Orang yang dikenal dengan panggilan The Prophet itu menatapku dalam-dalam. Tatapannya begitu hangat, seperti seorang ayah yang menatap anaknya dengan kasih sayang. Aku tidak keberatan dipandangi olehnya, tapi aku harus bergerak cepat. Aku tidak bisa membuang waktu lagi. Ilmea pasti membutuhkanku.
"Jadi... Tuan tahu di mana adikku, Ilmea berada?"
Pria misterius itu tersenyum. Ia menghampiri Niko yang mematung, menepuk pundaknya. "Temanmu ini sudah tahu di mana lokasi Ilmea. Bukan itu alasan kalian mendatangiku, Lass."
Lalu, mengapa Vincent menyuruh kami menemuinya? Aku kira untuk menanyakan keberadaan Ilmea.
"Aku yang meminta Vincent agar menyuruh kalian menemuiku." Pria itu menghampiri, lalu mengusap pipiku. "Ah... Ternyata tempat ini masih menyimpan harapan," ujarnya.
"Maksudnya?"
Pria itu kembali tersenyum. "Belum saatnya, Lass. Nanti pada waktu yang tepat, kau akan tahu semuanya." Kemudian pria itu melangkah mundur, memberi jarak agak jauh denganku. "Untuk sekarang, carilah cara agar kekuatanmu bisa bangkit." Setelah mengucapkan kalimat itu, sosoknya perlahan memudar lalu menghilang begitu saja.
Bersamaan dengan hilangnya wujud pria itu, waktu kembali bergerak normal. Pria tua yang sedari tadi hanya duduk di depan api unggun kecil itu juga ikut menghilang.
Niko, Feo dan Felicia terkejut melihatnya. Mereka menyangka kalau pria tua itulah sang Prophet. Dan mereka berpikir kalau pria tua itu memiliki kemampuan Chronokinesis, sama seperti Niko.
"Apa yang terjadi? Ke mana dia?" tanya Niko sambil melempar tatapannya ke segala arah, mencari wujud pria yang seharusnya ia temui.
"Niko, boleh aku bertanya satu hal?"
"Nanti dulu, Lass. Kita harus menemukan The Prophet dulu."
"Maaf, pertanyaan ini tidak bisa ditunda."
Niko terdiam sejenak. Ia menoleh ke arahku, melihat raut wajah seriusku. "Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Untuk apa Vincent meminta kita menemui The Prophet? Kau sudah tahu di mana Ilmea berada, bukan?"
Niko terdiam lagi. Ia melirik pada Feo dan Felicia yang juga merasa penasaran. Niko menghela napasnya, kemudian mengatakan, "Professor bilang, orang itulah yang bisa membantumu, Lass. Bukan untuk mencari adikmu, tapi untuk membantumu menyadari, siapa atau apa dirimu yang sebenarnya."
≈≈Ω≈≈
Perjalanan kami untuk menuju markas besar Hunters kembali dilanjutkan setelah beberapa saat mencari pria misterius itu. Aku tidak menceritakan pertemuanku dengan sang Prophet. Entah kenapa, aku merasa tidak boleh menceritakannya dulu.
Niko menunjukkan peta dunia hologram padaku. Banyak yang berubah, tidak seperti yang kuketahui selama ini. Sebagian besar lautan kini menjadi daratan. Tidak hanya itu, banyak kawah-kawah raksasa di beberapa titik.
Peta dunia itu memiliki 4 warna untuk menandai areanya. Hijau, kuning, merah dan hitam. Tempat di mana aku berada berwarna kuning, menandai kalau kami tengah berada di zona 'kuning'. Bisa dibilang, zona rawan. Sedangkan Ilmea berada di sektor V-67 yang berwarna merah.
"Zona merah itu seperti apa?" tanyaku.
Niko mengerutkan alisnya. "Zona Merah itu lokasi yang tidak memungkinkan untuk ditinggali, Lass. Kondisinya lebih buruk lagi dari Zona Kuning. Cuacanya ekstrem. Hanya Inhumans yang bisa hidup di zona merah. Union tidak berani mengingjakkan kaki di sana."

KAMU SEDANG MEMBACA
D-Genesis : Reversed
Science FictionDi tahun 2025, seorang ilmuwan ahli genetika berhasil menciptakan sebuah serum yang mampu meningkatkan potensi manusia secara maksimal. Setelah bertahun-tahun meneliti, ayahku, Dr. Sheer Genesia, akhirnya bisa membuktikan pada dunia kalau teorinya t...