Chapter 6

488 28 2
                                    

Jam makan malam sudah tiba, namun Oma belum juga tiba di ruang makan. Tidak seperti biasanya. Biasanya justru Oma yang akan pertama kali tiba di ruang makan menunggu yang lainnya.

"Biar aku susul Oma ke kamar." Rana bangkit dari kursinya dan meninggalkan mertua serta suaminya.

Rana membuka pintu kamar Oma dengan hati-hati dan melihat Oma sedang marah-marah pada dua orang pengasuhnya.

"Oma kenapa tumben belum ke ruang makan? Oma nggak lapar?" tanya Rana sambil berlutut di hadapan Oma yang duduk di tepi ranjangnya.

"Oma nggak mau makan!" jawab Oma ketus.

"Kenapa?" tanya Rana sabar.

"Oma nggak mau diurus mereka." Oma menunjuk dua pengasuhnya.

"Lho kenapa Oma? Mereka kan baik."

"Oma ini cuma mau diurus sama kamu. Kenapa kamu jadi nggak pernah urus Oma? Kalau tau gini Oma nggak akan ijinin Mika nikahin kamu!"

"Oma..." Rana menggenggam tangan Oma. "Maaf ya kalau akhir-akhir ini aku agak jarang urus Oma. Aku pengen seperti Oma. Jadi istri yang baik buat Opa. Kan Oma sendiri yang bilang kalau selama menikah, Oma total mengurus semua keperluan Opa. Aku bangga sama Oma, makanya aku pengen seperti Oma. Jadi istri terbaik buat suami." Rana tersenyum. "Aku janji, setelah ini aku akan bagi waktu antara urus Mika dan urus Oma. Aku butuh mereka buat bantu jagain Oma. Oma nggak mau kan kalau Mika diurus perempuan lain?"

"Ya enggaklah. Cuma kamu yang berhak urus cucu kesayangan Oma itu." Wajah Oma melembut.

"Kalau gitu sekarang Oma harus makan. Jangan biarin cucu kesayangan Oma itu sedih karena liat Oma lemes." Oma mengangguk. Kedua pengasuh Oma berusaha memindahkan Oma yang awalnya duduk di ranjang ke sebuah kursi roda.

Rana sempat merapikan tempat tidur Oma sebelum meninggalkan kamar itu.

"Terima kasih Rana." Ucap Mika yang ternyata berdiri di ambang pintu kamar. "Terima kasih sudah menjaga Oma, menyayangi Oma."

***

Rana mengetuk pintu ruang kerja Mika yang terhubung dengan kamar tidur sebelum akhirnya masuk ke dalamnya.

Ia membawa nampan berisi segelas teh panas dan segelas coklat panas serta beberapa potong bolu yang baru saja selesai dipanggangnya.

"Apa kamu berniat membuatku menjadi boss besar, Rana?" tanya Mika setelah menghabiskan sepotong bolu. Rana menatapnya bingung. "Aku rasa sebentar lagi aku harus mengganti semua pakaian yang ada dalam lemari. Aku menggendut, Rana."

Rana tertawa. "Oke, kalau begitu berhentilah memakan bolu itu." Mika baru saja mengambil potongan bolu kedua. "Atau aku yang harus berhenti memasak?"

"Jadi kue ini buatanmu?" tanya Mika tak percaya setelah menggigit bolu keduanya. Rana mengangguk. "Aku pikir buatan Pak Koki. Aku suka bolu ini. Besok bisa buatkan aku brownies?"

Rana mengangguk sambil tersenyum. Tidak sia-sia ia membeli beberapa buku resep dan mencoba mempraktekannya.

"Mami sudah coba?" tanya Mika kemudia menyesap teh panasnya. Rana mengangguk. "Mami pasti marah-marah karena kamu sukses menggagalkan dietnya."

Memang benar, Mami selalu selektif memilih makanan yang masuk ke dalam perutnya. Selain alasan kesehatan, ia juga ingin tetap langsing di usianya yang tidak lagi muda.

Manusia memang aneh, yang gemuk ingin menjadi kurus, sedangkan yang kurus seperti Rana dituntut untuk menjadi lebih gemuk untuk bisa menarik di hadapan suaminya.

ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang