Udara pagi ini begitu menggigit tulangku. Kurapikan kerah seragamku, dan kupakai sepatuku untuk bersiap bersekolah. Setelah beres, kusempatkan untuk sarapan. Jika Mama tak sempat memasak lauk seperti pagi itu, kami hanya makan nasi kosong, di dalam piring hanya ada nasi putih saja. Untuk kebanyakan orang tua, adalah sesuatu yang dilarang, tetapi bagi kami ini merupakan hal yang biasa, namun apapun itu harus ku syukuri. Bahkan jika musim paceklik, sarapan sering kami lewatkan hingga makan siang tiba.
Aku telah siap pergi ke sekolah. Setelah lulus SD, kini kami harus melanjutkan pendidikan ke SMP. Hanya ada satu sekolah paling dekat dengan desaku, tetapi cukup jauh. Waktu itu aku sedang duduk termangu, menunggu kakakku di depan rumahku.
Kenalkan kakakku yang satu ini namanya Toni, ia selalu saja bangun telat, jadinya selalu kesiangan seperti pagi itu. Dengan sedikit mendengus, ingin segera berangkat sekolah sambil menunggu Tomi yang masih saja repot dengan seragamnya.
“Hei Toni, Ayo ke sekolah, gelang (Cepat)”. Ajakku.
“ Gereng cekoe *Nana ”(Gereng Cekoe= tunggu sebentar, Nana= panggilan untuk anak laki-laki). Saut Toni.Toni adalah kakakku, lebih tepatnya saudara kembarku. Dia lahir hanya lima menit lebih cepat dariku. Saat kami lahir, keluarga sangat bahagia karena keluarga kami langsung diberi rejeki dua anak sekaligus. Saat itu keluagaku sangat bahagia, sampai diadakan pesta besar-besaran untuk merayakan kelahiran kami. Aku Roni, kami sebenarnya tidak benar-benar mirip, bedanya hanya terletak di wajah dan tinggi badan kami. Wajah Toni agak lonjong sedangkan aku agak bulat tetapi, untuk masalah tinggi badan Toni lebih tinggi, tetapi saja banyak yang keliru memanggil. Bahkan kakak perempuan kami sering memanggil dengan sapaan “kembar”, tanpa repot-repot memperhatikan wajah kami.
Sejenak kutarik nafas berat. Sampai akhirnya pandanganku beradu pada pak guru yang baru saja keluar dari rumah Om Agus, tetanggaku. Hari ini ku dengar dia akan menjadi guru baru di sekolahku. Dia merupakan guru dari Jawa, lebih tepatnya dari Semarang, Jawa Tengah. Aku sudah tahu, karena ia memutuskan menginap dekat dengan rumah kami, tepatnya hanya terpisah rumah om Kristo, guru itu memutuskan untuk menginap di rumah Om Agus.
Om Agus menerimanya dengan tangan terbuka karena anaknya jauh merantau ke Kalimantan untuk kuliah. Mereka bersedia menjadi orang tua angkat untuk pak guru itu selama di sini. Katanya ia rindu anaknya yang sudah dua tahun ini tidak pulang.
Kulihat pak guru itu juga sudah bersiap untuk ke sekolah, dengan pakaian necis, sepatu fantofel dan tas besar yang bersarang di punggungnya. Ia pamit pada Om Agus dan isterinya kemudian ia menuju sekolah. Pak guru itu pemuda yang berperawakan tinggi, kulitnya bersih sawo matang, dengan kacamata yang mengiasi matanya. Kami mencoba menyapanya saat kami lewat.
“Selamat Pagi Pak”.Saut ramah dan senyumnya sembari menjawab sapaan kami. Kami masih merasa malu, dan segera berlalu untuk bergegas ke sekolah.
Jalan kaki merupakan pilihan, walaupun jauh, tak pernah muncul rasa lelah. Setengah jam kami lalui sambil menikmati bukit-bukit yang berbaris rapi menemani perjalan ke sekolah. Aku juga melihat sekawanan burung gereja yang melintas di hadapan kami. Mereka terbang dari pohon kemiri menuju pohon mangga yang mulai berbuah. Aku merasa sangat bahagia ketika menikmati indahnya dunia ini, seolah saling melengkapi dan memberikan aroma damai. Sepanjang perjalanan kami juga ditemani anjing kecil kala itu, anjing itu sangat lucu dengan sedikit corak totol hitam yang menghiasi tubuhnya yang mengibas-ngibaskan ekornya, tanda ia bahagia seolah mengajak bermain. Ia menemani perjalanan kami, sampai kaki ini sampai ke tujuan dan ia berhenti kemudian pergi.Sekolah kami berada di desa tetangga yaitu desa Paka. Pertama masuk SMP aku sangat bingung dan gusar, dalam pikirannku pasti pelajaran yang kami terima pasti menjadi lebih sulit. Kata kakak perempuanku yang bernama Astri, ia sangat pusing karena ia akan merasakan Ujian Naisional tahun depan, karena kini ia telah duduk di kelas 9. Sebenarnya aku masih punya kakak lagi, namanya Indra. Ia sekarang sedang menempuh pendidikan kuliah di Malang, entah itu Jawa bagian mana, aku tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Dream
Teen FictionSebuah Novel Cerita inspirasi dari daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Tentang mimpi, angan dan impian yang bukan untuk dipermainkan.