obat

31 5 1
                                    

05 maret 2016

Lama, waktu sudah cukup lama berlalu. Kini, banyak hal yang telah berubah. Sekarang Salsa sahabatnya sudah pacaran dengan ketua tim basket sekolah dan jarang bermain bersama Fara lagi. Kalo Ryan sekarang sudah putus dengan Sandra, Alasannya? Fara juga tak tau karna apa.. Saat Fara bertanya pada Ryan, Ryan hanya menjawab kalo Sandra terlalu baik padanya dan Ryan tidak ingin trus berpura-pura menyukai Sandra. Dan yang terakhir, Alfa. Fara menghembuskan nafas pelan, jari-jemarinya berhenti menulis ketika berfikir tentang Alfa.

"Sudah tiga bulan ini gue nggak pernah ngobrol lagi bareng dia", Lirihnya, "Al, gue kangen.."

Ya, sudah lebih dari tiga bulan ini, hubungan Fara dan Alfa benar-benar seperti tak berbekas. Mereka yang awalnya sering tertawa bersama, bercanda, dan berjalan berdampingan, kini hanyalah bagaikan dua orang yang saling tidak mengenal.

"Gue nggak pernah mikir kalo efek gue jauh sama lo harus sampai kayak gini", Fara mengusap air matanya yang perlahan turun menggunakan pergelangan tangannya.

"Lo tuh udah kayak obat tau, rasanya pahit tapi setelah gue minum perlahan-lahan gue bisa sembuh", Fara terisak, ia memegangi dadanya yang akhir-akhir ini terus terasa sesak, "Gue butuh lo Al, lo obat gue. Kalo lo menjauh kayak gini, gue rasanya sesak banget".

-LongTime-

07 maret 2016

Lembar demi lembar dari buku bersampul tebal itu terus dibuka Alfa. Lembaran buku itu terus dia baca, namun sekarang fikirannya entah sedang terbang kemana. Akhh- apa yang sedang terjadi dengannya?

Dio yang sedari tadi sibuk bermain ps di kamar Alfa pun, kini pandangannya ia alihkan pada Alfa yang tengah duduk sambil kembaca buku di meja belajarnya. Entah, sebenarnya Dio tidak tertarik dengan apa yang Alfa lakukan, tapi sedari tadi Alfa terus menghembuskan nafas kesal berkali-kali sehingga membuat Dio sulit berpura-pura untuk tak menggubrisnya.

"Lo kenapa Al?", tanya Dio yang kini tengah duduk di samping Alfa, "Lo nggak enak badan?", tanyanya.

"Enggak", Alfa tersenyum, berusaha menyembunyikan kegelisahannya, "gue baik-baik aja kok!", ucapnya.

Akhh- Dio menautkan kedua alisnya. Ia tau betul Alfa. Memang sulit berbicara dengan lelaki di sampingnya ini. Alfa bukanlah orang yang cukup terbuka dengan orang lain. Jika ada masalah, Alfa lebih baik memendamnya sendiri dari pada harus menceritakannya.

"Ayolah Al, lo nggak bisa boong sama gue, lo lagi sakit? Atau lo lagi ada masalah?", tebak Dio, ia mendekatkan kursinya di dekat Alfa. Membuat Alfa sedikit tak nyaman.

Alfa tertawa hambar, "Ayolah Yo, gue udah bilang nggak apa-apa!", sungut Alfa kesal, "Lo balik aja main ps, gue mau baca buku", Alfa lalu kembali membaca halaman terakhir dari bacaannya yang sempat tertunda tadi.

Belum sempat Alfa membaca satu halaman, Dio mengambil buku Alfa lalu menutupnya.

"Jangan dibaca. Nggak bakalan masuk kalo lo bacanya sambil mendem masalah kayak gitu", celetuk Dio.

Alfa menghembuskan nafas kesal. Akhh- apa Dio tidak bisa berpura-pura membiarkannya?

Alfa memegangi kepalanya yang agak pusing, ia lalu beranjak dari kursinya.

"Please, biarin gue sendiri dulu!", ucap Alfa sekenanya. Ia lalu berjalan ke arah pintu.

"Bodoh!",

Teriakan Dio barusan menghentikan langkah Alfa, ia berhenti sejenak, membiarkan Dio meneruskan kata-katanya.

"Apa lo nggak bisa cerita sama gue aja? Gue tau lo punya masalah, tetapi kenapa harus terus menghindar kayak gini sih? Masalah itu ada untuk kita hadapi, bukan lari!"

"Lo nggak tau apa-apa", balas Alfa.

"Gimana gue bisa tau kalo lo nggak pernah mau cerita? Selalu aja kayak gini, lo tuh selalu aja nutup-nutupin diri lo kayak gini, lo mau bahagia tapi nggak bisa ngambil langkah dengan jelas, kalo kayak gini terus lo bakal-".

"Cukup Yo!", Alfa berteriak cukup keras, ia berbalik. Wajahnya sedikit memerah, sangat jelas bahwa ia tengah meredam kemarahannya sekarang, "Udah cukup lo ngomong!".

Dio tersenyum miring, "Kenapa?", tantang Dio, ia ingin memancing kekesalan Alfa, "Apa karna cewek itu?"

Alfa hanya Diam. Walaupun ia mengerti siapa yang Dio maksud, ia lebih memilih untuk tidak bersuara.

"Kenapa diem? Gue bener kan?", Dio terkekeh, sesaat kemudian matanya menatap tajam pada Alfa, "Lo suka kan sama Fara?"

Alfa hanya diam.

"Lo suka kan sama dia?", tanya Dio meyakinkan.

Alfa kembali diam.

Dio menjadi tak sabar, ia maju beberapa langkah dan memegang bahu Alfa erat. Berusaha membuat Alfa berkata jujur.

"Jawab Al! Lo suka dia kan?"

Sesaat Alfa diam. Bingung harus menjawab apa pada Dio. Tubuhnya gemetar, namun pandangannya turut ia alihkan pada sahabatnya yang kini tengah menunggu jawabannya itu.

"Iya", Alfa mengangguk, "Gue suka dia", akunya.

"Terus kenapa...", Dio berucap lirih, "Gue beneran nggak ngerti jalan pikiran lo!", sungutnya kesal, "Kalo emang suka, kenapa lo harus pergi?"

Alfa menghela nafas gusar, "Suka bukan berarti memaksa untuk saling bersama kan?!"

Long timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang