Sara menemui Mira di perpus. Sahabatnya ini dihukum Pak Budi (guru Fisika) untuk membersihkan perpus saat jam pulang sekolah. Dilihatnya Mira tampak enjoy saja menjalani hukuman ini. Sara berdecak, bagaimana bisa ada orang yang senang diberi hukuman?
Mira tersenyum sekilas ke arah Sara kemudian melanjutkan bersih-bersihnya lagi. Sara yang bosan dengan semua ini kemudian berdiri menemui Mira di sebelah rak buku sejarah.
Sara mengerucutkan bibir sambil menyenderkan badannya di rak. Mira memberhentikan aktivitas nya kemudian mengamati wajah Sara.
"Gue bingung Ra." Sara mengawali pembicaraan.
"Kenapa lo?"
Sara masih membisu. Mira kembali ke aktivitasnya kemudian berbicara lagi, "Gue selesaiin ini dulu trus kita ke cafe biasa."
Sara mengangguk kemudian berjalan mengambil tas dan menunggu Mira di depan perpus.
Tak berselang lama, Mira keluar dan keduanya berjalan beriringan menuju cafe terdekat dari sekolah mereka.
Setibanya di cafe, Mira berjalan mendahului Sara untuk ke kasir. Ia memesan fried chicken, spaghetti bolognese, french fries ditambah milkshake oreo dan jus melon.
Mira duduk di kursi yang dipilih sahabatnya.
"Cerita Sar."
"Gue habis dapat tawaran dari Aksa."
"Wait! Aksa? Ada urusan apa lo sama bintang Nirwana?"
"Dia minta gue jadi pacar pura-pura dia. Kalo gue mau, pangkat ayah di perusahaan bokapnya bakal dinaikin dan otomatis gajinya juga bertambah."
"Trus?"
"Iya dia ngelakuin itu buat balas dendam sama kak Elisa."
"Gue saranin jangan deh Sar. Nggak ada orang yang mau dibayar cuma jadi pacar pura-pura. Konyol banget!"
"Gue juga belum jawab kali Ra."
"Tapi kalo gue terima, ayah gue jadi agak tenang. Gajinya nambah dan itung-itung bisa bayar utang."
Mira terdiam. Jika sudah menyangkut urusan ayahnya, Sara selalu lemah tak berdaya. Hanya ayah, harta satu-satunya Sara yang ia miliki setelah kematian ibunya.
"Tapi masalah lo? Ini urusan hati Sar, bukan urusan uang!"
Satu sisi, Mira tak mau jika temannya ini dijadikan sebagai orang bayaran untuk melakukan suatu permainan konyol. Satu sisi lainnya, ia juga tak tega dengan kondisi keuangan ayah Sara yang semakin hari semakin banyak pengeluaran.
"Gue paling sensitif kalo suatu masalah menyangkut hidup ayah dan gue. Gue sayang banget sama ayah, gue kasihan sama ayah karena harus banting tulang buat kerja, bayarin sekolah gue, dan bayar utang karena operasi gue beberapa bulan yang lalu."
Lagi dan lagi Sara selalu memikirkan ayahnya tanpa memperhatikan hatinya.
"Trus kalo lo sama Aksa, hubungan lo sama Hendra gimana?"
"Gue juga gatau. Kata Dandi, mending gue sama Aksa aja daripada sama Hendra digantung mulu."
"Hati dan logika manusia kadang nggak sejalan. Gue juga nggak tahu darimana konsep ini diterapkan. 2 hal itu emang nggak bisa bersatu tapi didalam hidup kita harus berani memilih. Mengikuti hati atau mengikuti logika."
"Bener lo Ra."
Pesanan Mira datang. Mira menatap Sara yang masih terdiam sambil menduduk. Diambilnya tangan Sara kemudian digenggam erat.
"Gue akan jadi sahabat lo selamanya! Jangan sedih Sara! Apapun keputusan lo akan gue dukung."
Sara tersenyum mendengar ucapan Mira. Keduanya berpelukan.
"Makan yang banyak biar lo gendutan," kekeh Mira menyindir Sara yang tubuhnya semakin kurusan.
"Iya deh iya."
Kedua tertawa lepas sambil mencubit pipi satu sama lain.
Memang dalam kehidupan diperlukan seorang sahabat yang siap menemani kita dimanapun, kapanpun, dan apapun kondisinya.
***
Aksa, Rian dan Dandi sedang berada di suatu mall pembelanjaan yang terkenal. Ketiganya sedang berputar-putar mencari toko alat musik yang bagus. Sesekali sendau gurau terjadi diantara tiga sohib ini.
Setelah hampir 30 menit mencari, ketiganya menemukan toko alat musik terlengkap yang ada di dalam mall ini.
Dandi nyelonong masuk begitu saja tanpa menunggu kedua temannya dibelakang. Dunia Dandi adalah gitar gitar dan gitar. Katanya, suatu saat ia akan menjadi gitaris ternama di Indonesia. Kita aminni saja.
Aksa dan Rian berjalan masuk sambil melihat-lihat alat musik yang dijual di store ini. Tiba-tiba Aksa teringat sesuatu, ia mencari-cari Dandi kemudian langsung menghampirinya.
Dandi sibuk dengan koleksi gitar yang dipamerkan di store. Ia mencoba semua jenis gitar sesekali selfie dengan gitar yang seolah-olah miliknya, padahal milik toko.
"Lo tadi bilang apa aja sama Sara?"
"Hah? Lo bicara sama gue?"
"Hm"
"Gue bilang, lo mau nggak jadi pacar pura-pura Aksa? Ntar kalo lo mau, pangkat bokap lo diperusahaan bokap Aksa bakal dinaikin tuh."
"Goblok banget sih lo!" Aksa menoyor kepala Dandi dengan keras.
"Apaan sih?!"
"Mana bisa gue naikin pangkat bokapnya Sara? Cetek banget otak lo!"
"Yaelah Sa, kelemahan Sara tuh cuma ada dibokapnya. Kalo lo mau naikin pangkat bokapnya, gue jamin dia pasti mau nerima tawaran itu."
"Tau ah."
Aksa semakin kesal saja dengan Dandi. Temannya yang satu ini suka melakukan hal-hal ekstrim diluar batas kemampuan mamusia.
Hari ini memang hari paling menyebalkan bagi Aksa. Dari diputusin Elisa sampai ia harus mengikuti ajakan Dandi yang konyol itu. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
***
Dandi Febrian
Gimana Sar?
Gimana apanya?
Udah punya jawaban?
Belum.
Pikirin baik-baik, Sar. Demi kebaikan ayah lo.
Iya Dan.
Sara membanting tubuhnya ke kasur sambil menatap langit-langit kamarnya. Ia berpikir keras untuk mengambil keputusan. Untuk sekarang, ia hanya ingin memikirkan kondisi keuangan ayahnya yang setiap hari harus membayar hutang karena operasinya beberapa bulan yang lalu.
Sara terduduk kemudian mengambil selembar kertas dari bukunya. Dituliskannya masalah yang menimanya hari ini. Semua curhatan hatinya ia tuangkan di kertas itu.
Ia melipat setiap sisi kertas kemudian dibentuk menjadi pesawat kertas. Ia keluar kamar kemudian menaiki tangga untuk sampai di rooftop rumahnya.
Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya yang putih, Sara tersenyum tipis kemudian diterbangkannya pesawat tadi, berharap akan ada yang membacanya.
-TBC