Festival Musik

314 4 5
                                    


Ketika melihatnya dari jauh, aku tak kuasa menghentikan sepasang mata untuk menatapnya. Saat ia ada di dekatku, aku bahkan lupa bagaimana caranya bernapas—Princess Harzel.

***

Dengan mengenakan piama biru laut, Princess Harzel, gadis manis bertubuh sintal dan berkulit kuning langsat itu, duduk di depan piano berwarna putih yang terletak di atas panggung yang gelap. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai. Acara gladi resik sudah selesai 15 menit yang lalu. Hanya ada beberapa kru dan teman-teman satu eskulnya yang tengah duduk-duduk bersantai.

Harzel menekan satu tuts piano, dua tuts piano, tiga tuts piano.... lama-lama gadis itu menarikan jari-jarinya diatas tuts-tuts piano. Membentuk alunan nada yang sopan di telinga.

"Hai!" Sapa Faraz yang langsung duduk di sebelah kirinya, membuat Harzel menghentikan permainannya, "Kok berhenti, sih?"

Harzel merasakan seseorang duduk di sebelah kanannya. Gadis itu menoleh dan mendapati Liana sedang menatapnya sembari menopangkan dagu.

Liana mengernyitkan dahi, kemudian mengarahkan telunjuk sebelah kanannya ke piano yang sedari tadi dimainkan Harzel, "Mainkah satu lagu!"

Harzel menghela napas, lalu menatap kedua sahabatnya bergantian, "Kalian nganggu aja deh! Gue lagi pengen sendiri nikmatin alunan piano gue!" Protes Harzel. Wajahnya menampakkan mimik lucu.

Harzel meraih ikat rambut hitam di dalam saku celananya, lalu mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak lama kemudian, ia mulai menarikan jari-jarinya diatas tuts piano. Alunan nada lagu firehouse – You and Me mulai terdengar halus dan indah. Setelah intro selesai dimainkan, Harzel mulai membuka suara.

Ia memejamkan matanya, mulai memasuki dunianya sendiri. Dimana hanya ada dirinya, alunan piano, dan suaranya. Gadis itu menikmati setiap detik bernyanyi dalam kesunyian. Hingga dirinya selesai mengalunkan sebuah lagu.

Tepuk tangan menggelegar di seluruh ruangan ketika Harzel menghentikan permainannya. Ia langsung tersipu malu memperhatikan orang-orang mendengarkannya bernyanyi tanpa ia sadari.

Wajah Harzel memerah. Namun secerca rasa puas membuatnya menyunggingkan senyum. Bukankah tepuk tangan itu menandakan paduan antara suara dan pianonya enak didengar?

"Eh, ngomong-ngomong," Faraz yang berada di sebelah kirinya membuka suara, "Kayaknya elo nyanyi dari hati. Buat seseorang, ya?"

"Lo cemburu?" semprot Liana sebelum Harzel menjawab.

"Nggaklah," ia melototi Liana, "Kalo Sasha diposisi Harzel kayak gini, gue baru cemburu."

"Lo bener," jawabnya sembari tersenyum simpul. "Gue nyanyi buat seseorang."

"Siapa?" tanya keduanya bersamaan.

Harzel masih tersenyum simpul, menikmati ekspresi penasaran yang muncul dari wajah kedua temannya. Ia menekan tuts piano asal-asalan, namun tetap menghasilkan nada yang indah.

"Seseorang yang...." Harzel menghentikan permainannya, lalu memejamkan mata. "Ketika aku melihatnya dari jauh, aku tak kuasa menghentikan sepasang mata untuk menatapnya. Saat ia ada di dekatku, aku bahkan lupa bagaimana caranya bernapas."

Hening seketika. Ketiganya langsung terdiam. Harzel membuka matanya perlahan-lahan dan tersenyum renyah.

"Eh, gimana," selanya, "Bagus nggak syair gue?"

Princess HarzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang