#Chapter 3

491 24 0
                                    

Pesta pernikahan yang mewah dan megah baru saja berakhir dengan sukses. Ribuan tamu dari kalangan pengusaha hingga pejabat hadir. Rana, yang sudah menggunakan gaun tidur, sedang duduk di depan meja rias, membersihkan make-up di wajahnya ketika Mika masuk ke dalam kamar pengantin mereka masih mengenakan setelan jas.

Dengan cueknya, Mika mulai membuka jas, dasi, dan kemejanya. Rana melirik melalui cermin di hadapannya. "Mika," tegur Rana.

Mika hanya menoleh sekilas sambil melepaskan kancing kemejanya. "Kenapa?" tanya Mika dengan nada santai.

"Kamu nggak malu buka baju di sini?" tanya Rana, matanya masih terpaku pada cermin.

"Kenapa harus malu? Ini kamarku," jawab Mika dengan tenang.

"Tapi kan..."

"Kamu istriku," potong Mika, dan suaranya membuat Rana merasa terpojok. "Jangan-jangan kamu takut nggak bisa mengendalikan diri?" Goda Mika, yang langsung mengenai sasaran. Wajah Rana memerah.

Rana bangkit dari duduknya. "Mendingan tidur sama Oma," ujar Rana sambil berjalan menuju pintu.

Tepat saat Rana memegang knop pintu, Mika menahan tangannya. "Jangan keluar. Aku nggak mau ada omongan yang nggak-nggak. Aku nggak akan macem-macem. Kamu tidur di ranjang, biar aku tidur di sofa."

Mika menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. Ketika ia kembali ke kamar, Rana sudah tidur karena kelelahan.

"Selamat pagi, Rana," sapa ibu mertua Rana sambil menghampirinya. "Bagaimana semalam?" Pertanyaan itu kontan membuat Rana bersemu merah, malu.

Ini adalah hari pertamanya hidup sebagai seorang istri. Rana duduk di sebelah Mika sambil menikmati sarapan setelah sebelumnya menyuapi Oma sarapan di kamarnya. Oma lebih senang sarapan sambil berjemur di balkon kamarnya.

"Jadi, kemana kalian akan pergi honeymoon?" tanya papi mertua Rana.

"Belum kepikiran, Pi. Mungkin nanti lah. Sekarang kami masih capek," jawab Mika.

"Ya wajarlah, Pi, kalau mereka capek. Namanya juga malam pertama," goda Mami, membuat Mika hanya tersenyum simpul.

Selesai sarapan, semua kembali ke aktivitas masing-masing. Mika dan kedua orang tuanya berangkat ke kantor, sedangkan Rana, meskipun sekarang sudah menjadi nyonya muda di rumah ini, tetap menemani Oma.

Siang hari, Rana berencana pergi ke supermarket untuk berbelanja bahan masakan malam. Ia sudah memesan taksi online melalui aplikasi di handphone-nya. Di rumah itu memang ada beberapa sopir, tapi Rana tidak berani menggunakan fasilitas tersebut tanpa ada perintah dari Mika atau keluarganya.

"Ibu Rana, saya sudah sampai di tempat penjemputan," suara driver taksi terdengar di ujung telepon.

Rana bergegas keluar rumah. Namun, tepat saat Rana hendak membuka pintu taksi online, sebuah sedan hitam mengklakson, dan sosok laki-laki tampan muncul dari dalamnya.

"Pak, istri saya nggak jadi pakai taksi bapak. Tolong dicancel, ya pak," kata Mika sopan sambil memberikan beberapa lembar uang pada sopir taksi. Taksi itu kemudian pergi meninggalkan Rana yang berdiri mematung.

"Mau kemana?" tanya Mika.

"Keluar sebentar," jawab Rana.

"Kenapa nggak izin? Sekarang aku suamimu, aku wajib tahu kemana kamu pergi," kata Mika dengan nada menuntut.

"Gimana mau izin, kamu nggak di rumah," kilah Rana.

"Kan bisa telepon. Ini bukan zaman batu, Rana."

"Aku nggak punya nomor teleponmu," jawab Rana.

ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang