Suara deruman motor mendekat menggema di gedung sekolah yang sudah sepi ini. Membuat Gita mengerjapkan matanya beberapa kali, dan tak lama kemudian sebuah motor masuk lewat gerbang sekolah dan berhenti tepat di depan Rania. Membuat Gita terkejut karena Gita mengenali motor yang saat ini berada beberapa langkah di depannya. Motor itu, kendaraan yang sempat beberapa minggu digunakan untuk mengantar, jemput dan mengajak jalan Gita.
Pengemudi motor itu mematikan mesin motornya. Walaupun memakai helm, Gita yakin seseorang itu sedang melihatnya karena kepalanya terarah padanya. Kedua tangan pengemudi tersebut bergerak untuk melepas helmetnya.
Oh, no...
Helmetnya terlepas sempurna. Memerlihatkan seorang pria dengan rambutnya yang berantakan menatap lurus ke arah Gita dengan senyuman miring. "Hai, Git."
Dan Gita menahan diri dengan keras agar tidak mengambil bata di sebelah tempatnya berdiri untuk dilemparkan dengan bebas ke arah Raka.
Itu hanya sapaan biasa tapi entah mengapa mendengarnya membuat Gita geram. Ini adalah pertemuan pertamanya setelah Gita mengetahui Raka selingkuh, dan setelah Gita mengabaikan Raka dari kemarin. Ya, Raka masih menghubunginya sampai tadi pagi tadi. Menelfon dan mengiriminya pesan teks yang diabaikan oleh Gita seolah-olah peduli. Tapi saat ini Raka datang ke sekolahnya dan sudah pasti menjemput Rania—di depan Gita. Gita sudah tidak tahu lagi dimana isi otak pria itu.
Kepala Gita ia palingkan ke arah ujung koridor berharap Aldi segera muncul dari sana supaya Gita cepat pergi dari tempat ini.
"Nungguin siapa, Git?" tanya Raka tidak memedulikan ekspresi risih Gita.
Gita hanya diam. Tidak mengindahkan pertanyaan Raka. Toh, tidak penting juga kan jika ia harus menjawab pertanyaan Raka.
"Kayaknya kita perlu ngelurusin beberapa hal." Pernyataan Raka membuat Gita otomatis menoleh dan mendapati pria itu turun dari motornya. Mengatakan sesuatu pada Rania dan membuat gadis itu mengangguk mengerti. Raka berjalan menghampiri Gita dan membuat napas Gita tercekat.
"Malem kemarin lusa gue ke rumah lo, yang keluar malah Aldi."
"Kemarin lusa gue ngeliat lo di mall lagi nunggu Rania."
Sebelah bibir Raka tertarik menghasilkan senyuman licik. "Aldi ngasih tau lo?"
"Gue tau sendiri." Gita berhenti dan meneguk air liurnya dengan susah payah. Kenapa sekarang ia merasa gugup? "Nggak ada yang perlu dilurusin, Ka. Semuanya udah jelas kan," lanjutnya mencoba agar suaranya terdengar normal.
"Bagian mana yang lo bilang jelas, Git? Kalau gue cuman pelarian lo doang?"
"Gue males ngomong, Ka. Nggak usah diperpanjang." Gita memilih pergi sebelum menangis karena menahan rasa kesalnya. Tapi cengkraman erat pada pergelangan tangan Gita membuat gadis itu terhenti.
Gita menepisnya kasar. "Lo mau ngomong apa, sih?"
"Setelah lo tau apa yang Aldi lakuin ke Rania, lo masih mau balik lagi ke dia?" suara Raka terdengar seperti ia akan merendahkan Aldi.
"Setelah lo tau apa yang Rania lakuin ke Aldi, lo masih mau balik lagi ke Rania?" Gita membalikan pertanyaan Raka.
"Jangan ngebalikin pertanyaan gue, Git. Gue cuman mau ngasih tau aja kalau—"
"Kalau Aldi nggak bener? Kalau ternyata setelah insiden gue ngep-in Rania di ruang seni, Aldi masih kontekin Rania? Bahkan sampai mabok di klub dan ngelakuin hal gila lainnya?"
Dahi Raka mengkerut heran. Gita memang tau hal seperti ini atau gadis itu hanya menebaknya?
"Kalau lo mau ngejelekin Aldi, silakan. Sebrengsek apapun Aldi, gue yakin masih brengsekan lo, Ka." Gita menghela napasnya berat. Ucapan seseorang terngiang-ngiang di kepalanya. Membuat mata Gita memanas sampai Gita harus memalingkan wajahnya supaya Raka tidak melihat genangan air di kelopak matanya.
Raka tersenyum meremehkan. "Jadi, lo bener-bener nilai Aldi itu cowok baik-baik ya, Git, setelah semua yang dia lakuin selama ini." Terdiam untuk menunggu respon Gita, tapi gadis itu malah diam. Raka memutuskan melanjutkan ucapannya. "Gue nggak tau ya lo itu emang pemaaf atau tolol."
"Aduh, demi dewa Neptunus, kuping gue gatel banget dengerin bacotan lo, Rak." Suara seseorang terdengar lantang dan menarik perhatian yang mendengarnya. Mendapati Bagas berjalan mendekat ke arah mereka sambil mengorek-ngorek telinganya sendiri. Di belakang Bagas diikuti Iman, Aldi dan juga Ilham.
"Gini ya, Rak." Bagas menepuk bahu Raka ketika pria itu sampai di sebelah Raka. Melirik sekilas kea rah Aldi yang berjalan ke arahnya. "Kalau lo nggak mau pulang babak belur, mending lo pergi sekarang."
Raka menepis tangan Bagas yang bersandar pada bahunya.
Gita menatap Aldi yang saat ini tengah memusatkan pandangannya pada Raka. Seolah merasa diperhatikan, pandangan Aldi beralih pada Gita. "Gue bilang kan tungguin di parkiran, bukan ngobrol sama orang gila." Sebelah tangan Aldi menyentil dahi Gita setelah pria itu sampai di sebelahnya. Gita meringis.
Aldi tersenyum melihat ekspresi Gita. Lalu pandangannya beralih pada Raka yang saat ini menatapnya kesal. "Lo balik dah mending. Nggak usah ngehasut Gita yang enggak-enggak. Nggak bakal mempan. Udah gue jampe-jampein dia."
"Gue sih nggak masalah—"
"Het, kagak ngerti arti balik apa ya ni orang," ucapan Raka terhenti ketika Bagas dengan paksa membalik tubuh Raka dan mendorong pria itu ke arah motornya. "Lo lupa jalan pulang apa gimana, sih?"
Raka terlihat menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dan mengumpat dengan bahasa yang kasar. Lalu memutuskan untuk pergi, beserta Rania di belakangnya.
Pandangan Aldi turun di sampingnya melihat Gita yan menatap lurus ke arah perginya Raka. Setelah suara motor Raka perlahan menghilang, Aldi melihat Gita menghela napas berat. Sebenarnya Aldi dan yang lainnya berada di balik tembok koridor untuk mendengarkan percakapan antara Raka dengan Gita. Balasan ucapan dari Gita untuk Raka membuat Aldi tersenyum. Sebelah tangannya terangkat untuk mengelus puncak kepala Gita.
Gita mendelik. "Apa lo?" tangannya ia gunakan untuk menggaruk hidungnya yang memerah.
"Ayok pulang." Tangan Aldi meraih helmetnya yang ia taruh di atas motor.
"Gue balik sama siapa, anjir." Seru Bagas tidak terima ketika melihat Aldi mengajak Gita pulang. Memang sih, selama ini Aldi selalu berangkat dan pulang bareng Bagas semenjak insiden ruang seni tersebut.
"Ilham, noh." Suara Aldi tenggelam dibalik kaca helmetnya.
"Boti, gitu?" tanya Bagas ketika menyadari bahwa Ilham pulang bersama Iman.
Aldi membuka kaca helmetnya. "Ya masa mau boti sama gue? Mau gue patahin leher lo?"
Bagas merajuk. "Gue sama lo ya, Di. Gita di tengah deh. Biar enak." Diakhiri cengiran khas tidak berdosanya Bagas.
"Bener nyari mati ni orang." Aldi sudah siap turun dari motornya yang langsung ditahan oleh Gita sambil tertawa.
Gita yang melihatnya tertawa dan memutuskan naik ke motor Aldi ketika pria itu sudah siap. "Kapan lagi lo boti kan, Gas," ucapan terakhir Gita sebelum motor Aldi melaju. Meninggalkan Iman, Bagas dan Ilham di parkiran yang sedang meributkan tentang siapa yang akan duduk di tengah.
***
sekitar dua atau tiga part lagi bakal tamattttt.
vote&komen, oke?!
7/8/2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Greška
Teen Fiction"Nyatanya, kita sama-sama sakit hati sama hal-hal bahagia yang selama ini kita lakuin."