Kesembilan

9 4 0
                                    


Hari ini rasanya Jasmine ingin bersantai setelah penatnya belajar, ia memasukkan kakinya kedalam kolam sambil memberikan makanan pada ikan. Rasanya begitu tentram dan damai. Ia bersyukur Arsen membuat taman seluas 6 × 6 meter ini, dengan berbagai macam tanaman hias dan obat. Orangtuanya itu memang paling suka menanam dan merawat tumbuhan, beda dengan dirinya sendiri yang lebih suka menikmati tanpa harus ikut menanam dan merawat.

Pandangannya tertuju pada mawar warna merah milik Zahra, rasanya mawar itu mirip dengan Nathaniel. Indah namun berbahaya karena banyak duri. Ia benar kan? Nathaniel itu tampan sayangnya tukang pukul. Coba aja kalau Nathaniel itu baik, santai, dan bersahabat seperti Farras, mungkin saja Jasmine menjadi fans nya. Oke lupakan pernyataan yang terakhir. Sampai kapanpun hatinya hanya akan tertuju pada Farras.

"Jasmine, kasian ikannya! kaki kamu bau." ucap Arsen membawa secangkir kopi, duduk di bangku taman.

"Enak aja! mana mungkin kaki Jasmine bau." bela Jasmine. Tadi sepulang sekolah ia cuci kaki kok.

"Jangan diganggu ikannya! sini duduk sama Papa." Arsen menepuk tempat kosong disampingnya.

Jasmine meniup rambutnya, padahal Arsen tinggal bilang kalau ia ingin Jasmine duduk disampingnya bukan malah menghina kalau kakinya bau. Jasmine akui untuk seorang perempuan ia memang 'sedikit' jorok. Tapi ya masa gara-gara pernah gak cuci kaki, langsung dihina jorok. Oh iya Jasmine lupa satu hal bahwa Arsen benci kotor.

Jasmine pun duduk disamping Arsen, menyandarkan kepalanya di bahu kokoh milik Arsen. Bahu pertama dan yang selalu Jasmine jadikan tempat bersandar, rasanya begitu nyaman.

"Athan benci Papa."

Kata itu langsung teringat di kepala Jasmine, rasanya begitu terbalik. Ia sangat menyayangi Papanya, bahkan ia rela melakukan apapun untuk membuat Papanya bahagia. Tidak pernah rasa benci terlintas sedikitpun, paling sedikit kecewa saat Arsen tidak menepati janjinya. Hanya itu.

"Pa, teman Jasmine ada yang membenci Papanya." Jasmine sengaja mengucapkan kata 'teman' kalau ia menyebutkan 'setan' seperti saat di toko buku bisa jadi ia diceramahi selama 2 jam nonstop tentang jangan merubah nama orang sembarang.

"Terus kenapa? kamu juga benci Papa?"

Jasmine mencubit lengan Arsen sangat keras, sampai Arsen mengaduh kesakitan. Kalau dilihat-lihat, Arsen dan Kevin itu bertolak belakang ya, kalau dari wajahnya Kevin itu terkesan dingin, angkuh, dan sombong berbeda dengan Arsen yang terkesan konyol.

"Ya mana mungkin Jasmine benci Papa!"

"Iya-iya. Terus kenapa teman kamu benci Papanya?" Jasmine mengangkat bahu sebagai jawaban. Lagipula ia juga tidak ingin tahu kehidupan Nathaniel.

"Menurut Papa, orang yang benci orangtuanya sendiri itu gimana?" tanya Jasmine begitu mulus, ia ingin lihat dari sudut pandang Papanya. Soalnya Papanya ini meskipun terlihat konyol dan menyebalkan tapi terkadang juga bijaksana.

"Ya gak boleh. Meskipun orang tuanya itu pembunuh, pencuri, koruptor, dll. Jangan sampai membenci orang tua sendiri. Anak gak akan ada tanpa orangtua kan? sekecewa apapun kita sama orang tua jangan sampai membenci. Ya namanya manusia kan kadang khilaf, kuncinya supaya keluarga harmonis itu terbuka dan saling mengerti," Arsen mencubit hidung Jasmine "... jangan egois!"

"Sejak kapan Jasmine egois?" elak Jasmine tidak terima.

"Wahhh Papa mesti hitung dulu nih.." Arsen mulai menghitung dengan jari, itu membuat Jasmine semakin kesal. Untung ia sayang Arsen.

Hening beberapa saat, mereka menikmati suasana yang damai ini. Tapi, mendadak Jasmine terpikirkan sesuatu.

"Jasmine kemarin ziarah ke makam Vito, Jasmine jadi kangen Vian."

FlechazoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang