Bagian 3: Sebuah Takdir Atau Sebuah Kutukan?

889 66 4
                                    

Apakah aku terlalu bodoh

Berharap akan sebuah keajaiban?

-Inseparable

****

Mita berjalan beriringan bersama Dave, sementara Wenda dan Gema sudah jalan duluan menuju parkiran. Untuk membuat suasana lebih nyaman sesekali wanita itu melontarkan beberapa pertanyaan seputar pekerjaan Dave agar tidak terlalu canggung. Pria itu pun menanggapinya semua ucapan Mita dengan santai, diiringi oleh senyuman ataupun suara tertawa khas-nya.

Tanpa disadari pria itu, beberapa kali Mita sempat mencuri pandangan dari Dave, sesaat ia membayangkan wajah orang di sampingnya itu. Sudut bibirnya tertarik ke dalam, pria itu tak pernah berubah, sejak dulu sampai sekarang. Dia adalah satu-satunya pria yang mampu mendengarkan keluh kesahnya. Pemberi nasihat yang baik. Dan terkadang ia juga suka membuat lelucon kuno tetapi sanggup membuat Mita tertawa lepas. Dave itu sempurna, dengan wajah tampan bak artis papan atas dan juga pekerjaan yang bisa dibilang sangat penting. Perjalanan luar kota sampai luar negeri sudah biasa baginya.

Kalau membahas segala aspek dari diri Dave tentu saja para wanita akan tergoda mendekati pria itu. Mulai dari yang muda sampai yang berkepala tiga. Yang belum pernah menikah, bahkan sampai yang pernah menikah pun pernah menaruh hati pada Dave. Tetapi ada satu pertanyaan yang selalu menggantung dipikirannya seputar Dave. Pria itu sampai sekarang belum juga menikah. Jika ditanya kapan nikah pun ia tak menjawab.

Pernah sekali Mita bertanya pada hatinya sendiri, kenapa ia tak bisa menyukai Dave. Wanita itu pun berusaha mencari jawabannya tetapi sampai sekarang belum menemukan hasil.

"Mita ikut gue aja, yuk! Gue anter sampe kosan lo," ucap Wenda menawarkan tumpangan.

"Nggak usah, Wen. Gue yang anter dia," sela Dave.

Mita menggeleng cepat. "Nggak usah, Dave, Wen. Gue bisa naik taksi atau ojol," tolaknya halus. Mita tak mau merepotkan kedua orang itu.

"Nggak boleh. Bahaya, ini udah jam 9 malem. Aku takut kamu kenapa-napa," kata Dave dengan nada cemas.

"Iya sih. Udah terlalu malem." Wenda membenarkan pernyataan Dave. "Jadi, lo mau sama gue atau sama Dave?" tanya Wenda lagi.

Mita menghela napas. Sebenarnya ia bisa pulang sendiri, Mita sudah terbiasa pulang malam. Wanita itu tak mau merepotkan para sahabatnya. Mota menengok Dave yang berada di sampingnya, wjaahnya terlihat seperti orang kebakaran jenggot. Pria itu mengigit bibir bawahnya, membuat dirinya terlihat sedikit seksi. Pancaran matanya seperti mengatakan padanya, 'pilih aku.'

Wanita itu menggaruk tengkuknya, terlihat jelas sekali kalau Dave ingin sekali mengantarnya pulang. "Gue ikut Dave aja yah, Wen," sahut Mita sembari melirik pria itu. Dave bersorak penuh kemenangan.

Wenda mengangguk paham. "Oke kalo gitu. Gue sama Gema pergi dulu. Kalian hati-hati, yah." Wenda berjalan menghadap Mita. Mereka bersalaman sambil menempelkan pipi kanan dan kiri.

"Iya. Makasih, Wen," jawab Mita.

Gema dan Dave tak mau kalah, mereka pun bersalaman juga. "Gue pergi dulu, Dave. Tolong jagain Mita. Kadang-kadang tuh anak suka aneh sendiri," celetuk Gema membuat wajah wanita itu merona malu.

"A-apasih, Ma. Udah sana buat anak yang banyak biar gue bisa gendong keponakan," sahut Mita. Wenda dan Gema saling melempar pandangan lalu sesaat tertawa kecil.

"Gue usahain," jawab Gema melambaikan tangan.

Dave dan Mita menatap punggung pasangan suami istri itu yang perlahan menjauh lalu menghilang masuk ke sebuah mobil berwarna merah. Dave menengok ke Mita seraya tersenyum.

Miracle 2 (Inseparable)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang