Deal

1.1K 164 25
                                    

Suara kicauan burung mengganggunya. Pancaran sinar matahari menusuk celah di antara tirai yang tak disibak.

Jihoon mengerang. Menggeliat dalam tidur. Perlahan sosok ibunya yang berjalan di bawah cahaya temaram lampu jalan bersama seorang pria mengabur. Jihoon terkesiap bangun, bersimbah keringat, napas memburu. Kepalanya berat namun pening jika dia menutup mata.

Pandangannya menyusuri seluruh ruangan yang asing, bergaya klasik, berwarna kelabu, dinding ditutupi rak-rak tinggi penuh buku bersampul tebal.

Jihoon terlonjak, panik, takut. Pintu dan jendela berada pada pertimbangan misi pelarian dirinya. Namun waktunya tidak banyak, sebelum seseorang itu menemukan Jihoon terjaga dan kembali melakukan sesuatu padanya. Maka Jihoon mengambil keputusan yang lebih rasional dan beresiko karena tidak mungkin dia kabur dari apartemen lantai atas lewat jendela.

Jihoon menyembulkan sedikit kepalanya untuk menangkap suara-suara lirih, senyap-senyap yang merayap di dinding-dinding yang bergeming. Perlahan-lahan sekali dia berjingkit-jingkit. Tidak ingin menganggetkan lalat sekalipun.

Suara lirih itu berubah makin jelas seiring langkah. Jihoon bersumpah jantungnya akan berdegup kencang jika dia masih memilikinya sekarang. Namun adrenalin sekalipun tidak bisa membuat ritme itu kembali pada tubuhnya.

Suara air yang mendidih dalam ketel merintih-rintih menyeimbangi suara Seungcheol yang tidak lebih keras dari suara siulan angin yang lewat di jendela dapurnya malam ini. Lawan bicaranya mencoba melakukan hal yang sama tanpa menahan napas. Namun itu sulit saat dia telah melihat api berkobar-kobar dalam langkah Seungcheol di istananya yang sebenarnya. Dan sekarang api itu menjilat-jilat netra Seungcheol.

"Protokol my lord, tolong. Protokolnya mengatakan kau tidak boleh melakukan ini."

"Protokolnya mengatakan aku harus membawa semua yang telah mati ke tempatnya, Mingyu. Itu berarti semua arwah-arwah murtad, satanisme, bedebah, bandit penjagal, mayat-mayat hidup ... vampir."

"Kau pikir siapa yang berada di dalam kamarmu sekarang?" Mingyu menaikan nada menandingi siulan ketel yang meraung-raung dan kesal karena terabaikan.

"Dia bukan salah satu dari mereka. Dia bukan sepenuhnya vampir. Aku bisa merasakannya, darah masih mengalir di tubuhnya. Vampir yang merubahnya pasti tidak bisa menyelesaikan perubahannya."

"Apa itu berarti dia bukan vampir?"

"Bisa iya, bisa tidak. Lagipula tidak terdapat dalam protokol bahwa aku harus membunuh setengah vampir."

"Tapi dia tetap vampir."

"Kalau kau belum tahu, dia tidak bisa melakukan apapun. Taringnya tidak sempurna, dia tidak bisa menggigit atau merubah seseorang."

"Tapi dia tetap harus mempunyai inang untuk bertahan hidup."

"Aku."

"Maaf, apa?"

"Aku. Dia telah minum darahku. Dia tidak akan bisa merubahku jadi itu bukan masalah besar-"

Mata Mingyu menggelap. Aspal bagai menggelegak di maniknya. "Wah ide bagus. Apa aku juga harus melakukan hal yang sama? Akan aku kumpulkan seluruh vampir dan akan kubiarkan mereka menghisap darahku dengan begitu tidak akan ada manusia yang perlu dirubah lagi dan biarkan singgasana kosong karena ada lebih banyak vampir yang harus kau beri makan disini, benar begitu?" Wajah mereka sama-sama padam. "Apa aku harus membiarkan mereka tidur di atas ranjangku juga?"

Selesai sudah. Mata Seungcheol begitu merah hingga terkesan seperti diwenter warna-warna sintetis. Tatapannya galak, rasa-rasanya dia ingin melebur Mingyu dalam kobaran api di matanya dan pria jangkung itu jelas merasakannya. Namun sebelum tubuhnya kembali menguap menjadi debu suara berdebam diikuti jerit kesakitan membuyarkan suasana mencekam di antara keduanya.

Seungcheol mematikan api kompor, membisukan ketel agar bisa menangkap suara lain yang datang dari Jihoon yang sekarang bersimpuh di lantai setelah terjerembab akibat terlilit kakinya sendiri. Bodohnya.

Seumur-umur Jihoon tidak pernah ditangkap basah akibat menguping, lagipun kenapa dia menguping, alih-alih melarikan diri seperti rencana awal?

Dua pasang kaki berada di hadapannya sekarang. Jihoon mendongak untuk mendapati pria yang dia kenal sebagai Choi Seungcheol dan satu pria jangkung dengan tatapan tajam berdiri di belakang Seungcheol.

"Oh lihat siapa ini. Vampir kecil sudah bangun ternyata, kau mau segelas darah setelah bangun tidur?" Ujar Mingyu, nadanya sarkas.

Seungcheol menatap Mingyu. Matanya berkilat marah. Lantas kedua pria itu bicara lewat kilatan mata dan pikiran.

Jihoon mengerjab. Pasalnya dia kesulitan bangun tapi sepertinya tidak ada seorangpun yang hendak mengulurkan tangan untuk membantunya. Bahkan tidak ada seorangpun yang repot-repot memperhatikannya. Namun sebelum dia merangkak menjauh Seungcheol bergerak memblokade jalannya.

"Kau bisa pergi sekarang!" Kata Seungcheol.

Jihoon mengadah. "E-eh?" Semudah itu kah?

"Bukan kau." Kata Seungcheol kemudian. Tatapannya menyalak pada Jihoon, menegaskan bahwa jelas sekali bukan tanpa maksud Seungcheol menghalangi jalannya.

Jihoon ber-oh ria kemudian ber-eh. Tololnya. Untuk apa dia ber-oh?

"Baik. Semoga harimu menyenangkan." Mingyu mengeratkan mantelnya sebelum melenggang pergi.

Nanar tatapan Jihoon memperhatikannya. Mudah sekali pintu itu terbuka tapi tidak sekalipun Jihoon dapat menyentuhnya. Jihoon meringis saat kedua lengannya ditarik hingga dia berdiri di atas kedua kakinya dengan mantab.

Kedua netra itu bertemu. Mata merah lidah api Seungcheol bersiboborok dengan mata Jihoon yang disepuh warna keemasan. Membuat satu perpaduan yang elegan, mematikan, sempurna.

"Kau dengar semuanya?"

Jihoon diam. Jauh dalam dirinya dia gemetar karena sejatinya dia mendengar semuanya. Semua yang membuat kuduknya meremang. Di dalam ruby yang berkilat-kilat itu terperangkap seluruh jiwa kesakitan. Menjerit-jerit dalam kobaran api dan darah yang memenuhi manik dalam mata bulat yang ramah, lembut dan hangat. Sulit sekali mempercayai bahwa semua itu tidak manusiawi.

Tapi apa yang pantas Jihoon ragukan? Toh dirinya sendiri bukan lagi manusia.

"K-kau tidak akan menjadikanku tawananmu dan menyekapku di sini, bukan?"

Seungcheol mengedikan bahu. "Tergantung,"

Mata Jihoon mendelik, terkejut dan takut. "Apa?"

"Tergantung dengan kesepakatan."

"Kesepakatan—kesepakatan apa?"

Satu sudut bibir yang tertarik membuat Jihoon bergidik. Seungcheol mencondongkan tubuhnya. Kedua mata itu hanya berjarak sepersekian senti dan keduanya sama-sama menebarkan suatu aura yang saling terhubung. Gejolak gairah akan kebutuhan yang sama.

"Kau tidak boleh meminum darah siapapun kecuali aku. Hanya aku." Niscaya jiwamu akan selalu berada dalam genggamanku.

***

A/N :
•ah sebenernya aku mau buat pet name buat uji disini krn dia uri precious baby vampire, tapi gk ada satupun di otak TT

Prey (JICHEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang