Rana baru saja selesai mengurus Oma ketika Mika tiba di rumah setelah seharian sibuk di kantor. Wajahnya terlihat jauh lebih lelah dibanding hari biasanya.
"Mika, kamu baik-baik aja?" Tanya Rana yang mengekor ke dalam kamar mengikuti Mika.
Mika melonggarkan dasinya, membuka kancing kemejanya. Kini tubuh bagian atasnya terekspose dengan sempurna.
Bukan kali pertama bagi Rana melihat pemandangan ini. Namun ternyata rasanya tetap sama, jantungnya berpacu seratus kali lebih cepat dari biasanya. Karena walau bagaimanapun, Rana tetaplah wanita dewasa yang normal.
"Aku lelah sekali, Rana. Aku mau istirahat dan mungkin nggak akan ikut makan malam. Bahkan untuk berganti pakaianpun sepertinya aku nggak punya cukup tenaga."
Mika merebahkan tubuhnya di atas ranjang masih dengan celana bahan dan sepatu kerjanya. Ia memejamkan matanya.
Rana mencopot kedua sepatu dan kaos kaki yang dikenakan oleh Mika. Sejenak ia ragu, apakah ia harus melepas ikat pinggang yang dikenakan oleh Mika atau tidak. Karena pasti sangat tidak nyaman tidur dengan menggunakan ikat pinggang kulit yang cukup tebal.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan ikat pinggang yang digunakan oleh Mika.
"Rana, aku lelah sekali. Kalau kamu ingin menggodaku, tolong jangan sekarang. Aku nggak punya cukup tenaga untuk bergoyang bersama." Mika meracau sambil tetap memejamkan mata.
"Dasar mesum! Aku cuma mau melepaskan ikat pinggangmu supaya tidirmu lebih nyaman, tuan besar."
"Kalau begitu tolong sekalian bukakan celanaku. Aku nggak akan nyaman tidur tanpa seragam kolorku."
Rana membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah celana kolor milik Mika. Sejenak ia bingung bagaimana cara membukakan celana bahan yang dikenakan oleh Mika yang sudah mendengkur halus.
Perlahan ia mencoba membuka celana milik Mika walau tidak mudah karena tubuhnya yang berat. Nmun ternyata Mika cukup kooperatif dengan mau mengangkat sedikit bokongnya.
Setelahnya, Rana memakaikan celana kolor yang biasa digunakan Mika untuk tidur.
"Rana..." Panggil Mika saat Rana baru melangkah akan meninggalkan kamar itu. Seketika ia mengurungkan niatnya dan memutar tubuhnya kearah Mika.
"Bisa tolong peluk aku?" Tatapan mata Mika begitu sayu.
Dengan sukarela Rana membungkukkan tubuhnya dan membiarkan Mika memeluknya.
"Naiklah." Mika mengomando Rana untuk naik keatas tubuhnya. "Jangan sampai pinggang cantikmu encok karena memelukku."
Rana menurut. Walau dengan gugup karena ini pertama kalinya mereka melakukan hal yang sangat intim.
Mika memeluknya erat, kemudian mengecup bahu Rana yang tertutup pakaian secara berulang2 sambil sesekali merapikan rambut Rana yang tergerai.
Nafas Rana semakin memburu ketika ciuman Mika semakin intens menyerang wajahnya kemudian bersarang di bibirnya.
Ciuman yang begitu panas dan tanpa jeda. Rana terengah-engah namun tak ada niatan sedikitpun untuk melepaskan bibirnya yang bersatu dengan bibir Mika yang semakin rakus.
Perlahan, Rana mulai mampu menyeimbangkan permainan bibir Mika yang semakin buas. Ia mengesampingkan rasa kebas di bibirnya.
Mika mengerang lalu memutar tubuhnya, kini tubuh mungil Rana ada di bawah tubuh kekarnya tanpa sedetikpun melepaskan bibirnya yang terasa hangay dalam bibir mungil Rana.
Kejantanannya mulai mengeras dan ia merasa harus mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuhnya.
"Rana..." ucap Mika terbata-bata. "Aku... menginginkanmu..."
Rana tetap sadar dan bertanya "Do you love me?"
Mika melepaskan pagutannya. Ia menggulingkan tubuhnya ke samping Rana. Ia seperti tertampar dengan keras ketika menyadari pertanyaan Rana.
Sebagaimanapun keegoisan dalam dirinya, ia tetap berusaha memegang janjinya untuk tidak melakukan hubungan itu tanpa ada rasa cinta.
Air mata Rana menitik. Ia menyadari ternyata sejauh ini, Mika belum mencintainya seperti ia mencintai Mika.
Mika memeluk erat tubuh Rana, mengusap airmata di kedua pipi istrinya itu.
"Maafkan aku, Rana. Tunggulah sebentar lagi, hatiku akan menjadi milikmu."
Rana membalas pelukan hangat Mika sampai mereka tertidur dan menghabiskan sepanjang malam dengan tidur dalam pelukan hangat pangeran impiannya.
***
Mika baru saja selesai mandi ketika Rana sedang menyiapkan pakaian kerja untuknya.
Mika memeluk Rana dari belakang dengan erat lalu mencium pipi kanannya.
"Nyenyak semalam, nyonya?"
Rana menjawab dengan anggukan dan senyum malu-malu.
"Baiklah, mulai hari ini, aku akan terus memelukmu sepanjang malam sampai kita menua bersama."
Rana benar-benar tidak menyangka, laki-laki dingin itu bisa berkata-kata semesra itu padanya.
Apakah ini sebuah pertanda bahwa Rana sudah mampu memenangkan hati seorang Mikael Wijaya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever
RomanceRana diam-diam mengagumi cucu dari majikannya. Meskipun laki-laki itu begitu dingin, namun pesonanya terpancar kuat dan mampu membuat siapa saja mendadak jatuh cinta padanya. Termasuk Rana, gadis biasa saja. Rana sering berkhayal berada dalam peluka...