PART 12

1.3K 134 68
                                    

Halloo gengsss gimana kabarnya?

Mon maap emak baru bisa update setelah puluhan purnama terlewati. Ini dikarenakan kesibukan dan dilanjut dengan kemalasan mengetik 🙈

Biar emak ga malas untuk update lagi tolong teken bintang n tinggalkan komen ya gengss 💋

Ketjup manjah
Emak-emak berdaster 💋💋

--------------------------------------------------------------

“Apakah ini sebuah kebetulan atau takdir? kita dapat berjumpa kembali nona Khanza.”

Aku melirik sekilas pada Mr. Rayyan, ingin mencari tau apa reaksi dosenku itu. Karena situasi ini akan sangat terlihat aneh untuknya. Dan mungkin untuk semua orang yang berada diruangan ini.

“Saya kira ini sebuah kebetulan yang mulia.” Jawabku pelan dan menundukan kembali kepalaku. Aku tidak sanggup menatapnya pada situasi seperti ini. Tolong salahkan Bella yang sudah membuatku terlalu percaya diri tidak akan bertemu dengan sang Emir.

“Saya kira ini sebuah takdir. Tidak ada kebetulan yang terjadi sebanyak tiga kali.” Balas sang Emir masih dengan suara lembutnya.

Takdir? Takdir apa yang dimaksud pangeran tampan ini ya Allah? Wahai pangeran jangan bermain kode-kodean untuk saat ini. Otakku sedang tidak bisa berpikir sekarang. Ya ampun dan dia masih ingat jumlah pertemuan kami. Ini pertanda tidak baik, kalau dia dapat mengingat jumlah pertemuan berarti dia sangat ingat tragedi ayam panggang itu. Ya Allah buat aku menghilang sekarang juga.

“Mhhh…ya mungkin, saya tidak tau yang mulia.” Aku tergagap tidak tau mau berkata apa.

Mengapa Mr. Rayyan tidak menyelamatkanku? Pak, pak dosen tolong mahasiswimu ini pak.

“Kalau begitu saya ingin tau kebetulan seperti apa yang akan membawa kita dipertemuan ke empat.” Masih dengan suara lembutnya sang pangeran terus saja membahas tentang kebetulan dan takdir. Aku harus apa?

Aku beranikan diri untuk mengangkat kepalaku dan menatap mata hazel itu. “Mungkin tidak perlu kebetulan yang ke empat yang mulia.” Cicitku pelan.

Pangeran Rashid mengerutkan sedikit alisnya jika aku tak salah melihat. Entah apa maksudnya itu. Apakah ini pertanda tidak baik untukku? Apakah ini awal dari ketakutanku soal penjara dan hukum pancung? Ya Allah ibu, bapak tolong anakmu ini yang sedang berada dirantau. Aku dapat merasakan mataku memanas sekarang. Mungkin jika aku terus berimajinasi yang tidak-tidak bulir air mata ini akan mengucur dengan deras. Dan aku tidak ingin itu terjadi. Membuatku bertambah konyol dihadapan seorang pangeran bukanlah cita-citaku.

“Kenapa?” suara sang Emir kali ini lebih berat dibanding sebelumnya dan itu membuatku menjadi merinding.

“Emhhh..mmhh.. mak- maksud say-ya. Mungkin kita tidak a..-akan berjumpa kembali yang mulia.” Aku sudah mulai berkeringat dingin sekarang. Ditambah lagi kerutan di dahi sang Emir semakin banyak. Ohh dimana para penembak jitu bersembunyi sekarang? Sepertinya sebentar lagi salah satu peluru mereka bersarang di kepalaku.

“Kita lihat saja, jika kita bertemu lagi. Saya anggap itu sebuah takdir.” Wajah datar sang pangeran setelah mengatakan itu pasti akan terus membayangiku. Dan sekarang dia sudah berjalan menuju pintu keluar. Berjalan begitu saja tanpa menunggu balasanku? Tapi tunggu dulu. Memangnya aku siapa sampai seorang pangeran harus menunggu responku.

Aku menghembuskan nafas lega dan berangsur-angsur detakan jantungku kembali normal. Aku menggosokan telapak tanganku yang berkeringat pada rok hitam yang aku kenakan.

“Kamu sudah pernah bertemu pangeran?” Bisik Mr. Rayyan. Aku hampir tak mendengarnya karena dia tidak menatapku. Pandangannya masih lurus kedepan menghadap sang Ratu yang hampir saja aku lupakan keberadaannya diruangan ini. Buru-buru aku menolehkan kepalaku kedepan mengikuti Mr. Rayyan. Dan seperti dugaanku sang Ratu menatapku dengan ekspresi ingin taunya.

“Iya Pak.” Jawabku berbisik tak kalah pelan untuk menjawab pertanyaan pak dosen.

“Jadi nona Khanza. Ada yang ingin anda jelaskan tentang percakapan anda dengan putraku?” tanya sang Ratu kalem.

Mati aku!! Aku harus jawab apa! Kenapa hari ini aku menjadi sial begini. Ini gara-gara Bella, kalau saja anak itu gak balas pesan Mr. Rayyan dengan jawaban ok. Mungkin aku sedang dikamar kost untuk tidur siang. Asem!

“Tidak ada yang mulia.”

“Apakah anda sudah pernah bertemu sebelumnya dengan putraku?” suara sang Ratu kembali terdengar.

Aduh kenapa ada pertanyaan-pertanyaan lagi sih.

“Sudah yang mulia, sewaktu pangeran Rashid datang ke negara saya dan memberikan kuliah umum. Kebetulan kampus saya sebagai salah satu pesertanya.” Ya kurasa cukup pertemuan itu saja yang aku ceritakan. Kejadian ayam panggang sangat amat tidak perlu untuk diceritakan. Benarkan?

“Sangat mengejutkan Rashid masih mengingat anda.” Apakah kalimat barusan adalah sindiran? Aku mengamati wajah sang Ratu yang menyunggingkan senyum samar. Aku tidak suka ini, tidak suka kalau harus menebak-nebak arti dari ekspresi orang lain. Apa maksud dari senyuman samar itu?

Aku hanya tersenyum canggung tak tau harus menjawab apa karena aku pun cukup terkejut bertemu dengan anak anda ibu ratu.

“Jadi mulai kapan nona Khanza akan membantumu Mr. Rayyan?” aku menghembuskan nafas lega ketika sang Ratu sudah mengalihkan perhatiannya pada pak dosen.

“Hari ini yang mulia.”

“Baiklah kalau begitu anda bisa mengajaknya berkeliling.”

Mr. Rayyan membungkukkan badannya memberi hormat pada sang Ratu setelah mendapat perintah, begitupun dengan aku yang mengikutinya. Aku mengira-ngira sampai kapan aku akan terjebak dalam pekerjaan ini. Kini aku menelusuri lorong yang berlainan arah dengan ruangan sang Ratu. Masih dalam mode hening, tak ada percakapan yang terjadi antara pak dosen dan aku.

“Untuk pertama tour istana hari ini kita akan mulai dengan dapur.” Mr. Rayyan berjalan melambat disampingku sambil tersenyum. Aku bersyukur dia tidak menanyakan tentang pangeran Rashid lagi.

Jika pos keamanannya saja tiga kali besarnya dibanding rumahku, entah berapa kali lipat ukuran dapur ini dari rumahku. Aku yakin semua peralatan disini sangat lengkap. Mungkin lebih lengkap dari dapur Master Chef yang selalu aku tonton di tv. Sungguh luar biasa. Mataku menjelajah setiap sudut dan bagian yang menarik dari dapur istana ini. Dan hebatnya setiap sudut dapur sangat menarik untukku.

“Setiap pertama kamu datang cek dulu persediaan bahan makanan di lemari penyimpanan itu ya.” Tunjuk Mr.Rayyan pada sebuah lemari besar berwarna putih dengan dua pintu. “Lalu kamu bantu saya menyusun menu untuk satu minggu, setelah itu kamu bisa mewakili saya untuk bertemu Ratu menanyakan kemungkinan menu yang ingin beliau coba.” Lanjut Pak dosen. Aku hanya mengangguk-anggukan kepala dan mencatat semua perkataannya yang bisa ku tangkap kedalam note yang selalu aku bawa kemanapun.

Tour hari ini seperti yang Mr.Rayyan bilang kami akhiri dengan pergi kesebuah taman yang tidak terlalu jauh dari dapur. Taman yang sangat cantik untuk bisa mereka lihat sambil memasak dari jendela-jendela besar. Kalau aku memasak disuguhi pemandangan ini setiap hari aku yakin tidak ada satupun masakan yang akan terhidang dimeja makan.

“Mari kita pulang.” Ajak Mr. Rayyan, suaranya menyadarkanku dari lamunan.

“Baik Pak.” Aku mengikutinya berjalan menyebrang taman cantik ini berbelok diujung jalan dan memutar memasuki lorong dengan pilar-pilar besar.

Aku tidak yakin besok aku bisa sampai di dapur ini tanpa tersesat. Apa aku perlu memasang GPS?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Story Of Middle EastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang