Ahra menatap kedua orang di depannya dengan sebuah senyuman.
Sejujurnya, pipinya sudah terasa sakit karena terus tersenyum sedari tadi, tapi pasangan di depannya ini masih juga belum memberikan jawaban.
"Kalau kita meletakkan di depan sisi jendela, kita bisa melihat pemandangan yang indah di pagi hari," yang perempuan berucap.
"Tapi sayang, jika kita meletakkan sofa itu di sebelah lemari, itu akan lebih nyaman. Saat malam hari kau bisa membaca buku disana," laki-laki itu menjawabnya.
"Lagipula jika kita meletakkan sofanya di depan jendela, saat malam hari kita tidak melihat pemandangan apapun kecuali tirai bergambar kupu-kupu milikmu," lanjutnya.
"Kau tidak suka dengan tirainya?" alis si perempuan bertaut marah menatap suaminya.
"Bukan itu yang aku katakan sayang, maksudku-"
"Kau jelas-jelas menyalahkan tirai kesayanganku tadi!"
Sudut bibir Ahra berkedut. Lama-lama bisa darah tinggi dia kalau seperti ini terus menerus. Tapi dia masih tetap berusaha tersenyum. "Boleh saya memberi saran?" Ahra menyela perdebatan pasangan pengantin baru di depannya. Saat keduanya kembali menatapnya, Ahra kembali tersenyum.
"Saya rasa akan lebih baik jika meletakkan sofa kalian di sebelah pintu masuk. Saat pagi hari, kalian bisa menikmati pemandangan dari jendela dan saat malam hari, penerangannya akan sangat bagus jika kalian berdua ingin membaca buku, atau mengerjakan hal-hal lainnya. Bagaimana?" tanyanya-masih dengan senyuman di bibirnya.
Kedua orang di depannya kembali bertatapan, "Sepertinya itu cukup bagus," laki-laki itu berucap. "Bagaimana menurutmu, sayang?" tanyanya kemudian pada istrinya yang terduduk di sebelahnya.
"Ya-itu bagus. Apa keuntungan lainnya jika kami meletakkan sofa itu di sebelah pintu masuk?" perempuan dengan rambut coklat terang di depannya kembali bertanya.
"Seperti yang bisa anda lihat disini, kamar kalian akan terlihat lebih luas dan lebih nyaman. Selain itu sofa yang diletakkan di sebelah pintu masuk bisa menyembunyikan tembok yang sedikit retak disana. Itu juga akan memberikan kesan yang elegan jika disandingkan dengan lampu hias yang kemarin anda pesan di website IKEA." ucap Ahra panjang lebar sambil memperagakan apa yang dia maksud dengan lembaran-lembaran bergambar potret ruangan kosong yang sedang dia kerjakan saat ini.
"Benarkah? Kalau begitu sofanya pasti akan sempurna jika diletakkan disana, iya 'kan sayang?"
"Ya, itu bagus sekali. Aku tidak sabar melihat hasil akhirnya nanti," perempuan itu menjawabnya sambil tersenyum.
Ahra kembali tersenyum. "Bagus. Jadi kita bisa mulai mengerjakannya besok?"
"Ya, ya. Tentu saja. Mulai saja secepatnya." Laki-laki itu menjawabnya.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menghubungi para pekerja untuk datang ke apartemen kalian untuk mulai mengerjakannya besok." Ucap Ahra, sedikit bernafas lega.
"Baiklah kalau begitu." Kedua pasangan itu berdiri dari duduknya, dan Ahra ikut berdiri. "Kami pamit pulang dulu. Terimakasih untuk bantuan anda," laki-laki itu menjabat tangan Ahra sambil tersenyum.
"Ini sudah menjadi tugas saya," Ahra menjawabnya sambil balas tersenyum. Dia lalu beralih menjabat tangan si perempuan berambut coklat terang di sebelahnya.
"Terimakasih." Perempuan itu kembali berucap.
"Terimakasih kembali, Mrs. Seo." Ahra kembali.
Saat akhirnya pasangan itu keluar dari ruangannya, Ahra mendesah lega. Tangannya lalu beralih meraih telepon yang ada di sisi sebelah kanannya, menekan beberapa nomor sebelum akhirnya berbicara pada seseorang di seberang sana, "Kita bisa mulai megerjakan rumah Mr. Seo Youngho mulai besok. Ya, baiklah. Terimakasih." Ucapnya sebelum meletakkan kembali telepon itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Sehun's Bride • osh [ R/18+ ]
Fanfiction[ mature contents ]🔞 Bagaimana rasanya tiba-tiba menikah dengan cinta pertamamu sejak kecil? Tanya saja pada Ahra. OH SEHUN x OC || Marriage Life || Romance Comedy || Bahasa || Mature Contents ©caramel-hun,2018