Phase 06 - The Prophet

1.4K 205 5
                                    


Pintu menuju bunker Resistant ini ternyata berada di tempat pembuangan sampah. Letaknya tersembunyi, disamarkan oleh besi-besi tua berkarat.

Hidungku langsung sakit begitu menginjakkan kaki di luar. Bau menyengat, belum lagi kapasitas udara yang tipis cukup membuat paru-paruku tersiksa. Aku berada di luar bunker, tapi rasanya seperti sedang berada di sebuah ruangan yang minim ventilasi.

Tanah tempatku berpijak terlihat hangus terbakar. Kering berwarna hitam, baunya seperti telur busuk. Aku melihat langit malam. Tidak ada satupun bintang terlihat. Gelapnya berbeda dengan gelap malam yang kukenal. Belum lagi kabut tipis yang cukup menghalangi pandangan, benar-benar memberi suasana kelam bagiku. Di luar dugaan, kondisi ini lebih parah dari apa yang kubayangkan sebelumnya.

Sekarang aku paham, mengapa harus ada persiapan sebelum memulai perjalanan ini. Seandainya kondisi tubuhku sama seperti saat sebelum Niko dan Indra memperkuatnya, mungkin aku hanya bisa bertahan beberapa menit saja di luar bunker. Entah karena udara yang tipis, atau tanah 'mati' terkontaminasi ini, yang jelas tubuhku masih sulit untuk menerimanya. Kepalaku mendadak pusing, padahal aku baru berada di luar 15 menit.

Kami berempat tidak menggunakan kendaraan apapun. Kami berjalan kaki. "Terlalu menarik perhatian kalau pakai kendaraan," kata Feo.

Perjalanan menuju ke tempat tujuan kami bisa menghabiskan waktu 3 hari. Itupun kalau lancar. Masalahnya, beberapa kali kami harus bersembunyi saat ada pasukan keamanan Union. Niko mengatakan padaku, kalau pasukan Union rutin berkeliling untuk memburu para Inhumans. Dan maksud 'memburu' di sini adalah 'membunuh', tentunya. Tapi itu belum seberapa. Yang paling berbahaya adalah ketika hujan.

Kami harus berteduh sebelum hujan turun, dan melanjutkan perjalanan 1 jam setelah hujan berhenti. Masalahnya, air yang jatuh dari langit itu bukan hujan yang kuketahui selama ini. Rintik hujan dari langit mengandung zat asam yang bisa merusak kulit kalau terpapar terlalu lama.

Entah apa yang terjadi saat perang dunia itu, yang jelas kondisi planet ini benar-benar memprihatinkan sekarang.

≈≈Ω≈≈

Hari pertama perjalanan kami tidak terlalu menyulitkan. Aku sudah mulai bisa beradaptasi di dunia luar. Tapi di hari kedua, masalah mulai muncul.

Saat fisik ini sudah mulai lelah, kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah mobil van terbengkalai. Tidak nyaman, tentunya. Tapi lumayan bisa menjaga kehangatan dari suhu malam yang bisa mencapai -20 derajat celcius.

Aku dibangunkan dari tidurku di pagi hari. Niko yang membangunkanku. Dia mengguncang tubuhku dengan keras, mengejutkan. Jantungku sampai berdegub kencang karena terbangun dengan cara yang menyebalkan.

"Lass, kita terkepung!" bisik Niko sambil sesekali melongok ke luar lewat jendela mobil van ini. Aku kembali terkejut untuk kedua kalinya. Terkepung oleh apa? Aku penasaran sampai-sampai ikut mencuri pandang ke luar.

Belasan orang dengan pakaian pelindung berteknologi canggih, lengkap dengan helm yang bisa membantu mereka melihat dalam gelap. Dari jarak beberapa ratus meter, mereka mengarahkan sebuah alat sensor berbentuk senapan ke segala penjuru. Melihat mereka membuatku teringat pada astronot. Pakaian pelindung itu terlihat seperti baju penjelajah ruang angkasa.

"Aku yakin tadi sensorku menangkap adanya Inhumans di sekitar sini. Cari sampai dapat! Komandan tidak suka kalau kita lalai," ucap seorang di antara mereka dengan suara lantang.

Kami hanya bisa terdiam di dalam mobil van ini. Feo dan Niko terlihat berpikir keras.

"Bagaimana menurutmu, Feo?" tanya Niko. Feo terdiam dengan alis yang berkerut. Kemudian ia menatapku, lalu menatap Felicia. "Kalian berdua tunggulah di sini. Jangan melakukan apapun. Jangan gegabah!" ucap Feo padaku dan Felicia.

D-Genesis : ReversedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang