Chapter 4

59 17 0
                                    

Bus rute 9 berhenti dengan mulus , beberapa orang mulai turun secara teratur , sedangkan aku masi termangu menatap layar televisi yang berukuran sedang dengan tatapan kosong . Serta banyak tanda tanya bercampur perasaan khawatir didalamnya.

Bagaimana jika pernyataan profesor benar?
Aku berpikir keras , tanpa sadari Arka menyenggol pundakku kasar . Aku tersentak menatap Arka bingung .

Apa yang kakak pikirkan , kakak tak lihat ? , semua orang sudah turun kecuali kita .
Ucap Arka setenga kesal

HEYY!! Anak muda , kapan kalian ingin turun lamaa sekali , aku ingin melanjutkan perjalanan . CEPAT SEGERA TURUN!!
Ucap sopir bus dengan kesal lantaran kami tak kunjung turun .

Aku buru buru menarik lengan Arka segera turun dari bus rute 9 , tak ingin kejadian buruk menimpanya sekarang.

***

Suara deruh motor , dengan knalpot nyaring menyakiti telinga . Jalan raya saat itu seperti biasa padat penduduk .  Ditambah lagi hari ini adalah hari Senin , hari dimana orang orang melanjutkan aktivitasnya kembali setelah libur . Aku dan Arka melangkahkan kaki , jalan bersemen itu sangat panas terkena paparan sinar matahari . Tapi tenang ,  Aku dan Arka tak merasakan panasnya jalan bersemen . Karena kami telah mengenakan sepatu yang sangat bagus menjaga telapak kaki kami hingga kami dengan luwes berjalan kemana saja .

Aku dan Arka melanjutkan pergi berjualan koran setelah menangkap ikan di pesisir pantai , dengan pasokan ikan tidak terlalu banyak seperti kemarin bisa dibilang cukup untuk dijual dipasar .

Lampu merah kembali menyala , saatnya  Aku dan Arka kembali beraksi menjajakan koran kepada pembeli . Arka memutuskan untuk ikut bersama ku kedalam angkot berwarna biru , dengan alasan ia tak mau pulang sendiri lagi .

Angkot berwarna biru yang selalu ia naiki telah menjadi spot pertama dalam menjajakan koran . Di dalam angkot biru itu banyak sekali anak anak seusianya mengenakan seragam sekolah kelas 7 . Dan tak sedikit anak anak kelas 9 , dan 10 memadati isi angkot .

Aku dengan sigap berjalan kesana kemari menjajakan koran kepada penumpang yang ada disana , dengan luwes kakiku berjalan dengan mengenakan sepatu sebagai pelindung kaki .

Sedangkan Arka? , hanya duduk menatap keseluruhan angkot tanpa ingin mengajukan diri untuk membantu. Bagian koran yang harus ia jual seluruhnya ia berikan kepada ku , dengan kesal aku harus menerimanya , membatu menjualkan.

Sudah 20 menit aku melayani pembeli dengan gesit , dan alhasil koran ku dan Arka laris terjual . Aku terduduk disamping Arka dengan senyum merekah , sopir angkot akan memberhentikan ku di persimpangan , seperti biasa . Letih lelah telah terbayar berkat semangat yang tercurah , dan tak lupa selalu bersyukur .

***

Sopir angkot menepikan angkotnya dipinggir jalan , tepatnya dipersimpangan .

Aku menarik lengan Arka untuk segera turun dari angkot biru .

Sepanjang perjalanan , layar monitor gedung tinggi menampilkan

BREAKING NEWS
Tentang bencana gempa bumi yang akan melanda kota sebrang cepat atau lambat . Kota sebrang sudah semakin parah dan kacau , penduduk disana sudah tidak menjaga lingkungan melainkan merusak , untuk kesenangan pribadi . Rumah kaca dibangun dimana mana , tak banyak pohon pohon nampak berdiri kokoh disana , hanya menampilkan gendung tinggi yang kokoh menjulang tinggi memadati tempat .

Khawatir kembali melanda , sepanjang jalan aku hanya melamun , memikirkan ayah yang berkerja disana , dan sesekali aku hampir ditabrak oleh pejalan kaki yang terburu buru untuk pergi secepatnya ketempat tujuan .

***

Senja telah kembali , saat ini senja yang selalu membuat aku senang sekarang berbeda , perasaan sedih , kecewa , gundah , bingung bercampur jadi 1 senyuman yang berbeda .

Arka sudah lebih dulu pergi kedalam rumah untuk beristirahat . Hari ini adalah hari sangat melelahkan , meski begitu aku tidak akan melewati senja yang indah hanya untuk pergi tidur dan meninggalkan senja , walaupun tak seindah sekarang .

Aku duduk diteras rumah menatap langit dan sesekali Aku menatap ibu ku yang sekarang tak kunjung sembuh dari sakitnya , bibirnya putih kering serta rambut tak lagi hitam . Ditambah lagi banyak pikiran membuat ia semakin terpuruk dalam kesedihan serta kesakitan yang berarti .

Sekarang 1 bulan berlalu begitu saja tanpa kabar sedikit pun dari mu , aku tak tahu apa yang dikerjakan disana , tapi sungguh aku sangat kehilangan dirinya dirumah , rumah bukanlah rumah jika tak ada ayah dirumah , tak lengkap rasanya . Seperti ada yang hilang .

Setiap channel televisi serta monitor gedung tak henti hentinya menayangkan berita tentang kejadian gempa yang dengan cepat akan melanda kota sebrang jika penduduk semakin tak menjaga lingkungannya .

Beberapa kali aku mencoba menghubungi tapi tetap hasilnya " nihil "

Aku memeluk ibu ku kuat kedalam dekapanku , walau tak senyaman dekapan sang Ayah , ku elus lembut rambut ibuku , tak sedikit rambut terselip dijemari ku , rambutnya kini sudah semakin banyak rontok dari kulit rambutnya . Menyisakan kesedihan yang sangat berarti .

Aku tak ingin kehilangan keduanya secara serentak .

Kuharap ada seseorang yang akan menjadi penghampus luka , kesedihan dengan sebuah tulisan pena agar kekal diingat .

Jangan menulis dengan pensil , aku tak ingin kejadian indah pengganti luka , hilang terhapus begitu saja .

Semoga esok , lusa , dan selamanya . Senja tak akan seburuk ini lagi .

" Senja yang buruk saat ini "

———————
T B C 🌷
Don't forget to vote and comment 🍂

Remember When Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang