Chapter 11

591 31 12
                                    

Siang ini Oma bertingkah lagi. Lagi-lagi ia ribut dengan pengasuhnya dan salah satu dari pengasuhnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Dan otomatis Rana harus turun tangan untuk menenangkan Oma.

Oma hanya mau menurut dengan Rana. Karena kesabarannya, ia mampu menjinakkan seorang nenek tua dengan kelakuannya yang super ajaib.

"Oma, kalau semua pengasuh Oma berhenti, siapa yang akan mengurus Oma?" Rana berlutut di depan Oma yang duduk di kursi roda menghadap balkon kamarnya.

"Jadi kamu tidak mau mengurus Oma lagi?"

"Bukan begitu Oma. Aku tetap dan akan selalu menjaga Oma, mengurus Oma. Tapi seperti yang Oma tau, aku juga butuh mereka untuk membantuku."

"Dulu kamu bisa mengurus Oma sendirian. Kenapa sekarang tidak?"

Rana menarik nafas panjang. Memberi penjelasan pada Oma tidak jauh berbeda dengan memberikan penjelasan kepada seorang balita yang bersikeras ingin memakan gulali saat sedang batuk.

"Dulu aku hanya fokus pada Oma kan? Sekarang ada Mika yang harus kuurus juga. Setiap siang, Mika harus dibawakan makan siang ke kantornya. Dan Mika hanya mau masakanku saja."

"Dasar anak manja!" Oma semakin kesal.

"Sifat manja Mika kan dibentuk oleh Oma sendiri." Rana tersenyum geli.

"Iya aku terlalu memanjakannya. Tapi karena aku sangat menyayanginya." Oma menarik nafas dalam. "Rana, apa kamu benar-benar menyayangi Mika?"

"Ya, Oma. Aku sangat-sangat menyayangi Mika. Jauh dibandingkan dengan aku menyayangi diriku sendiri."

"Walaupun Mika menyebalkan?"

"Iya, Oma." Rana tersenyum.

Setelah menghabiskan waktu nyaris satu jam untuk membujuk Oma, Rana bergegas ke dapur untuk melanjutkan acara masaknya yang tertunda.

Sebentar lagi jam makan siang. Ia tidak ingin terlambat tiba di kantor Mika.

Tanpa diduga, perjalanan menuju kantor Mika terhambat karena jalanan yang begitu macet.

"Pak, saya turun disini aja." Ucap Rana pada sopir yang mengantarnya.

"Tapi, Non..."

"Gapapa saya lanjut pakai ojek online aja.  Saya takut macetnya masih lama. Bapak lanjut aja, nanti kita ketemu di kantor Mika. Atau klo terlalu lama, bapak boleh putar balik ke rumah. Nanti saya pulang naik taxi."

Rana turun dari mobilnya dan melanjutkan perjalanan dengan ojek online yang dipesannya.

Untung hari ini Rana mengenakan celana jeans panjang dengan kemeja berpotongan sederhana berwarna peach, sehingga ia tidak terlalu ribet ketika naik ojek sambil membawa lunch bag berisi makan siang untuk Mika.

Ternyata jalanan sangat macet karena ada sebuah truck bermuatan semen yang terguling melintang di tengah jalan dan masih sedang proses evakuasi. Bahkan sepeda motor saja sulit untuk menyelinap mencari celah.

Langit yang tadinya sudah mendung menjadi bertambah gelap dan rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi dan Rana yang masih berjuang menuju kantor Mika.

"Bu, apa ibu mau berteduh dulu?" Tanya driver ojek yang ditumpangi Rana.

"Kalau bapak tidak keberatan, diteruskan saja pak. Saya sedang mengejar waktu."

Dan sang driver pun meneruskan perjalanan hingga lokasi tujuan.

Tiba di kantor Mika, Rana sudah basah kuyup. Dia mengucapkan banyak terima kasih pada driver ojek yang mengantarnya dan tidak lupa memberikan sedikit tip untuknya.

Rana membuka pintu ruangan Mika saat Mika sedang berdiri dengan gelisah sambil memegangi handphonenya.

