Untuk Kakak Astri (Doa adalah wujud kasih sayang yang tak terlihat oleh mata)

49 33 9
                                    

             Malam ini adalah pesta sekolah untuk Remi. Dia tetanggaku, dan merupakan kakak dari Eldis. Remi sudah akan lulus SMA, setelah lulus katanya ia akan melanjutkan kuliah di Jawa. Orang tua Remi juga berkeinginan agar anaknya kuliah di Jawa, karena di Jawa pendidikannya sangat bagus. Pesta sekolah merupakan suatu adat khas Manggarai, jika anak mereka yang akan menyelesaikan tugas sekolah menengah maupun kuliah pasti diadakan pesta. Dalam acara ini kami meminta rejeki dari masyarakat desa dan keluarga agar anak tersebut dapat melanjutkan tugasnya dalam mencari ilmu dapat berjalan lancar.

              Dengan pakaian rapi, berkemeja kotak-kotak serta bercelana jeans, aku dan Tomi menuju tempat pesta itu. Rumah Remi yang berada dekat lapangan, di sana telah dipasang tenda dan kursi-kursi plastik yang terpasang rapi. Hampir satu lapangan penuh, tenda itu bertengger untuk menunggu para undangan yang mulai berdatangan. Acara malam ini dimulai diawali dengan doa malam yang dipimpin oleh Romo Fredy.

             Aku dan Toni dimintai tolong oleh keluarga Remi untuk menjadi pramusaji untuk para undangan. Dengan berlagak pelayan restoran, kami melayani para undangan saat santap malam tiba. Undangan pesta kali ini sangat banyak, dari masyarakat, keluaraga, guru sampai pejabat-pejabat elit. Terlihat Remi dan kedua orang tuannya menyalami undangan yang berbaris rapi yang seolah tak ada putusnya. Sebenarnya aku sangat kasihan melihatnya, setiap akan duduk untuk istirahat, mereka harus berdiri lagi menyambut tamu.
Ramai sekali malam ini. Walau sempat diguyur gerimis tak menyurutkan tamu undangan untuk mengikuti pesta. Setelah makan malam, acara inti dimulai, musik dangdut pun diputar. Sontak anak-anak muda desa tampak menyiapkan diri untuk bergoyang. Manggarai memang seperti itu, saat ada pesta apapun, acara goyang tidak akan terlewatkan.

                          Suasana malam itu sangat menyenangkan, seolah para undangan menikmati benar pesta malam itu. Dari musik dangdut, hip hop sampai reggae pun dimainkan dengan goyangan-goyangan sesuai hentakan music, seolah-olah mereka menyajikan pentas tari spektakuler di panggung megah. Gerakan mereka seirama dan selaras, diiringi tawa yang membahana.

                Selain itu para undangan juga bergantian menunjukkan suara emas mereka. Aku paling suka saat seorang biduan menyanyikan lagu khas Manggarai saat menyanyikan lagu romantis yang mengalun damai malam itu yang berjudul Mata Leso ge (Matahari ku). Bukan hanya lagunya, suara sang biduan juga terdengar enak di telinga. Terbukti saat ia melengkingkan suaranyasaat nada tinggi, membuat para tamu takjub dan mengobati rasa kantuk yang mulai menghinggapi.

                         Tak terasa waktu menunjukkan hampir tengah malam, aku dan Tomi memutuskan untuk pulang saja. Pesta yang kami tinggalkan masih tetap berlanjut, mungkin sampai jam dua malam baru selesai. Mata kami sudah sangat berat dan rasa kantuk merayu kami untuk cepat-cepat pulang dan ingin segera merebahkan badan, kemudian istirahat.

                   Sesampainya di rumah aku melihat lampu ruang tamu masih tampak menyala dari luar rumah. Kubuka pintu, betapa kagetnya aku saat melihat kak Astri tertidur di meja ruang tamu dengan buku yang berserakan di sekelilingnya. Terlihat buku catatan IPA, dan matematika berada di pangkuannya. Aku menduga bahwa sejak tadi sore saat kami berangkat ke pesta, ia masih saja belajar hingga tengah malam ini. Tomi sudah tak tahan dan langsung saja menuju kamar untuk tidur.

"Rajin sekali kakak e. Aku toko (Tidur) Nana".

                   Toni pamit masuk kamar. Melihat Kak Astri seperti itu, kucoba merapikan buku-bukunya yang terserak. Pensil, rautan dan bolpoin terlihat juga berantakan kesana kemari, serius sekali ia belajar. Kulihat Kak Astri selama beberapa bulan ini sungguh-sungguh dan rajin belajar. Ujian Nasional memaksanya untuk belajar giat demi kelulusannya. Tidak seperti biasanya, jangankan belajar tekun sampai larut, untuk menyentuh buku saja ia jarang.
Kuambil selimut tebal yang kuambil dari tempat tidurku. Tak tega aku, jika aku membangunkannya. Biarkan ia tertidur, karena kak Astri nampak sudah sangat nyenyak.

"Kak sukses ya UN nya, aku berdoa untukmu, semoga kakak lulus dengan nilai yang baik". Bisikku pada kak Astri.

                    Malam pun memaksaku untuk segera tidur karena lelah sekali menjadi pelayan para tamu. Terdengar suara gerimis mengalun dan turun semakin deras seolah memberikan alunan simponi kedamaian dan ketenangan mengantar tidurku. Suara musik pesta pun masih sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Aku sudah sangat lelah aku ingin segera tidur dan masuk ke alam mimpi.

****

                   Esok ini kak Astri sudah nampak sibuk, hari ini ujian terakhir penentuan ia akan lulus SMP atau tidak. Wajahnya lusuh, tiga hari belajar serius. Terlihat jelas kantung mata yang tergantung di bawah matanya. Paras cantiknya seolah memudar dan pucat dengan rambut yang tak tersisir rapi. Kasihan sekali Kak Astri, mungkin ia terlalu memaksakan diri,tetapi selalu membuahkan harapan agar dapat membuahkan hasil yang memuaskan, sesuai kerja kerasnya Setelah merapikan buku, ia pun berangkat.
Selama tiga hari ini yang berangkat hanya kelas 9, sedangkan kami hanya belajar di rumah. Kulihat kak Astri dari kejauhan sambil membawa buku tebal, aku berharap ia bisa mengerjakan dengan lancar.

            Kak Astri memang pintar, pada uji coba ujian yang telah dilakukan beberapa kali menunjukkan bahwa nilainya cukup baik dengan nilai yang di atas standart kelulusan tetapi, berapa pun nilainya ia masih ketakukan jika ujian yang sesungguhnya ia malah mendapat nilai jelek. Pelajaran matematika lah yang paling membuatnya takut, karena ia mendapat nilai yang paling sedikit di antara pelajaran lainnya. Sama seperti aku, aku juga sangat takut dengan hitung-hitungan dan rumus.

****

            Satu bulan setelah ujian, hari ini pengumuman kelulusan. Pagi itu Kak Astri tampak terburu-buru berangkat ke sekolah. Bahkan sarapan pagi itu terkesan tak ia nikmati. Ia ingin segera tahu berapa nilainya dan ingin segera tahu apakah ia lulus atau tidak. Ia berharap berapa pun nilainya yang penting ia lulus, agar tidak mengecewakan Papa Mama.
Papa, Mama, aku dan Toni duduk menunggu di ruang tamu. Wajah mereka tampak gugup menunggu berita dari Kak Astri. Papa berjalan kesana-kemari menunjukan kebingungannya. Sedangan Mama tampak komat-kamit membaca doa agar Kak Astri lulus. Ia juga tak henti-hentinya memandang jam dinding yang terus berputar. Kak Astri yang ditunggu belum juga pulang sampai hari beranjak siang. Sampai akhirnya dari kejauhan kak Astri datang dengan menggenggam sebuah kertas yang ia gulung. Wajahnya tampak lusuh, sedih dan terlihat sangat lelah. Muncul pertanyaan dalam benakku.

"Kak Astri lulus atau tidak?".
"Bagaimana Nak?"

                   Pertanyaanku dan Mama tak segera dijawab oleh Kak Astri. Sampai-sampai Mama tampak lemas dan takut jika Kak Astri tak lulus. "Mungkin kak Astri hanya lelah atau mungkin...?". Batinku.

                   Aku mencoba berspekulasi dan berfikir buruk,karena wajahnya menjelaskan yang tidak-tidak. Kak Astri meletakkan tasnya di kursi ruang tamu. Sampai sepatah kata muncul dari mulutnya. Kata yang kami tunggu pun terdengar.
"Aku lulus, Ma, Pa".

                    Sontak Mama dan Papa memeluknya kemudian kami pun juga. Ternyata, ia bercanda dan membuat kami tegang. Sungguh kami sangat bahagia. Kami sekeluarga sangat bangga dengannya, karena berkat kerja kerasnya dalam belajar selama ini, hasilnya pun sangat memuaskan. Kulihat kertas itu tertulis kata "LULUS" yang tercetak tebal dengan nilai-nilai yang ada di bawahnya. Semuanya mendapat nilai 8. Terimakasih Tuhan, doaku engkau kabulkan.

The Twin's DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang