PART 2

1.4K 206 39
                                    

Haiii gengsss tong hilap yah jempol syantieknya teken Bintang dipojok kiri bawah. Haturnuhun

Ketjup manjah
Emak-emak berdaster 💋💋
-----------------------------------------------------------

"Kak kamu berangkat ke Bali nya kapan?" Tanya ibuku ketika kami sedang menonton televisi sambil makan malam.

"Lusa bu, kenapa?" Aku menoleh saat televisi sedang menayangkan iklan susu.

"Ga apa-apa ibu cuma tanya. Kaka sudah rapih-rapih baju? Berapa hari sih disana?"

"Belum bu, besok aja. Jadwalnya sih seminggu bu. Termasuk perjalanan. Kaka kan naik bus jadi lama dijalannya. Bisa dua harian sampe Bali kalau ga banyak berhenti. Males sih sebenarnya tapi wajib ikut." Aku menghembuskan nafas perlahan. Ngebayangin perjalanan dari Lampung ke Bali dengan bus kok aku udah capek duluan yah. Gimana nanti pas sudah waktunya.

"Ya ga apa-apalah Ka sekali-kali yang penting kamu jaga kesehatan. Makannya jangan sampai telat nanti maag nya kambuh." Nasehat ibu sambil membelai rambutku.

"Wah jangan lupa oleh-oleh nya ya kak." teriak Laras -si anak tengah- saat keluar dari kamar.

"Tenang buat adek tersayang Kaka bawain baju kotor yah." Ucapku menyeringai.

"Jahat banget baju kotor!" Laras cemberut.

"Ya udah Kaka tambahin foto-foto Kaka ya." Jawabku seraya berjalan menuju dapur untuk menaruh piring kotor. Ku dengar Laras menggerutu sambil mengadu pada ibu. Aku hanya bisa menyeringai mendengar ocehannya.

Laras adalah adikku yang paling dekat denganku. Wajar sih karena jarak umur kami hanya terpaut dua tahun. Sedangkan si bungsu Riana berjarak umur enam tahun denganku. Tapi jangan salah walaupun Riana bungsu tapi dia terkadang bisa lebih berfikir dewasa dibanding Laras. Kalau Laras itu baperan dan tergila-gila sama K-pop, drama Korea dan hal-hal yang berbau Korea. Berbeda dengan Riana yang lebih pendiam dibandingkan denganku dan Laras. Kalau kata Bapak pecicilan. Tapi aku yakin walaupun katanya aku dan Laras pecicilan kalau tidak ada kami dirumah, pasti terasa sepi.

"Ka udah bawa bikini belum?" Tanya Laras yang menyusulku ke dapur sambil terkikik.

"Bikini? Ga usah diingetin juga pasti dibawa." Jawabku santai.

Aku tau Laras kaget dengan jawabanku. Sambil menunduk aku mengulum senyum.

"Astagfirullah Ka! Seriusan mau pake bikini disana? Aku aduin sama Ibu dan Bapak loh." Ucapnya mengancam.

Aku memperhatikannya dengan mengangkat kedua alisku tinggi-tinggi. Dasar tukang ngadu! Ini anak emang maennya kurang jauh aku rasa. Terlalu baper ga bisa bercanda. Aku menggelengkan kepala prihatin dengan adik baperanku ini.

"Ya iyalah aku bawa buat daleman. Bikini itu jeroan kan? Masa aku ga pake. Nanti luber kemana2 donk." Aku memutar bola mata malas dan begegas mengambil minum.

"Ya Allah kirain beneran Kaka mau pake bikini." Laras mengusap dadanya perlahan dan menghembuskan nafas lega.

Aku menoyor kepalanya yang kadang aku ragukan ada isinya atau tidak. "Kalau aku pake bikini terus hijabku apa kabar?"

Kami perempuan penghuni rumah yang berjumlah empat orang memang mengenakan hijab semua. Ibu dan Bapak sudah mengajarkan kami anak perempuannya tentang agama sedari kecil. Tapi mereka tidak pernah memaksakan harus mengenakan hijab. Hanya saja kami tiga bersaudara yang sadar akan kewajiban itu saat sudah bisa berfikir dan seiring bertambahnya ilmu, maka dengan ikhlas kami pun menutup aurat. Untuk mengurangi dosa Bapak juga. Yah walaupun kadang kelakuan masih suka melenceng tapi kami tidak pernah berhenti berusaha menjadi manusia yang lebih baik.

My Story Of Middle EastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang