Entah secara kebetulan saja atau tidak, Sherly berpapasan dengan abangnya Daniel ditengah jalan, lalu ia langsung saja menyeret lengan abangnya itu dengan paksa ke tempat parkir.
"Bang, jalan cepat sedikit kenapa sih? Gue takut kepergok lagi sama tuh mad dog tau. Abang masih marah sama gue? Nanti gue bakal cerita kok” ucap Sherly yang masih menyeret lengan abangnya itu lantaran berjalannya saja seperti siput belum dikasih makan.
Tapi, tiba-tiba langkah pun Daniel terhenti. Matanya menyipit melihat sesuatu yang aneh didepannya. Memandang sesuatu yang mengusik penglihatannya.
Yang benar saja? Gebetannya, Irene sedang berjalan berdu a sambil bercanda ria dengan...
Dimas
Tunggu dulu.Sherly yang heran dengan abangnya itu pun juga menoleh ke arah depan dan juga melihat apa yang dilihat abangnya itu.
"Bang?" Sherly menyikut lengan Daniel.
Daniel mengabaikan panggilan itu. Ia mungkin sekarang terlihat marah, matanya menatap tajam pada mereka berdua. Seperti api yang berkobar-kobar.
Daniel langsung melepas genggaman tangan Sherly lalu berjalan mendekat menuju ke arah itu, dengan tangan yang sudah terkepal kuat.
‘Waduh bang Daniel mau ngapain? gawat nih kalau sampai kelewat batas!’ Sontak saja dengan cepat Sherly segera menarik tangan Daniel dengan sigap, ia tau abangnya adalah tipe orang yang tidak bisa mengendalikan emosi.
"E-eh Bang, sabar dulu, abang mungkin cuma salah paham. Jangan gampang emosi gini lah."
"Salah paham apanya sih Sher?, Lo liat itu kan? dia jalan bareng sama orang lain."
"Yaelah bang... Jadi abang cemburu gitu? Mungkin mereka hanya kebetulan bertemu." balas Sherly meyakinkan abangnya yang masih saja emosi ini.
"Udahlah bang, jangan ditanggepin, oke? Sekarang kita pulang, waktunya sudah hampir gelap tau." Lanjutnya sambil menggandeng lagi tangan abangnya itu lalu pergi.
.
.
.Sherly POV
Mungkin sekarang abang gue, Bang Daniel masih saja ngambek gara-gara kejadian tadi. Sampe dia ngebut bawa motornya kayak pembalap dadakan. Gue sampe pegangan kenceng banget sama jaketnya. Takutnya jatuh gitu loh. Jalanan macet gini dia masih saja berani nyelip barisan truk-truk besar gitu, kesannya gue seperti ngebonceng sama Ghost Rider. Hadeh ngeri lah kalo buka mata gue.
"Banggg!! Jangan ngebut napa sih!?? Gue nggak mau mati mudaaa!!!" Gue berteriak sekeras mungkin dan menepuk-nepuk punggung bang Daniel, tapi memang sepertinya ia mengabaikan omongan gue.
Daniel sudah merasa adeknya itu ketakutan, tapi ia punya niat jahilnya tersendiri. Bukannya pelan, Daniel justru malah mempercepat laju motornya itu. ‘Hm? Kita lihat saja, apa lo akan semakin takut?’
“Kampret lo baanggg!!!!” Gue seperti merasakan nyawa gue sedang berpindah tempat.
.
.
.Alhasil, Sherly dan abangnya sudah sampai dirumah untungnya dengan selamat. Tapi, raut muka Daniel masih saja terlihat murung.
Habis makan malam, Sherly berniat untuk menghibur Daniel dengan mengajaknya bermain PS.
"Bang, nanti mau main PS ? Udah lama banget kita nggak main bareng loh." kata Sherly manja, mungkin saja abangnya bisa melupakan masalahnya sejenak.
"Nggak , lo main sendiri saja ya." Jawabnya dengan males dan berjalan mendahuluiku.
"Bang, jangan kayak gini ah. Nggak tau kenapa gue ikutan sedih juga kepikiran liat abang murung gini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Strangers
Подростковая литератураAsing. Mungkin kata itu yang pantas untuk mendeskripsikan seseorang yang tidak kalian kenal bukan? Dia, yang merubah hidup Sherly menjadi berwarna, juga bisa menjadi suram. Dia yang bisa membuat Sherly lupa akan semua tetesan cerita di masa lalu y...