3. Pengakuan Cinta

1K 47 4
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak 15 menit lalu. Maura yang berdiri di gerbang sekolah menatap gelisah ponsel di tanganya. Sudah berkali-kali Maura mencoba menelfon Mamanya, tapi tidak diangkat. Lalu bagaimana ia bisa pulang? Semua angkot yang lewat di depanya sudah penuh, baik oleh siswa di sekolahnya ataupun dari sekolah lain.

Semua sahabatnya telah pulang duluan. Maura jadi menyesal sudah menolak ajakan Riko untuk pulang bareng.

“Belum dijemput?” suara bariton milik Damar mengagetkan Maura yang sedang mengutak-atik ponselnya.

“Kok lo masih di sini?” bukanya menjawab, Maura justru melempar pertanyaan pada Damar.

“Kalau ditanya itu dijawab, bukan balik nanya, Muara Pradipta Nugroho!” kesal Damar.

Maura hanya nyengir.

“Abis gue kaget lihat lo tiba-tiba nongol di depan gue. Bukanya tadi lo langsung ke parkiran dan pulang ya?”

“Nggak jadi.”

“Kenapa?”

“Karena gue nungguin lo dodol. Udah cepet naik. Gue anterin.” titah Damar.

Belum sempat maura menjawab, Damar langsung menarik tangan Maura untuk naik ke motornya.

“Dasar tukang maksa!” cibir Maura.

Damar tersenyum sekilas sebelum menjalankan motornya. Ia memacu motornya dengan kecepatan sedang.

Tak ada pembicaraan selama perjalanan, mereka fokus pada pikiran masing-masing. Damar dengan rencananya dan Maura yang diam-diam teringat akan kondisi Omanya.

“Damar, ini kan bukan arah rumah gue?” tanya Maura binggung setelah sadar yang mereka lewati bukan jalan ke arah rumahnya.

“Emang.” jawab Damar cuek.

“Terus kita mau kemana? Jangan-jangan lo mau culik gue ya?” pertanyaan Maura kontan membuat Damar tertawa.

“Ngapain gue nyulik lo, yang ada bukan tambah untung malah rugi gue.”

Maura mendengus kesal. “Terus lo mau bawa gue kemana?”

“Kita makan dulu, gue laper.”

Setelah berfikir sejenak akhirnya Maura mengangguk menuruti Damar.

“Lo yang tlaktir!” seru Maura. Damar mengangguk membuat Maura bersorak senang.

Diam-diam Damar melirik tingkah lucu Maura melalui kaca spion motornya. Benar-benar seperti anak kecil pikirnya, tapi Ia suka. Ia menyukai semua ekspresi Maura yang terlihat menggemaskan baginya, terkecuali ekspresi sedih apalagi kalau Maura menangis. Walaupun selama ini damar tidak pernah melihat Maura menangis, tetap saja Ia tidak suka karena itu sama saja seperti menyakiti hatinya.

Ya, Damar memang meyukai Maura,e bahkan dari pertama mereka berteman. Tapi ia selalu memendam perasaan tersebut karena menghargai persahabatan mereka selama ini. Ia tidak mau menjadi egois dan mengahancurkan persahabatan itu hanya karena cinta. Namun disisi lain Damar juga tidak mau terus menyimpan perasaannya yang semakin tumbuh dan menjadi pengecut.

“Lo mau pesen apa, Ra?” tanya Damar.

Mereka sudah berada di salah satu cafe selama 10 menit, dan Maura hanya membolak-balikan menu makanan di hadapannya, menghiraukan Mbak Waiters yang sedari tadi menunggu untuk mencatat pesanan.

“Ra!” panggil Damar lagi.

Maura mendongak dengan senyum teranehnya. “Gue binggung mau makan apa.”

Sungguh, Damar ingin sekali mencubit pipi Maura sekarang.

“Gue pesen minum aja deh. Jus apel ya, Mbak.” ucapnya pada Mbak Waiters yang mungkin mulai bosen menunggu pelangganya yang satu ini. walaupun begitu Mbak Waiters tetap menampakan keramahannya dengan tersenyum.

“Mohon ditunggu sebentar.” ucap Mbak Waiters usai mencatat pesanan Maura dan melenggang pergi.

Tidak ada pembicaraan setelah Mbak Waiters itu pergi. Maura sedang asik melihat keluar jendela, menyaksikan lalu lalang mobil dan aktifitas lain di sekitarnya. Sedangkan Damar yang biasanya hobby menjaili Maura kini tengah bergelut dengan pikiranya. Menimbang rencana yang akan dilakukanya. Jujur Damar mulai ragu dengan rencana yang telah Ia susun sedemikian rupa untuk menyatakan cinta pada cewek di hadapannya ini.

“Ehm” deheman Damar berhasil mengalihkan pandangan Maura dari jalan raya pada sosok di hadapanya. Damar mulai gugup. Padahal ini bukan pertama kalinya damar menyatakan cinta di hadapan cewek.

Maura mentap damar aneh.

“Gue mau ngomong sesuatu sama lo.” setelah mengatakan itu Damar merasa sangat awkward, ini seperti bukan dirinya.

Maura menyerngit bingung, sepertinya ada yang salah dengan Damar.

“Lo kenapa sih? ngomong aja kali mumpung ngomong masih gratis.” Maura terkekeh, berusaha mencairkan suasana.

Selain Damar, Maura juga merasa awkward. Sedari tadi Damar terus memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Oke. Lelucon Maura berhasil membuat kegugupan Damar berkurang. “Gue serius, Ra.”

“Gue juga serius Damar, emang ngomong nggak bayar kan?!” Damar menatap Maura serius. “Oke-oke, maaf. Lagian lo mau ngomong apa sih, serius amat.”

Rasa gugup itu kembali menyerang Damar. Bahkan lebih parah dari sebelumnya. Ditambah pikiranya yang mulai berkecamuk. Di sisi lain Ia memikirkan persahabatanya dengan Maura. Tapi Ia juga tidak bisa terus menyimpan rasa itu sendiri.

Setelah berfikir lumayan lama, Ia telah memutuskan. Damar tidak mau menjadi pengecut dengan menyimpan perasaanya pada Maura terus menerus. Ia akan menyatakan perasaanya saat ini juga.

“Maura, gue suka sama lo.”

Deg.

Maura membulatkan matanya. Ia tidak salah dengar kan?

Mata maura mulai menatap Damar penuh selidik. Masalahnya Damar sering mengerjai maura. Ia berfikir ini salah satu cara Damar mengerjainya.

Maura terkekeh “Damar, udah deh. Lo nggak bisa ngerjain gue kayak gini.”

“Gue serius, Ra. Gue emang suka sama lo,” perkataan Damar sukses menghentikan cekikikan Maura. “Gue suka sama lo dari awal kita temenan.” sambung Damar.

Maura hanya diam menatap Damar yang sedari tadi juga menatap Maura dengan ekspresinya yang sulit dimengerti oleh Maura. Dan ini pertama kalinya Damar mengeluarkan ekspresi seperti itu.

Sungguh, Maura ingin menceburkan dirinya ke dalam laut sekarang juga. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Dan lagi, ia masih tidak percaya bahwa orang di depanya yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri, yang hobby menjahili dirinya, yang selalu berdebat denganya sekarang mengakatan kalau menyukainya.

“Gue tau, mungkin lo kaget dengan apa yang barusan gue katakan, tapi gue cuma mau ngungkapin apa yang gue rasain selama ini sama lo, Ra. Untuk sekarang lo ngak perlu ngomong apa-apa. Lo pikirin aja dulu. Gue cuma minta satu hal dari lo.” Damar menatap Maura sunguh-sunguh.

“Apa?” tanya Maura penasaran.

“Gue minta persahabatan kita akan tetap sama seperti dulu.” jawab damar.

Maura terdiam sebentar, lalu mengangguk dengan senyum di bibirnya “Pasti.”

Damar menghembuskan nafas lega. Ia sudah mengungkapkan perasaanya pada Maura. Walaupun hasilnya Maura hanya diam tak menjawab, tapi ia senang dengan jawaban terakhir Maura tentang permintaanya.

****

Semoga kalian suka dengan part ini.

- Mel

MIMPI [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang