I Can't
.
.
.
Jika hari senin Jeno akan seharian berada di kampus, lain lagi dengan Renjun. Pemuda itu tidak memiliki jadwal kuliah apapun, hingga hari seninnya terasa seperti hari minggu―libur. Yah, meskipun ia memiliki tugas yang harus di kerjakan juga sebenarnya.
Beberapa menit yang lalu, Jeno masih berbalas pesan dengan Renjun. Meskipun ia sedang menyimak dosennya di kelas, tapi ia masih bisa melakukan itu.
Tapi tidak dengan sekarang. Ia benar-benar harus fokus untuk memperhatikan, mencatat, dan segalanya. Walaupun matanya melihat jika layarnya terus menyala―menampilkan nama Renjun yang terus menghubunginya berulang-ulang.
Setengah kesal, Jeno membalik ponselnya hingga ia tidak melihat layar itu. Ia merutuk dalam hati; 'Renjun seharusnya tahu kalau aku sedang memiliki kelas, jadi dia tak harus menghubungiku sampai berkali-kali', rasanya ia kesal sekali pada pacarnya itu!
Iya, ia kesal dengan Renjun yang tidak mengerti akan dirinya. Ia kesal dengan Renjun yang tidak paham dengan situasinya. Memang ada apa sampai menelpon? Pasti hanya ingin diantar ke suatu tempat, biasanya juga seperti itu.
Jeno menengadahkan lagi kepalanya, menatap pada dosen yang sedang menjelaskan di depan kelas.
.
.
Hingga kelasnya selesai, dan Jeno menghela nafasnya dengan begitu lega. Ia berniat akan keluar kelas dan mengisi perut di kantin, sebelum ia ingat jika tadi Renjun menghubunginya dengan beruntun.
Mendengus sekali lagi, Jeno segera meraih ponselnya dan dahinya seketika berkerut mendapati banyak sekali panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk.
Beberapa panggilan tak terjawab itu memang dari Renjun, tapi empat panggilan terakhir adalah dari Mark.
"Hyung?"
Niatnya untuk menghubungi Renjun dan mengomelinya itu sirna, di gantikan dengan rasa penasaran tentang kenapa Mark menghubungi di siang hari seperti ini.
Jemarinya bergerak membuka pesan yang ia terima, dan itu dari kakaknya juga.
Jeno menahan nafas―
From : Mark hyung
[Kau kuliah?]
[Maaf harus mengatakan ini...]
[Aku ingin kau ikhlas dan tidak menangis.]
[Eomma dalam keadaan terburuk.]
[Dan appa meminta kita untuk berkumpul sekarang...]Meskipun Mark memintanya untuk tidak menangis, tapi tetap saja Jeno menangis. Air matanya jatuh tanpa di perintah, perasaan takut itu muncul dengan begitu kuat. Nafasnya sesak, dan Jeno tidak bisa melakukan apa-apa.
"Eomma..." Bisiknya lirih di kelas yang sudah kosong itu.
Lalu, ia beralih pada pesan lain yang di kirimkan Renjun padanya.
From : Injun-ie
[Aku tahu kau sedang ada kelas, tapi tolong angkat telponku!]
[Jung Jeno!]
[Eomma kritis!]
[Aku sedang dalam perjalanan menjemputmu. Tunggu di lobi dan kita ke rumah sakit bersama.]Tanpa berpikir panjang, Jeno segera keluar dari kelas dengan tas yang tersampir di bahu kiri. Sementara tangisnya masih belum berhenti dengan ponsel yang menempel di telinganya―ia sedang menghubungi Renjun untuk bertanya sudah dimana ia sekarang.
"Tidak, eomma... Eomma... kumohon, eomma..."
Terngiang dalam ingatan Jeno, senyum ibunya yang selalu mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
.
.
.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Let You Go || JaeDo
Fanfiction"...bagaimana kehidupanku nanti jika aku kehilangan salah satu di antara kalian...?"