Keenam

11 3 0
                                    


"Bukan urusan lo." jawab Farras dengan tidak sabar.

Nathaniel tertawa hambar, "selera lo cewek kayak gitu Ras? rendahan."

Mata Jasmine melotot saat Nathaniel mengatakan hal itu. Hell, maaf saja ia bukan perempuan murahan seperti kebanyakan di sekolahnya.

"Dimana Dian Athan?! jangan sampai gue sama lo berantem." tidak ada lagi nada lembut yang keluar dari mulut Farras. Jasmine harus mencatat itu. Sifat orang di hadapannya ini seakan berbalik dengan biasanya.

"Lo berani mukul gue karena dia? ck kita udah kenal lama banget Ras."

"Dimana. Dian?" tanyanya penuh penekanan. Ia semakin mencengkram kerah baju Nathaniel. Kesal. Ia sudah beberapa kali menanyakan pertanyaan yang sama tapi Nathaniel malah membahas Jasmine. Benar-benar menguji kesabarannya.

"Lo pikir aja, tempat kumuh, jorok, penuh debu." Nathaniel melepaskan kerah bajunya. Mengajak Azfa pergi, tak lupa ia sengaja menabrak bahu Jasmine.

Kumuh? jorok? penuh debu? Jasmine sedang berpikir tentang apa yang dimaksud Nathaniel. Toilet? Tempat pembuangan sampah? sial! ia tidak bisa berpikir jernih dengan tempat yang dimaksud Nathaniel di situasi seperti ini. Tempat seperti apa itu? masa iya taman belakang yang dikenal angker itu.

Farras menepuk bahu Jasmine, "Gue tau, gedung belakang sekolah."

Benar. Harusnya itu yang ia pikirkan sejak tadi.

🍁🍁🍁

Bakk Bukk

Jasmine menggedor-gedor pintu gudang tidak sabaran. Tapi, tak ada jawaban dari dalam. Panik. Ia sangat panik. Apa Dian baik-baik saja didalam sana? atau mungkin...

Mendadak badannya bergetar. Bagaimana jika kemungkinan terburuk yang ada di otaknya benar terjadi.

"Lo gak usah panik," kata Farras. Setelah itu ia menyuruh Jasmine menyingkir agar ia bisa membuka pintu gudang itu.

Brakk

Terlihat Dian tengah terbaring lemas. Jasmine menghampirinya, tubuhnya dingin, bibir nya pucat. Rasa takut itu kembali menghampirinya. Bayangan-bayangan kejadian buruk menghantui pikirannya. Ia menyesal. Kalau saja ia yang mengobati Abiyu, tidak perlu menyuruh Bu Asri. Seandainya saja ia tidak menantang Nathaniel, maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi.

Farras menyentuh denyut nadi pada lengan Dian. Masih terasa walau lemah. Tanpa banyak bicara ia menggendong Dian ala bridal style. Sedangkan Jasmine masih duduk terdiam menyesali semuanya.

"Sekarang bukan waktunya menyesal Jas," kata Farras.

Farras berjalan cepat menuju UKS, Jasmine mengekor di belakangnya. Jalannya mendadak berubah perlahan. Hatinya merasa tidak enak. Bagaimana jika kemungkinan buruk terjadi dan itu semua karena ulahnya. Ia tidak peduli Farras dan Dian sudah tidak nampak lagi, ia berhenti di depan kelas Nathaniel.

Ia mengedarkan pandangannya, berharap ada Nathaniel disana. Tapi sayang, yang ia temukan hanyalah salah satu teman Nathaniel, Zian. Ia pun menghampiri Zian, berdiri di depannya

Zian yang sedang damainya membaca buku sambil mendengar musik langsung melihat Jasmine.

"Apa?" tanyanya ketus.

"Nathaniel dimana?"

Zian mengangkat bahu. Pertanda ia tidak tau.

FlechazoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang