Bab 4

34 6 6
                                    


"Apa yang membuatnya berusaha bunuh diri?" tanyaku. Setengah gila mendengar kabar yang baru saja kuketahui.

Nina terbatuk ringan. "Menurut cerita yang Nina dengar dari perawat-perawat lain, dia berusaha bunuh diri karena pacarnya memutuskannya lalu menikah dengan gadis lain."

"Singkat sekali jalan pikiran gadis ini. Hanya karena permasalahan cinta saja," komentarku tanpa mampu menutupi emosi. Kenapa sih ada saja orang-orang yang sebodoh itu? Membuang-buang nyawa dengan seenaknya sementara orang lain berjuang keras untuk bertahan hidup. Padahal dia adalah seorang gadis yang cantik. Aku yakin masih banyak pria yang bersedia menjadi kekasihnya. Ternyata cinta bukan hanya bisa membahagiakan tetapi juga bisa menjadi racun dalam hidup manusia. 

"Menurut kabar, dia juga seorang pemurung yang tidak punya teman. Dia sangat pendiam. Pantas saja dia sebodoh itu. Ibunya pun baru saja melahirkan jadi tidak bisa menjaga dia seharian. Ayah tirinya yang bekerja di Canada terpaksa cuti kerja karena masalah ini. Sementara ayah kandungnya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Kerabat almarhum ayah yang di Korea tidak diketahui lagi kabarnya. Ibu Yu Ri stress sekali dan si bayi juga sakit-sakitan. Perbuatan seperti itu hanya menyusahkan diri sendiri dan semua orang saja." Nina menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap Yu Ri tidak senang. 

Tidak terbayangkan olehku sudah berapa orang yang mencaci makinya. Gadis yang malang. Dia memang bodoh tapi kita akan semakin jahat jika hanya bisa menghina orang yang terkena musibah. Bagaimana pun dia hanya seorang gadis yang kesepian. Tidak ada yang tahu apa saja sebenarnya yang terjadi pada Yu Ri. Entah bagaimana bisa gadis secantik itu tidak menjadi popular di lingkungan dan juga tidak memiliki teman. Tentu dia sangat mencintai kekasihnya sampai-sampai ingin menghabisi nyawa sendiri. Karena itulah dia terlihat seperti habis menangis berhari-hari sewaktu di stasiun. Typical wanita yang setia dan naif. 

"Apa dia sering ditinggal sendiri seperti ini?" 

"Ya, begitulah. Ibunya tidak bisa terus menerus menjaganya disini. Kebetulan dia tidak punya saudara lagi selain bayi kecil itu. Keluarga dari pihak ibu juga kelihatan tidak begitu peduli. Semuanya sibuk dan hanya menjenguk sesekali. Kadang-kadang ayah tirinya yang datang bergantian menjaga. Tapi sekarang ayahnya harus berangkat lagi ke Canada. Para perawat yang menjaga Yu Ri. Nina salah satu yang bertugas untuk memijat Yu Ri setiap dua jam sekali agar otot-ototnya tidak kaku," jawab Nina. 

"Kasihan gadis itu." Nuraniku berkata bahwa gadis itu sangat menderita. "Apa hasil pemeriksaan dokter tentang dirinya? Apa dia akan segera sadar dan sembuh?" 

"Wah. Kelihatannya abang perhatian sekali sama dia. Tapi Nina tidak begitu mengetahui tentang kondisinya. Yang Nina ketahui hanya bahwa dia sedang koma. Biasanya sih pasien yang sudah tidak memiliki keinginan untuk hidup... ehm..." Nina menggigit bibir dan tidak melanjutkan kata-kata. Aku memang tidak ingin mendengar lanjutannya. Seolah semua hal yang menyedihkan belum cukup untuk dirasakan.

"Nina, boleh abang menjenguknya?" 

"Hah? Abang mau menjenguk Yu Ri?"

"Ya. Abang ingin melihat kondisinya. Kamu mau membantu abang kan?" Aku tersenyum kepada Nina. "Tolong temani abang,"

Nina terdiam agak lama kelihatan mempertimbangkan sesuatu yang sulit. Lalu dia mengangguk dan mengajakku memasuki kamar Yu Ri. 

Jantung terasa berdebar semakin kencang. Perasaan yang kurasakan sesaat di stasiun itu hadir kembali meradang. Yu Ri sangat cantik. Rasa sakit seperti apapun tampaknya tidak dapat menghapus kecantikannya. Poni yang tersusun rapi di dahi gadis itu menggugah. Sepertinya ibu Yu Ri baru saja menyisirkan rambutnya. Kulit putih berkilau di bawah biasan cahaya matahari. Dia seperti boneka yang paling cantik yang bahkan mengejutkan penciptanya sendiri betapa cantik dan indah hasil karyanya. Hanya ada satu yang hilang. Rona merah di pipi menghilang. 

I Love You, Guru TampanWhere stories live. Discover now