha. Tpi ayah kalian pasti ingin ada seseorang yg selalu ada buat kamu dan Arin saat ayah kalian lgi nggak ada di samping kalian. Kamu tau? Meski ayah kalian itu sedikit menyebalkan dan suka seenaknya sendiri, tpi ayah kalian nggak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan." Liana terdiam sebentar sebelum melanjutkan perkataanya.
"Tante harap kamu pikirin baik-baik soal perkataan tante tdi. Tante percaya kalo apapun keputusan kamu, itu akan jadi yg terbaik untuk kamu." Liana menepuk pelan pundak Yastha sebelum akhirnya meninggalkan Yastha sendiri di teras.
Yastha memikirkan perkataan Liana. Mungkin Liana memang benar, namun mengapa rasanya sulit untuk menerima keputusan ayahnya. Di sisi lain Ken dan Arin kini duduk berhadapan di ruang keluarga. Arin menunduk dalam diam. Ia memikirkan apa yg tdi di katakan Ken.
Arin berfikir mungkin yg dikatakan Ken itu ada benarnya. Selama bertahun-tahun ayah dan bundanya hidup bersama, ayahnya pasti merasa kesepian saat bundanya pergi untuk selamanya. Arin ingin ayahnya mendapat kebahagiaan walau kebahagiaan itu didapat dari pernikahan kedua.
Namun hati Arin merasa tak rela dengan keputusan ayahnya. Akan ada yg menggantikan posisi bundanya di rumah, ia tak mau hal itu terjadi. Tpi tak bisa di pungkiri jga bahwa Arin benar-benar kehilangan sosok bundanya. Orang yg sangat ia sayangi. Orang yg selalu menemaninya. Orang yg.... ah memikirkannya saja membuat Arin ingin menangis. Ia kembali menyalahkan dirinya sendiri.
Di saat kecelakaan itu terjadi Arin malah terdiam bagaikan orang bodoh yg tak tau harus berbuat apa. Ia hanya bisa menangisi tubuh bundanya yg terbujur lemah dan berdarah darah. Andai saja ia dapat memutar waktu, Arin tak akan membiarkan bundanya meninggal di depan matanya sendiri. Namun itu hanyalah angan-angannya saja, itu semua tak akan pernah terjadi."Jdi gimana Arin?" Pertanyaan Ken membuat Arin tersadar dari lamunannya.
"Aku... nggak tau." Ken menatap sendu Arin. Ken tau ini pasti bukanlah yg mudah untuk Arin. Ia masih terlalu muda untuk berhadapan dengan masalah seperti ini.
"Kamu pikirin dulu aja. Om tau kamu nggak bakal ngambil keputusan yg salah." Ucap Ken sembari mengelus rambut Miko. Miko memang tertidur dengan menggunakan paha Ken sebagai bantal setelah lelah bermain bola bersama Yastha.
"Aku permisi om." Arin beranjak dari tempatnya, meninggalkan Ken dan Miko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arin
Teen FictionRigel Katharine Dangelo, seorang gadis yg sangat penasaran dengan lelaki yg selalu meninggalkan kotak bekal dan note di dalam lokernya. Ia ingin tau apa penyebabnya lelaki itu melakukan hal tersebut. Jika lelaki itu suka padanya, kenapa tidak menga...