"Ya Tuhan, Rana. Aku mengkhawatirkanmu." Mika langsung menghampiri Rana yang baru melangkahkan kaki masuk kedalam ruangan itu.

"Aku meneleponmu puluhan kali, tapi tak satupun yang kamu angkat." Mika menggiring istrinya untuk duduk di sofa.

"Jalanan macet dan aku memutuskan naik ojek untuk sampai disini. Ternyata di tengah jalan, hujan turun sangat lebat."

"Kenapa tidak berteduh?"

"Aku takut maag mu kambuh, Mika. Apalagi pagi tadi kamu tidak sempat sarapan karena ada meeting pagi."

"Dasar bodoh. Kamu bisa sakit kalau seperti ini."

"Yang penting bagiku, kamu tetap sehat."

Mika tertegun. Ia merasa tubuhnya bagai tersiram dengan seember air es. Ia tidak menyangka Rana lebih mengkhawatirkannya dibanding dirinya sendiri.

Karena tidak ada pakaian wanita, Rana terpaksa memakai kemeja milik Mika yang memang tersedia di kantornya.

"Hatchim.... hatchim..." Rana mulai bersin-bersin.

"Sepertinya kamu flu, Rana."

"Ya, aku merasa sedikit demam."

Mika meletakkan piring yang sudah kosong keatas meja di hadapannya lalu menghampiri Rana kemudian memeluknya.

"Berjanjilah Rana, kamu tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Pikirkan kondisi tubuhmu. Lambungku masih bisa menanti. Demi Tuhan aku benar-benar khawatir."

Rana mendongak, menatap Mika yang masih memeluknya.

"Kamu mengkhawatirkanku?" Mika mengangguk mantap. "Apa itu artinya kamu mulai mencintaiku?"

Wajah Mika bersemu merah. Ia tidak tau perasaan apa yang yang sedang dirasanya.

"Kenapa tidak menjawab Tuan Mikael?" Rana melanjutkan godaannya.

"Aku menyayangimu, Rana." Mika mengecup puncak kepala Rana.

Rana tersenyum bahagia. Tak apa jika sekarang ia harus demam dan flu. Ia rela. Sangat rela jika balasannya ia bisa mendengar kalimat yang sudah dinantinya selama hampir setengah tahun ini.

***

Karena mengkhawatirkan kondisi Rana, Mika memutuskan untuk pulang lebih awal bersama Rana.

Dan benar saja, di perjalanan menuju pulang, suhu tubuh Rana meninggi. Bahkan dalam tidurnya sepanjang jalan, beberapa kali Rana mengigau.

Mika membopong tubuh Rana keatas menuju kamar mereka. Ia meletakkan tubuh Rana dengan hati-hati diatas ranjang.

Mika membuka kancing kemejanya yang dikenakan oleh Rana.
Karena walaupun pakaian luarnya kering, pakaian dalam dan celana jeans Rana tetap basah.

Mika memutuskan untuk menggantikan pakaian Rana.

Ini untuk pertama kalinya Mika melihat tubuh polos Rana tanpa sehelai benangpun.

Tanpa aba-aba kenjantanannya mulai mengeras dan terasa sesak.

"Tenang Mika, ini bukan saat yang tepat." Mika berusaha menenangkan hatinya.

Dengan penuh perjuangan yang tidak mudah, bahkan harus meneteskan keringat, Mika berhasil mengganti seluruh pakaian Rana dengan piyama.

Mika hendak keluar dari kamar untuk mengambil baskom dan air hangat untuk mengompres Rana ketika Rana memanggilnya.

"Mika, jangan pergi."

Mika mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk di tepi ranjang.

Rana memeluk tangan kanan Mika.

"Dingin..." Rana meracau.

Mika menaikkan selimut tebal sebatas dada Rana, namun Rana tetap menggigil kedinginan.

Tiba-tiba dia ingat teori yang pernah dibacanya dari sebuah majalah kesehatan.

Mika bangkit dan berdiri kemudian membuka kemejanya. Sekarang ia sudah telanjang dada.

Ia masuk kedalam selimut Rana dan memeluknya.

Ia berharap demam Rana segera turun.

ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang