Ini baru permulaan, Harzel! Gue bersumpah, gue akan buat lo lebih menderita dari ini!—Sang Pembenci Rahasia
***
"Lo liat!" Ika menebarkan satu persatu foto Revandira Papinka di depan teman-temannya. Sontak, semuanya terpana dan berdecak kagum. Ika tersenyum sendiri mengingat bagaimana ia bertemu dengan wanita cantik bernama Dewi Annisa Papinka yang ternyata adalah teman lama Ibunya di sebuah pusat perbelanjaan.
"Ini siapa, Marrie? Cantik sekali," tutur wanita cantik yang tengah mengenakan dress mocca sebatas lutut dengan lengan tiga jari. Rambutnya diurai membentuk bob sebatas bahu. Kulitnya kuning langsat dan wajahnya teramat cantik untuk ukuran wanita setengah baya.
"Ini anakku. Namanya Ika."
Ika langsung mengulurkan tangan dengan ramah. Setelah berbincang-bicang mengenai sekolah Ika, wanita itu angkat bicara.
"Anak saya, Revan, juga sekolah disana. Kamu kenal?" tanya wanita bernama Dewi Annisa Papinka itu.
"Kenal, Tante." Jawab Ika antusias. Senyumnya semakin ramah.
"Saya titip Revan ya, Ika. Kalau ada apa-apa tolong beri tahu saya," Dewi tersenyum sembari menyerahkan kartu nama pada gadis itu, "Dia anak yang baik, hanya saja sedikit keras kepala."
"Lo dapet darimana, Ka?" tanya Helena membuyarkan lamunan gadis blasteran Belanda itu, "Dia lebih ganteng dari yang gue bayangin, ya," Helena berdecak kagum.
"Gue kira juga gitu," Ia menatap Helena sembari tersenyum licik. Lalu mengumpulkan semua foto itu dengan satu gerakan cepat.
"Yah, kita kan belum puas liat fotonya, Ka!" Gerutu Widya sembari memasang ekspresi sebal. Namun ia sendiri tahu, Ika Marissa tak bisa dilawan.
"Gue nunjukkin foto ini ke kalian, cuma untuk ngasih pengumuman kalau...." Ika tersenyum menatap tangannya yang sedang menutup kumpulan foto-foto Revan, "Dia sasaran gue selanjutnya."
Ika menatap Helena, "Gue dapet dari artikel dan majalah yang dimuat sekitar 3 sampai 4 tahun yang lalu. Dia anak seorang model sekaligus pembisnis terkenal, Dewi Annisa Papinka," Ika mengangkat sebuah kartu nama, "Mamanya nitipin dia ke gue."
Kelima temannya berdecak kagum, mereka akan mundur kalau Ika sudah berkeinginan memiliki sesuatu.
"Tapi, Ka...." ujar Helena berbicara pelan, "Dua hari ini, gue liat tuh cowok pulang bareng Misella."
Mata Ika menegang, ia langsung melirik Misella yang sedang duduk tak jauh dari mereka. Ia baru menyadari bahwa Misella mendengar pembicaraan mereka, ketika Misella langsung beralih pandang dengan cepat.
Ika tersenyum datar, lalu berdiri menghampiri bangku Misella. Memberi lampu merah untuk peringatan.
"Lo pasti udah denger semuanya, kan?" tanya Ika, sambil bertopang tangan di meja Misella.
Misella tertunduk, tidak berani menatap mata dingin milik Ika, "Mak.... maksudnya?"
"Lo nggak usah sok polos gitu!" Ika memukul meja Misella dengan keras, "Gue tau lo bisa lebih jahat daripada orang jahat!" Ika menunjuk Misella sembari menatapnya tajam, "Tapi inget satu hal! Gue masih bisa tenang karena gue tau elo bukan apa-apa! Elo bukan tandingan!"
Misella tersentak mendengar kata-kata yang begitu kasar. Kata-kata yang menamparnya sekian kali. Kata-kata yang menyadarkannya bahwa ia bukan apa-apa. Ia tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Harzel
Novela JuvenilRevandira Papinka memutuskan untuk pergi dari rumah, setelah sekian lama memendam luka akibat keluarganya yang hancur berantakan. Di kehidupan barunya, ia bertemu Princess Harzel, gadis manis dan menyenangkan yang hampir membuatnya tidak bisa berger...