Jaman dahulu kala di sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang pemuda bersama ayah tiri dan dua saudara tirinya. Sedangkan orang tua kandung pemuda itu telah meninggal. Ibunya meninggal saat dia masih berusia tujuh tahun. Dan dua tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dengan seorang lelaki yang memiliki dua putra dari pernikahan sebelumnya.
Salah satu putranya berusia empat tahun lebih tua darinya, sedangkan putra lainnya dua tahun lebih muda darinya. Di awal pernikahan ayahnya, pemuda itu merasa bahagia karena akhirnya dia mempunyai keluarga yang lengkap lagi. Dia bahkan memiliki saudara yang belum pernah dia miliki sebelumya.
Namun semua itu berubah setelah ayah kandung pemuda itu meninggal. Diusianya yang ke-lima belas, ayah kandung pemuda itu meninggal karena sakit paru-paru yang dideritanya sejak tiga tahun terakhir. Ayahnya meninggalkan rumah, perkebunan dan warisan untuknya, namun karena dia masih dibawah umur ayah tirinya lah yang mengurus semuanya.
Dia berhak mewarisi semuanya setelah dia menginjak usia dewasa yaitu dua puluh tahun. Ayah dan saudara tirinya juga mendapat bagian warisan. Namun mereka baru berhak mendapatkan warisan tersebut setelah si pemuda beranjak dewasa dan atas persetujuannya.
Sikap ayah tirinya yang dulu selalu memanjakannya, kini berubah seratus delapan puluh derajat semenjak ayah kandungnya meninggal. Sikap baik dan rasa sayangnya selama ini hanya kepura-puraan semata. Setelah kematian ayah kandungnya, ayah tirinya mulai memperlakukannya semena-mena. Ayah tirinya memecat semua pembantu dirumah itu dengan alasan pemborosan. Kemudian dia menyuruh pemuda itu yang mengerjakan pekerjaan rumah.
"JIHOON!!" Teriak Jisung dari ruang tengah.
"Kenapa ruangan ini berantakan sekali? Apa kau tidak membereskannya?" raungan Jisung menggema di ruangan itu. Ditunggunya selama beberapa saat, tapi tidak ada jawaban dari si pemuda.
"JIHOON!! APA KAU TULI?? KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU HAH!!" Urat-urat kini tampak menonjol jelas di leher Jisung.
"Aduh ayah, kenapa pagi-pagi kau berisik sekali? Ini kan hari Minggu, kau menggangu tidur cantikku!"
Seorang pemuda menggerutu keluar dari kamarnya dengan keadaan yang tampak masih mengantuk. Matanya masih setengah terpejam dan jalannya pun terseret-seret.
"Dasar bocah kurang ajar! Berani-beraninya kau mengataiku berisik. Kenapa ruangan ini berantakan? Playstationmu bahkan masih menyala. Dan cd games mu berserakan dimana-mana. Kenapa tidak kau bereskan? Sampai jam berapa kau bermain games semalam?"
Jihoon yang diberondong pertanyaan dan teriakan bertubi-tubi itu hanya menguap sembari menggeliatkan badannya.
"Sudah biarkan saja, nanti aku akan main lagi. Jangan di matikan, levelku sudah jauh, aku tidak mau mengulanginya lagi," jawab Jihoon enteng.
"JIHOON HYUNG!! Dimana jaketku yang baru kubeli minggu lalu?"
Suara cempreng menginterupsi pertikaian mereka. Seorang pemuda berperawakan kurus kecil dengan rambut pirangnya datang sambil berkacak pinggang.
"Jaket apa? Aku tidak melihatnya," sanggah Jihoon.
"Jangan bohong, tiga hari yang lalu aku menyuruhmu untuk mencucinya. Tapi sampai sekarang tidak ada di lemariku. Kau pasti mengambilnya!" Tuduh Daehwi, adik tiri si pemuda.
"Oh jaket denim itu. Karena kau berikan padaku, kupikir itu untukku jadi ya kupakai. Lagipula jaket itu terlalu besar untuk tubuh kurus keringmu. Lebih pantas untuk tubuhku yang seksi dan berisi ini."
"APA? Aku menyuruhmu mencucinya bukan memberikannya kepadamu!" teriak Daehwi dengan histeris.
"Ayah, dia mengambil jaket baruku. Padahal aku saja belum pernah memakainya." Rengek Daehwi kepada ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella's Step Brother - OngHwang
Hayran KurguA jerk prince, a lazy Cinderella, a too kindhearted step brother and a fail fairy godfather An OngHwang Story for OngHwang week A Cinderella's Parody