Dibalik wajah sinisnya yang seakan-akan miskin senyuman, senyumnya adalah senyum termanis yang pernah kulihat—Princess Harzel.
***
Harzel menyeruput kopi hangatnya setelah satu jam berhadapan di depan buku. Inilah yang harus dilakukannya, bagaimanapun ia tidak bisa memungkiri kalau dirinya kelas 12 dan ingin melanjutkan kuliah.
Harzel menguap beberapa kali. Inilah resiko terbesar saat sedang belajar. Mengantuk.
Ia kembali melanjutkan belajar kimia, namun terhenti karena tiba-tiba ponsel miliknya berdering.
Harzel menatap nama yang tertera dilayar, lalu menghembuskan nafas malas.
Rangga.
"Halo?" sahut Harzel setelah mengangkat telepon.
"Harzel, lo lagi sibuk nggak? Ikut gue jalan yok! Mumpung gue lagi diluar," terdengar suara Rangga di seberang sana.
Harzel menggeleng, "Nggak ah, udah malem."
"Yah, baru jam 8,"
"Gue nggak mau!"
"Yaudah," ujar Rangga pasrah, "Eh, anak baru tadi temen lo ya?"
"Ya, kenapa?"
Rangga mendengus, "Kalo elo nggak mau jalan sama gue malem ini, gue bakal habisin temen lo itu. Gimana?"
Harzel terdiam sejenak. Lelaki tidak tahu malu ini memang suka mengintimidasi orang lain. Apakah keputusannya ini mempengaruhi hidup Revan? Bagaimana kalau Revan benar-benar dihajar oleh sekawanan Rangga?
Nggak! Ngeliat bagaimana Revan ngelawan Rangga tadi, gue yakin Revan nggak akan kenapa-kenapa. Batin Harzel.
"Harzel, kok diem?"
Harzel mendengus kesal, "Elo pikir gue takut dengan ancaman elo?" ujar Harzel, "Denger ya, kalo elo coba-coba habisin dia, entar elo yang bakal habis."
TUT!! TUT!!
Harzel menutup telepon.
***
Harzel mematut wajahnya di depan meja rias. Gadis itu mulai memoleskan masker yang ia beli lewat Liana. Kata Liana, masker ini berfungsi untuk menjaga kekenyalan kulit, kekencangan kulit, dan mencerahkan kulit. Karena salah satu cita-cita Harzel dalam hidup adalah menjadi wanita cantik sampai mati.
Harzel merasa geli sendiri melihat rambutnya dikuncir asal-asalan dan wajahnya yang sudah memutih seperti hantu. Tidak disangka, masker ini menimbulkan sensasi segar di wajahnya.
Harzel menyalakan musik klasik dari Charles Guonod yang berjudul Faust. Seketika itu juga, ia mulai menari. Menikmati alunan musik klasik diiringi dengan pergerakan tubuhnya.
Ia mulai melakukan gerakan cepat ketika alunan musik mulai menunjukkan emosinya. Harzel berjinjit dan menumpukan tubuhnya pada ujung jari. Sakit memang. Namun, itulah yang harus dilakukan seorang balerina. Ia melihat siluet bayangannya di depan gorden putih.
Harzel mulai berputar kencang dan bertumpu pada ujung jari. Tiba-tiba, ujung jarinya terasa nyeri. Sontak, gadis itu terjatuh dan mencengkeram gorden dengan refleks sehingga gorden dengan warna coral peach miliknya terlepas. Sialnya, jendela kamar lupa dikunci.
"Aww!!" Teriak Harzel sembari mengusap ujung kakinya.
Sesaat kemudian, ia menoleh ke seberang jendela kamarnya yang terbuka. Harzel terkejut dan matanya terbelalak seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Harzel
Teen FictionRevandira Papinka memutuskan untuk pergi dari rumah, setelah sekian lama memendam luka akibat keluarganya yang hancur berantakan. Di kehidupan barunya, ia bertemu Princess Harzel, gadis manis dan menyenangkan yang hampir membuatnya tidak bisa berger...