Chapter 6

44 15 3
                                    

Matahari telah terbenam menyisakan warna
oranye melekat dilangit langit , aku memilih menyudut diantara kerumunan anak anak pengungsian gawat darurat . Mata ku tak lepas melihat senja yang begitu indah . Tapi kenapa? , kenapa senja tak seindah seperti dulu ? , kenapa setiap kejadian buruk . Terjadi saat senja ? .  Air mata ku kembali keluar . Ku eratkan tangan ku memeluk seluruh tubuhku .

" Tania " ?

Satu tangan menyetuh pundakku , dengan suara yang sangat khas didengar .
Aku menaikan pandangan ku , menatap sumber suara .

" Jangan bersedih Tania , semua akan baik baik saja . Disini ada aku , yang akan menjaga mu . "

Ucap langit , sembari duduk dengan segelas cangkir teh ditangannya ia berikan kepada Tania .

" KENAPA SENJA BEGITU BURUK , LANGIT ? "
Tania bergetar , berusaha menahan air mata yang sekarang ingin jatuh .

Langit tersenyum manis beralih menatap lurus ke anak anak yang sedang bermain menikmati senja saat itu .

" Kamu tahu Tania ? , Senja tak begitu buruk . Semua orang menyukai keindahan senja , kecuali jika senja itu menyisakan kenangan yang sangat sakit bila diingat . Tapi itu hanya untuk seseorang yang lemah . Yang tak terima akan Takdir , yang selalu menyalakan Takdir yang telah digariskan oleh tuhan . "
Langit berhenti sejenak , menarik nafas panjang . Menatap lurus kearah bola mata Tania .

" Tapi , itu tak berlaku bagimu Tania , Kau gadis perempuan yan tangguh , mampu melewati masa masa sulit seperti ini , aku percaya itu . Saat pertama kali aku melihat mu di bus itu , kau sangat tangguh mandiri . Di terik panasnya matahari , kau tetap semangat menjajakan koran kepada pembeli . Walaupun luka yang cukup besar di kaki mu itu bukan penghalang mu untuk berhenti berjualan koran membantu orang tua  , dan bermalas malasan seperti orang pada umumnya . Umurmu sangat mudah Tania , dan orang dewasa pun patut mencontoh dirimu . "
Langit mencengkram tangan ku , berusaha meyakinkan . Bahwa aku bisa melewati masa masa ini . Dan langit benar , aku bukan lah aku yang menyerah begitu saja akan takdir .

***

Aku lebih memilih masuk kedalam tenda saat malam semakin matang , dibanding mengerjakan sesuatu . Tidak seperti langit , ia selalu berada diluar tenda memilih mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat dibanding berdiam diri seperti ku sekarang .

Aku rindu , rindu dimana saat aku berkumpul dengan keluarga ku , bermain dengan Arka , membahas filosofi kopi bersama ayah , atau mengurus ibu yang sedang sakit .

Kenapa! , kenapa disaat aku berdiam diri seperti ini. Selalu saja masa itu datang menghampiri . Sakit , sangat sakit jika teringat tentang itu . Aku ingin seperti langit , yang dengan semangat membantu orang orang , tak memikirkan bahwa dia sama menderitanya dari orang orang yang dibantunya . Tak memikirkan nasibnya , dengan semangat ia lakukan dengan riang membuatnya tak memikirkan semuanya.

Sekarang pukul 8 malam , makan malam telah sedia 1 jam yang lalu , tak sedikitpun aku berkeinginan untuk keluar , mengambil secuil makanan untuk mengisi perutku yang sejak sore tadi mengamuk minta diisi .  Aku memutuskan untuk tidur meninggalkan langit yang sejak tadi tak kunjung kembali ke tenda .

***

Sebuah benda nan lembut dan halus menyapu wajahku yang telah tertidur lelap . Terusik? Tentu aku barusan saja berharap bahwa kejadian ini hanya mimpi , terputus begitu saja .

Aku mengucek mata ku , berusaha bangun dari tidurku . Mata ku memandangnya aneh , Langit sedang ternyum tenang kearah ku , dengan membawa sebuah kantong kresek yang cukup besar , entah lah isinya apa.

Remember When Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang