Batu Sang Peneror

231 4 4
                                    

Dari jauh, aku tak dapat menghentikan mataku untuk melihatmu. Kau mendekat, sontak aku lupa cara bernafas. Semakin dekat, jantungku berdebar dua kali lipat. Hinggu ku takut kau dapat mendengarnya. Itulah sederhananya. Jatuh Cinta—Princess Harzel

***

Harzel menguap beberapa kali. Semalaman, ia tidak bisa tidur. Namun sialnya, ia harus mengikuti rapat para anggota seni yang membosankan. Kalau saja tidak ada pelatih dan alumni, ia sudah permisi ke UKS untuk memejamkan mata.

Untung saja, ia dan Liana duduk di pojok belakang, sehingga sang pembicara tidak melihat matanya yang sembab serta kepalanya yang sesekali terjerembap di atas meja.

Harzel tersenyum sendiri. Mungkin inilah sensasi kantuk berat yang dirasa Ika kemarin. Sialnya, hari ini ia merasakan sensasi yang menyebalkan itu.

"Lo begadang, ya?" tanya Liana.

Harzel mengangkat bahu, ia kembali menguap, "Ya, bisa dibilang begitu." Entah mengapa, semalaman Harzel tidak bisa tidur.

"Kita harus bisa tampil semaksimal mungkin di acara pentas seni yang diadakan setiap tahun. Tahun ini, harus lebih bagus dari tahun kemarin," pembina seni bertutur dengan semangat.

Ika sebagai ketua eskul tari, mengacungkan tangannya, "Bu, kami kan udah buat koreografinya. Tapi masalahnya, Aulia mendadak keluar negeri. Dia belum bisa pulang saat pentas seni diadakan."

Pelatih balet pun angkat bicara, "Kamu belum cari pengganti?"

"Aulia baru ngabarin semalam, Kak," Ika menjawab. Dari raut wajahnya, gadis itu betul-betul tertekan atas kabar kepergian Aulia ke luar negeri, "Lagian, susah buat cari pengganti. Waktunya tinggal satu minggu lagi."

"Ya, benar," Pelatih balet itu mengangguk, "Kecuali kita bisa nemuin orang yang terbiasa menari balet."

Liana mengacungkan tangan, "Gimana kalo Harzel aja?"

Harzel yang tadinya mulai memejamkan mata dengan membenamkan wajah di atas meja, sontak kaget dan bangkit duduk. Ia melirik ke arah Liana. Meminta penjelasan. Kini, semua mata memandangnya.

"Nggak perlu," Ika menukas. Gadis itu menatap pelatihnya dengan tatapan meyakinkan, "Mungkin bukan masalah besar kalo satu orang nggak ada."

"Tapi Ika, peran Aulia cukup penting. Kita susah menyatukan tarian tanpa satu orang."

Ika menggeleng, "Tapi...."

"Jangan bawa urusan pribadi dengan urusan sekolah, Ika!" Pelatih itu menukas tajam dan membuat Ika bungkam seribu bahasa, "Saya rasa, Harzel cukup berbakat."

Mendengar penuturan sang pelatih, pembina seni manggut-manggut menyetujui. Membuat Ika hanya bisa duduk pasrah sembari menahan amarah. Bahkan, gadis itu tidak sudi melirik Harzel. Harzel tidak tahu bagaimana menjalani latihan selama satu minggu bersama Ika.

"Li, kok lo bawa-bawa gue, sih?" tanya Harzel bisik-bisik, sembari mendelik sebal pada Liana.

Jujur saja, Harzel sangat senang bisa tampil menari kembali. Tapi disisi lain, ia tidak tahu bagaimana menjalani latihan yang sama selama satu minggu dengan Ika. Melihat insiden obat tidur kemarin, ia sadar Ika bisa melakukan apa saja untuk membahayakannya.

"Lo harus bisa nunjukkin ke semua orang kalo lo juga bisa tampil, bukan hanya di balik layar!" Jawab Liana sembari berbisik pelan agar tidak terdengar.

Princess HarzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang