Chapter 9

499 28 8
                                    

Rana dan Mika sedang dalam perjalanan menuju rumah Paman. Mereka berencana akan pergi ke taman bermain bersama. Sekedar menyenangkan hati anak-anak Paman, kata Mika saat mencetuskan ide pergi bersama.

Paman memiliki empat orang anak termasuk Amira. Adik-adik Amira yang masih kecil-kecil tentu sangat senang saat diberitahu akan berwisata ke taman bermain dengan banyak wahana di dalamnya. Sejak mereka lahir, mereka belum pernah berkunjung ke tempat yang selama ini hanya pernah mereka dengar saja dari teman-teman sekolahnya.

Jangankan anak-anak Paman, Rana sendiri pun belum pernah sama sekali pergi ke taman bermain seperti itu.

"Mika..." panggil Rana saat mereka berdua masih di tengah perjalanan menuju rumah Paman. Mika hanya berdehem menjawab panggilan Rana. "Aku ngerasa hubungan kita jadi lebih kaku sejak beberapa hari lalu." Rana mengutarakan kegundahannya.

"Apa kata-kataku beberapa hari lalu mengganggumu?" tanya Rana hati-hati.

"Kata-kata yang mana?" Mika pura-pura tidak paham arah pembicaraan mereka. Walau sebenarnya ia sangat tau maksud Rana.

Rana duduk dalam gelisah. Lidahnya terlalu kelu. "Kata-kataku waktu kita makan siang di rumah orangtuaku." Rana menarik nafas berat.

"Kamu pengen hatiku?" tanya Mika sambil terus menatap lurus ke depan.

Rana mendelik. Ternyata Mika mengingat semuanya.

"Rana, aku gak bisa janji kapan aku bisa ngasi semua perasaanku ke kamu. Tapi kamu harus tau kalo sampe saat ini, aku terus dan selalu berusaha untuk itu. Aku selalu berusaha buat numbuhin perasaan itu ke kamu. Kamu tolong bantu aku buat ngasi pupuknya." Mika tersenyum kearah Rana lalu kemudian kembali fokus dengan kemudinya.

Rana tersenyum sekedarnya. Ia tau jika selama ini Mika selalu berusaha menjadi sosok suami yang sempurna untuknya. Menjaganya, melindunginya, memperhatikannya dan perlahan mengubah sikap dinginnya.

Namun Rana berfikir, sampai kapan semua seperti ini. Memiliki raga Mika hingga banyak wanita mendadak patah hati, namun tak juga bisa menggenggam hatinya seperti yang dilakukan Vera dulu.

"Mobil satunya kayaknya sempit deh, gue nebeng di mobil loe aja ya Ran?" Amira melirik Mika. "Boleh kan, Mik?"

Mika memang mengajak seorang sopir untuk membawa satu mobil lagi karena tau mobilnya gak akan cukup untuk membawa keluarga Paman.

Mika duduk di belakang kemudi, Rana di samping kirinya dan Amira di bangku belakang. Sementara Paman, Bibi dan ketiga adik Amira ada di mobil lain bersama sopir.

Sepanjang jalan Amira mengoceh tentang banyak hal. Dan terkadang terkesan menyudutkan Rana. Sebaliknya, Rana lebih banyak diam.

"Ran, elo tuh kudunya belajar nyetir. Jadi kalo elo mau pergi gak bergantung sama Mika terus. Jadi gak manja." Amira meracau.

"Kalopun bisa nyetir, gue gak bakal ijinin Rana nyetir mobil sendirian. Ada gue yang bisa anter0anter dia dan gue gak ngerasa direpotin. Atau kalo gue gak bisa anter, ada sopir yang selalu stand by buat Rana." Mika menjawab dengan ekspresi datar.

"Oh so sweet banget. Gue mau lah punya laki kaya elo."

"Masalahnya gue ini limited edition."

"Yaudah kalo gitu sekali-kali lah gue pinjem laki loe, Ran, buat nemenin kondangan. Hahaha..."

"Apa yang lucu sih, Mir?" Rana mulai kesal. "Daritadi gue diem aja, elo malah makin menjadi-jadi gini."

"Eh inget ya Ran..."

"Rana punya utang budi sama bokap loe?" Mika menyela. "Utang budinya kan sama bokap loe, dan bokap loe santai-santai aja tuh. Kok disini keliatannya yang sewot malah elo ya?"

ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang