PART 3

1K 148 36
                                    

Haiii gengsss akhirnya yesss setelah tujuh Purnama emak baru berani menampakan diri lagi dengan malu-malu. Gimana kabar kalian gengss? Mudah-mudahan sehat semua yess.

Maapkeun keterlambatan update yang lama ini ya gengss. Kira-kira ada yang nunggu kelanjutan ceritanya Khanza ga ya? Sepertinya kolom komen di lapak Khanza sepi-sepi aja cem kuburan. Hihihi

Yo wesss... Walaupun ga ada yg nunggu emak tetep posting part 3 yes. Jangan lupa vote n komennya. Haturnuhun

Ketjup manjah
Emak-emak berdaster 💋💋

-----------------------------------------------------------

Akhirnya sisa hari ini akan aku habiskan dengan menemani Bella mencari Pak Soleh. Demi persahabatan dari jaman putih merah aku melakukannya. Tapi emang dasar aku termasuk orang yang baik hati dan tidak sombong, juga suka membantu teman. Maka disinilah aku sekarang. Duduk sendirian di depan ruang dosen, sambil sesekali melirik pada pintu cokelat itu.

Entah apa yang aku harapkan? Melihat Pak Angga keluar dari ruang dosen dan menyapaku? Ah, sepertinya aku yang terlalu ge-er dan percaya diri. Ga mungkin dosen ganteng dan penuh Wibawa itu naksir aku kan? Aku ini kan hanya mahasiswi jelata. Sedangkan dia dosen yang selalu menjadi penyemangat mahasiswi fakultas kesehatan masyarakat untuk rajin datang ke kampus. Kalau mau diibaratkan aku dan Pak Angga itu semacam artis idola dan penonton bayaran alay yang semangat teriak 'yeye lala lala'. Dan sudah pasti semua mata akan tertuju pada Pak Angga yang pesonanya bahkan bisa menutup aura yang terpancar dari dalam diriku.

"Loh Khanza, sedang apa?" Sebuah suara berhasil menarik pikiranku yang masih berputar-putar soal Pak Angga. Otomatis aku menoleh mencari sumber suara yang bertanya padaku. Dan disanalah dia. Sosok yang baru saja mengisi pikiranku yang tiba-tiba menjadi kacau.

"Pak Angga.... " Suaraku tercekat bahkan bisa dibilang mencicit. Benar, aku tidak mengada-ngada. Ini pasti karena kegugupanku yang belum siap bertemu sang dosen idola. "....Saya lagi nunggu Bella, Pak." sambungku kemudian, tidak lupa memberikan senyuman canggung untuk Pak Angga.

"Oh, kirain kamu cari saya." Entah kenapa suaranya terdengar seperti kecewa. Tidak seantusias saat menyapaku tadi.

Fokus Khanza. Jangan gugup. Tolong jantung kerjasamanya. Jangan dangdutan dulu. Please!

Tanpa menunggu jawabanku Pak Angga dengan tenang duduk disampingku. Aku tidak berani menoleh padanya. Rasa-rasanya wajahku mulai terasa panas. Apa-apaan ini! Masa duduk berdua dengan Pak Angga membuatku gugup dan salah tingkah? Padahal sebelumnya aku tidak begini terhadapnya. Luar biasa sekali memang pesona pak dosen. Dan reaksiku ini pasti gara-gara percakapan kami di perpustakaan tadi. Karena percikan baper dan ke ge-er an yang bersatu sedang menguasaiku sekarang.

"Emhh.. Besok kamu ikut kan ke Bali?" Pertanyaan Pak Angga membuatku menoleh.

"Insyaallah ikut Pak." Jawabku singkat.

"Bus berapa?"

"Bus tiga Pak."

Pak Angga mengangguk-angguk mendengar jawabanku. Sesekali keningnya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku tak ambil pusing dengan ekspresinya. Aku lebih memusingkan detak jantungku yang daritadi tidak bisa diajak kerjasama.

"Kamu akan ambil jurusan apa di Ajmar nanti?" Tanya Pak Angga setelah hampir lima menit tidak ada percakapan diantara kami.

"Sepertinya saya akan melanjutkan gizi kesehatan masyarakat, Pak."

"Kapan pengumumannya?"

"Belum tau, Pak."

"Kamu yakin? Ga mau terusin disini aja? Disini juga bagus kok Za, ga kalah sama di luar negeri." Ucap Pak Angga serius. Dia seperti ingin menggoyahkan keputusanku yang sudah bulat sebulat donat.

My Story Of Middle EastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang