"Awalnya nggak berantem, kok. Nggak ribut. Kalau ribut juga palingan adu bacot doang." pandangan Aldi terarah pada Gita menunggu respon Gita. Tapi yang dilakukan gadis itu hanya diam. Meminta Aldi melanjutkan ceritanya.
"Ya, sebenernya salah gue juga, sih. Dia nanyain hubungan gue sama lo gimana sekarang. Trus gue bercandain gitu lah. Lo ngerti maksud gue kan, Git? Ilham kan dulu ngejar-ngejar lo. Ya gue ledekin aja karena dia nggak berhasil dapetin lo."
"Lo ledekin gimana sampe muka Ilham keliatan pengen matiin lo?"
Aldi terlihat menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal lalu mengusap hidungnya sendiri. "Ngg, gue ledekin gini," Aldi berdeham dan duduk dengan tegak. Seolah ingin menunjukan pada Gita apa yang dilakukannya pada Ilham tadi. "Dengan muka dan kelakuan lo kayak sekarang ini, lo nekat mau dapetin Gita? Wajar aja, sih, kalau Gita nolak. Soalnya Gita paling anti sama sampah macem lo."
Hening.
Karena tidak mendapat respon dari Gita, Aldi malah menyeringai lebar. Memerlihatkan jajaran giginya yang putih.
"Lagian dia duluan sih ngeselin pake boongin gue segala soal Rania di klub." Lanjut Aldi melakukan pembelaan diri dan kembali menyandarkan punggungnya. Benar yang dikatakan Aldi bahwa Ilham membohonginya soal Rania mengenai di klub itu yang Aldi tanyakan pada Ilham tempo hari saat di rumah Aldi. Ilham menjawab dan berekspresi seolah-olah Aldi melakukan sesuatu dengan Rania dengan alasan 'muka lo jelek banget, Di, kalau lagi panik. Jadi gue bikin lo makin panik aja sekalian. Lagian kalau gitu, gue jadi punya alesan buat ngedeketin Gita lagi'. Tidak ada yang salah memang dengan ucapan Ilham waktu itu saat mereka bermain basket tadi. Aldi bahkan bisa saja mentertawakan alasan Ilham. Tapi, kalimat terakhir Ilham membuat Aldi marah. Karena Ilham mengucapkan itu seolah-olah dirinya ingin merebut Gita dari Aldi. Dan Aldi tidak suka.
"Bocah lo."
"Jangan deket-deket Ilham ya, Git?"
"Gimana bisa, pea. Masa gue deket sama lo tapi nggak deket sama temen-temen lo."
"Nggak apa-apa deh kalau lo mau deket sama Iman, toh dia juga deket lagi sama Arin. Nggak masalah juga kalau lo mau deket sama Bagas, gue sendiri bahkan nggak yakin tuh anak demen sama cewek apa enggak."
Gita hanya diam. Kali ini pandangannya lurus ke arah tv yang menyala seolah menikmatinya padahal Aldi yakin Gita tidak. Gita juga pasti paham kemana arah yang dimaksudkan Aldi. Seseorang yang menyukaimu, mungkin akan berhenti ketika melihat kamu sudah dimiliki orang lain. Tetapi, ia akan kembali mengejar ketika melihat dirimu sudah bebas tidak terikat oleh siapapun. Bukankah setiap manusia di dunia ini mengandalkan peluang? Peluang Ilham untuk mendapatkan Gita tentu lebih besar jika Gita menganggap Aldi telah sukses menyakitinya.
"Ya, Git?"
"Hm."
Aldi tersenyum. Jawaban singkat dari Gita entah mengapa membuat dadanya yang sesak kembali ringan.
"Gue sayang lo, Git." Pernyataan Aldi sukses membuat kepala Gita reflek menoleh dengan mata yang berbinar. Terkejut. Mungkin selama ini Aldi berbicara seperti itu bisa dihitung pakai jari. Ini yang kedua kalinya. Pertama kali Aldi mengucapkan kata itu adalah saat Gita marah padanya akibat file drama yang tidak sengaja ia hapus. Itu juga Aldi mengucapkannya tidak tulus. Hanya embel-embel supaya gadis itu tidak marah. Aldi juga tahu bahwa Gita bukan tipe wanita yang suka dengan kata-kata romantis. Nggak gentle, katanya. Gita lebih suka Aldi melakukan sesuatu yang mewakilkan kata-kata tersebut. Singkatnya, action is better than words.
Tapi kali ini, tanpa alasan apapun, ia hanya ingin mengatakan kalimat itu. Ingin berterima kasih karena Gita mau kembali menerima Aldi, mau mendengarkan semua cerita Aldi mengenai kesalahpahaman selama ini dalam hubungan mereka dan mau memberikan Aldi kesempatan untuk menepis semua omongan busuk orang lain di luar sana. Aldi hanya ingin berterima kasih pada Gita, yang menerimanya, tanpa melihat kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Greška
Teen Fiction"Nyatanya, kita sama-sama sakit hati sama hal-hal bahagia yang selama ini kita lakuin."