"Aldi. Di lapangan. Berantem," jawab Salsha terputus-putus akibat napasnya yang tidak teratur, tetapi masih didengar baik oleh Gita. Gita membulatkan matanya dan langsung berlari menuju lapangan.
Sudah banyak murid-murid yang mengelilingi lapangan, membuat Gita harus berjinjit untuk melihat apa yang tengah terjadi. Geram, akhirnya Gita menerobos keramaian walau tak jarang kakinya terinjak murid yang lain yang juga sama-sama penasaran dengan apa yang terjadi.
"Anjing!" Hal yang pertama kali ditangkap oleh matanya adalah Ilham yang meninju Aldi dengan kuat sampai membuat pria itu terjatuh yang menyebabkan kepalanya terantuk lapangan dengan keras.
Gita menutup mulutnya supaya tidak menjerit walaupun jika ia menjerit, suaranya akan kalah dan tenggelam oleh suara murid-murid di sini. Ini adalah pertama kalinya Aldi membuat keributan di sekolah setelah sekian lama. Awal-awal kelas 10, pria itu sering keluar masuk BK karena ulahnya. Dan menginjak kelas 12, sifatnya berubah menjadi lebih baik.
Aldi menggelengkan kepalanya cepat. Sebelah tangannya menahan tubuhnya supaya tidak sepenuhnya jatuh di atas lapangan. Seragamnya lusuh. Kantung seragamnya robek dan terlihat jelas darah keluar dari sudut bibir Aldi dan rambutnya berantakan.
Ilham juga tidak kalah kacaunya. Bahkan wajah pria itu terlihat membiru di berbagai titik. Yang membuat Gita berpikir adalah, bagaimana bisa mereka saling tinju seperti ini padahal mereka adalah sahabat. Terlebih lagi, ini di sekolah?!
Aldi mengerjapkan matanya beberapa kali dan terduduk. Mengangkat wajahnya dan matanya langsung menyipit ketika langsung berhadapan dengan sinar matahari yang menusuk. Kepalanya kembali tertunduk. Sinar panas matahari siang ini menusuk-nusuk lapisan kulitnya yang berkeringat.
"Bangun lo!" Ilham menarik kerah seragam Aldi dengan kasar. Memaksanya berdiri dan melihat dengan jelas bahwa Aldi sudah kehilangan setengah kesadarannya.
Sebelum Ilham melakukan hal yang membuat Gita menangis, Gita masuk ke lapangan. Menarik tangan Ilham memaksa pria itu melepaskan Aldi yang bahkan sudah tidak mampu menatapnya. "Gila lo, ya?" tanya Gita dengan suara meninggi. Kerumunan menjadi semakin riuh ketika melihat Gita mencoba melerai mereka berdua.
Bagas dan Iman yang berada di pinggir lapangan sama terkejutnya. Mereka ada di sini sejak tadi. Ingin melerai, tapi tidak tahu bagaimana caranya ):
"Minggir, Git. Sebelum kena pukul." Nada suara Ilham terdengar rendah dan dingin. Pandangannya hanya sekilas melirik Gita sebelum akhirnya kembali menatap Aldi.
"Pukul gue." Gita menantang dengan intonasi yang tinggi. Membuat kerumunan siswa kembali heboh.
Kali ini Ilham benar-benar menatapnya. Pria itu tersenyum miring dan sesekali meringis. Tangannya yang mencengkram kerah seragam Aldi, ia lepaskan begitu saja. Membuat tubuh Aldi limbun ke tanah dan terbatuk-batuk. Bagas langsung masuk ke lapangan, mengamankan Aldi.
"Gue tau lo benci sama gue, kan?" Gita bertanya dengan suara yang dibuat agar terdengar normal. Gita tahu, sangat tahu mengenai hal itu. Karena sejak awal, hanya Ilham yang tidak suka dengan hubungannya dengan Aldi. Gita juga yakin bahwa mereka bertengkar, ada sangkut pautnya dengan Gita.
Tangan Ilham terangkat dan berakhir di atas kepala Gita. Menepuknya halus. "Pinter."
"Ham, udah, ham. Banyak bocah." Iman berdiri di antara Gita dan Ilham. Mencoba mendorong Ilham supaya menjauh sebelum pria itu melakukan hal gila lainnya. Yang langsung ditepis kasar oleh Ilham. Pria itu melangkah maju. Mendekatkan tubuhnya dengan Gita. Ilham bisa melihat kerutan takut di wajah Gita, tapi gadis itu tidak melangkah mundur sedikit pun, seolah tidak takut. Padahal kepalan tangan Ilham saat ini bisa melayang begitu saja. Memberikan jejak biru keungungan di wajah Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Greška
Teen Fiction"Nyatanya, kita sama-sama sakit hati sama hal-hal bahagia yang selama ini kita lakuin."