Aku menyukaimu

93 6 4
                                    

"Haaahh-".

Suara hentakan kaki terdengar jelas di antara koridor sekolah yang ramai. Gadis itu berlari, nafasnya tersengal-sengal, namun tak ia pedulikan. Sekarang yang ia fokuskan hanya satu. Mencari seseorang.

Setelah Alfa keluar dari kelas, butuh waktu lama bagi Fara untuk mencerna kalimat Alfa dan apa yang sedang terjadi dengannya.

"Kenapa lo harus pergi?"

Langkahnya berganti pelan ketika ia tak kunjung menemukan orang yang ia cari. Fara menangis, ia terduduk pasrah di lantai, menyesali perbuatannya. Haruskah mereka berpisah dengan hubungan yang retak seperti ini?

"Seenggaknya kan gue harus minta maaf", Lirih Fara.

Apa hubungan mereka harus berakhir seperti ini? Mengapa semua harus berantakan seperti ini?

Tap tap tap

Suara hentakan kaki terdengar samar-samar dari arah belakang tubuhnya. Fara menengok ke belakang, dan benar. Orang yang sedari tadi ia cari kini sudah ada berdiri di hadapannya.

"Lo nyari gue?"

Fara tak menjawab. Ia terus menatap wajah Alfa, wajah yang sangat ia rindukan.

Alfa mengulurkan tangannya, berniat membantu Fara berdiri, namun Fara menolaknya, ia membersihkan debu yang menempel di roknya lalu berdiri sendiri.

"Gue bisa sendiri",

Alfa hanya tersenyum menerima penolakan halus dari Fara.

"Lo kemana aja?", tanya Fara to the point, membuang semua rasa gengsinya,

"Selama ini lo kemana aja!", teriaknya. Ia lalu menangis, Fara maju beberapa langkah dan memegang bahu kanan Alfa.

"Al, gue kangen...", lirihnya, "Maafin gue"..

Alfa tersenyum kecil, jika seandainya apa yang dikatakan Fara itu benar, maka seharusnya Fara tau, bahwa selama ini Alfa lebih merindukannya.

"Lo tau nggak? Gue hampir gila rasanya.. Harusnya lo bilang-bilang kalo mau pergi, kenapa harus dadakan gini sih?" sebalnya, "Maafin gue Al, harusnya gue nggak nyuruh lo untuk jauhin gue, karna pada akhirnya gue kalah... Gue nggak pengen kita kayak gini"

Alfa tersenyum tulus, ia menggenggam tangan Fara yang ada di bahunya, "Nggak ada yang kalah, kita kan lagi nggak tanding", candanya, "Lo nggak harus minta maaf, ini bukan salah lo kok".

Fara menggeleng, "Nggak, gue yang salah".

"Al",

"Hmm",

"Lo beneran harus pergi?", tanya Fara pilu.

Ia benar-benar takut, takut kehilangan orang yang berharga untuk yang kedua kalinya. Baik Ryan maupun Alfa, Fara tak mau semuanya harus berakhir seperti ini.

Semua yang ia cintai, yang ia sayangi harus pergi satu persatu dari hidupnya. Memang sudah kodratnya seperti itu, tapi haruskah Alfa juga harus pergi sekarang?

Alfa diam, ia tak menjawab. Ia hanya menatap Fara dalam,

"Maaf", ucap Alfa akhirnya.

----------

"Ma, aku pulang...", teriak Fara.

Seorang wanita paruh baya datang dengan senyum hangat dari balik dapur.

"Udah pulang?", Saras merapikan poni Fara yang tampak lepek, "Hari ini kamu kok lesu banget?"

"Aku capek Ma", jawab Fara singkat.

Saras mengangguk, "Kamu udah makan?"

"Udah tadi di sekolah",

"Mm kalo gitu, sekarang kamu ke ruang tamu deh".

Fara mengerutkan dahi bingung, "Memang ada siapa? Papa udah balik dari luar kota?"

Saras tersenyum, "Nanti kamu juga tau sendiri".

Fara lalu menaruh sepatunya di rak, ia kemudian berjalan masuk ke dalam rumahnya. Dan sekarang ia mengerti. Fara tersenyum kecil ketika orang yang diperhatikannya itu kini sudah menyadari keberadaannya.

"Hy Fa!", sapa Ryan terlebih dahulu.

Fara tersenyum, ia lalu duduk di sofa, berhadapan dengan Ryan.

"Hy juga!", balasnya, "Udah dari tadi disini?"

"Nggak kok, barusan".

Fara hanya mengangguk. Beberapa menit kemudian keadaan menjadi agak canggung, tak tau harus membahas apa.

Apa gue harus mulai cari pembahasan? Pikir Fara.

"Yan?"

"Hmm",

"Lo putus sama Sandra?", tanya Fara akhirnya.

Yahh- mungkin agak aneh jika ia menanyakan hal ini, tapi tak ada obrolan, juga Fara yang sebenarnya juga cukup penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara dua pasangan good looking yang paling terkenal di sekolah itu?

"Iya, kita udah putus", jawab Ryan tenang, seakan itu bukanlah masalah untuknya.

"Kenapa? Bukannya kak Sandra suka sama lo dan lo juga..."

"Nggak!", potong Ryan segera, ia tersenyum kaku lalu menunduk, "Gue nggak pernah suka sama Sandra".

"Trus kenapa kalian pacaran?", tanya Fara bingung.

Helaan nafas berat terdengar dari bibir Ryan. Ahh- haruskah ia bercerita dengan Fara mengenai hal ini?

"Awalnya gue pikir gue suka sama dia karna dia cantik, tapi lama kelamaan gue bareng dia akhirnya gue sadar.. Cantik bukan tolak ukur untuk rasa suka seseorang".

"Mm", Fara bergumam, ia tersenyum kecil, "Lo emang dulu masih labil ya? Tapi sekarang kayaknya lo udah dewasa banget".

Ryan ikut tersenyum lebar, "Dan sekarang juga gue baru sadar kalo gue suka sama seseorang. Saat dia pergi dan ngejauh dari gue rasanya nggak nyaman banget".

"Ohiya! Siapa?"

"Orang itu lo Fa, gue suka sama Lo!"

-Deg-

Fara menatap Ryan tak percaya, apa barusan Ryan mengungkapkan perasaannya? Tapi kenapa.. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah Fara bahagia?

Fara memegangi dadanya, tak ada debaran yang biasa ia rasakan dulu saat Ryan mengatakan hal itu.

Fara menjawab ragu, "Maaf"...

Ryan terkekeh mendengar jawaban Fara, "Nggak usah tegang gitu kali, gue nggak suruh lo jawab kok, tapi karna sekarang lo jawab pernyataan gue, gue jadi beneran sakit hati tau nggak", candanya.

"Maafin gue Yan...", sesal Fara.

"Yaah- santai kali Fa, lo nggak inget dulu lo pernah bilang, lo nyatain perasaan lo cuman buat bikin hati lo lega kan? Dan akhirnya gue tau perasaan lo, itu semua sama kayak yang gue lakuin sekarang".

Fara memejamkan mata sejenak, berusaha menghilangkan beban yang ada di fikirannya.

"Gue nggak tau harus ngomong apa, tapi... Kayaknya gue udah terlanjur suka sama seseorang".

Ryan mengernyitkan dahi bingung.

Fara tersenyum, "Setidaknya gue harus sampaikan perasaan gue ke dia kan?"

Long timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang