04

16.8K 508 16
                                    

Siang itu David benar mengunjungi Aqil. Bocah yang baru belajar berjalan itu kini tengah terbaring lemas di brankar dengan ditemani Sri yang masih setia menjaganya.

"Selamat siang." David berucap sepelan mungkin dengan senyuman yang terpatri indah di wajah tampannya. Sri menoleh menatap sang bule saat masuk ke kamar rawat inap itu dengan perasaan tak menentu karena laki-laki bule itu yang baru saja ia kenal begitu baik padanya. Itu membuat Sri merasa tidak enak hati.

"David?" pekik Sri terkejut membuat Aqil mendongak ikut menoleh ke asal suara. Wajah bocah itu masih terlalu lemas sampai tidak peduli orang yang di sekitarnya. Mungkin terlalu lelah karena seharian ia telah menangis karena badannya merasa tidak enak.

David menghampiri brankar dan meletakan parsel buah dan susu formula yang ia bawa untuk Aqil. Meski David tau, Aqil tidak mungkin menghabiskan buah-buahan yang ia bawa. "David, maaf merepotkan. Seharusnya kamu tidak usah sampai seperti ini."

David tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak apa-apa, kok, Sri."

David membungkukan kepalanya dan mencium kepala Aqil. "Dede Aqil cepet sembuh ya." ujarnya lembut pada Aqil.

Hal itu membuat Sri semakin tertohok dengan sikap David pada putranya. Apakah kalau Dana mengetahui kalau ia mempunyai putra darinya akan sama seperti apa yang David lakukan barusan?

"Sri!" panggil David membuat Sri mengerjapkan matanya beberapa kali karena lamunan tentang ayah dari Aqil ditarik paksa oleh suara panggilan David.

"Iya?" Sri mendongak menatap David karena bule itu terlalu tinggi sama seperti ayahnya Aqil. Mungkin Sri sangat yakin kalau tinggi David hampir sama dengan ayahnya Aqil, putranya. Sri menggelengkan kepalanya cepat untuk mengusir bayangan masa lalu itu dalam-dalam dan Sri tidak ingin membuka lembaran lama kembali. Sri merasa sudah cukup ia bahagia sekarang ini.

Karena Aqil selalu membuatnya bahagia. Dengan tumbuh sehat saja, Sri sudah sangat bahagia.

Bagi seorang ibu pasti merasakan hal yang sama seperti Sri rasakan. Karena buah hati adalah harta yang sangat berharga melebihi apapun.

"Bagaimana keadaan Aqil sekarang?"

"Mmmm, Aqil sudah turun demamnya dan sudah jauh lebih baik dari kemarin malam."

David tersenyum bahagia dan melirik Aqil yang masih diam dengan memainkan tangannya sendiri sambil tiduran menyerong kesamping. Tingkah Aqil membuat David sangat bahagia. Sangat menggemaskan melihat balita seperti itu.

"Oh," gumam David seraya menganggukan kepalanya. "Dede Aqil."

Aqil yang merasa dipanggil namanya ikut mendongak melihat laki-laki asing itu mendekati wajahnya dan kembali menciumnya dengan lembut. Aqil hanya diam saja acuh tak acuh.

"Kalo sudah sembuh, Dede Aqil mau mainan gak, hmm? Mau? Nanti beli sama Uncle ya? Kita jalan-jalan." kembali David mencium Aqil bertubi-tubi membuat Aqil akhirnya tertawa dan menjambak rambut coklat David.

Sri dibuat tercengang karena David dengan mudahnya dekat dengan putranya begitu saja. Sri mau tidak mau hanya ikut bergabung dengan keceriaan sang putra yang tertawa lepas seperti itu. David pun melirik Sri dengan senyuman yang mengembang karena bahagia. Sampai Sri ikut melirik. Dan terjadilah aksi saling pandang memandang satu sama lain.

Itu tidak menyurutkan rasa bahagia ketiga orang tersebut. Layaknya keluarga kecil yang berbahagia. Tanpa sengaja kepala David dan Sri terbentur. Hal itu dianggap sangat lucu oleh Aqil yang melihatnya. Sampai membuat bocah kecil itu tertawa sangat nyaring.

Dengan tawa menyelimuti kamar rawat inap tersebut. Pertanda Aqil sudah sembuh. Baik David dan Sri tertawa karena aksi konyol mereka.

Dalam hati David saat melihat tawa lepas Sri, itu membuatnya berbunga-bunga. Kali ini David sangat yakin kalau ia telah jatuh cinta pada Sri. Mungkin saat pertama kali melihat Sri di vilanya kenarin.

Berbeda dengan Sri saat melihat bule untuk pertama kalinya saat bercanda dengannya dan Aqil, putranya. Itu membuat hatinya bergejolak haru tidak bisa ia ungkapkan karena baru kali ini Sri merasa kebahagiaannya kurang lengkap tanpa adanya seorang suami dan seorang ayah bagi Aqil.

Bagaimanapun juga, Aqil butuh sosok figur seorang ayah untuk mencintainya dan menyayanginya. Aqil butuh kasih sayang yang lengkap dari kedua orang tuanya.

Akan tetapi, Sri tidak mau kalau ayah dari Aqil yaitu Dana mengetahui keberadaan Aqil. Sri tidak mau Aqil di rebut Dana darinya karena Sri tau kalau Dana, mantan majikannya itu masih belum bisa melupakan mantan istrinya yang ia yakini tengah berbahagia dengan suami barunya.

Sri sudah cukup merasakan sakit hati karena Dana. Lebih sakitnya lagi saat Dana menyuruhnya pergi. Padahal kalau Sri bisa memilih ia bisa saja menjebloskan Dana ke penjara karena pernah melecehkannya sampai berulang-ulang. Namun, Sri tau diri karena ia juga bersalah menikmati dan membiarkan mantan majikannya itu melecehkannya sampai Sri melahirkan Aqil.

"Maaf Sri, itu tidak sengaja."

"Iya tidak apa-apa." Saat Sri sedang mengelus kepalanya. Suara Aqil membuatnya sangat terkejut, begitu pula David. Mereka berdua menoleh ke arah Aqil yang masih begitu riang. Padahal beberapa saat yang lalu Aqil begitu murung dan lemas. Dan lihatlah bocah kecil itu begitu semangat kembali seakan tenanganya sudah di isi penuh.

"Papa... Papa... Papa... Mama... Mam...aa."

Aqil sambil menepuk-nepuk tangannya terlihat sangat bahagia. David yang mendengar itu tersenyum sangat lebar dan kembali mencium perutnya bocah yang memanggilnya dengan sebutan 'Papa' betapa sangat bahagianya David.

Ternyata pendekatan dengan Sri begitu mudah karena Aqil sepertinya menerimanya yang akan menjadi ayah sambung untuknya.

"Iya, baby boy. Ini Papa." ujar David yang membuat Sri semakin terpaku akan ucapan David barusan.

Apa-apaan ini?

Putranya sendiri dan laki-laki bule yang baru saja ia kenal mengaku sebagai ayah?

Kenapa hal ini menimpa dirinya. Sri bingung harus berkata apa melihat David dan Aqil begitu menikmati waktu kebersamaan mereka. Sehingga Sri lebih baik mundur karena ia ingin mencuci wajahnya di toilet yang ada di dalam kamar rawat inap Aqil tersebut.

Sri butuh menenangkan perasaannya yang tak menentu ini. Ada rasa bersalah pada Aqil karena ia belum mengetahui ayahnya yang sebenarnya sampai membuat David ia sebut dengan panggilan 'Papa' itu membuat Sri merasa bimbang. Ia juga bingung harus berkata seperti apa nantinya pada laki-laki bule itu, yang saat ini Sri lihat saat keluar dari toilet melihat pemandangan yang sangat menyayat hatinya. Aqil digendong dengan terlelap di bahu David. Infus yang semalam dokter pasang sudah dilepaskan pagi tadi saat badan Aqil sudah lebih baik.

Sri mencoba mendekati David dengan pelan. "David biar aku saja." ujar Sri seraya ingin mengambil Aqil dari gendongannya. Namun, justru penolakan yang Aqil berikan, bocah kecil itu semakin mengeratkan tangan kecilnya di bahu David.

"Biarkan saja. Biar aku saja." kali ini David menjawab dengan tersenyum pada Sri.

Sri mengela nafasnya lelah dan ia akhirnya mengalah dan hanya duduk di sofa dengan memperhatikan David serta Aqil dari tempatnya ia duduk.

Sementara di kamar yang sangat luas itu, Dana merebahkan badannya dan melihat langit-langit kamarnya, sesekali ia menghembuskan nafasnya begitu kasar. "Sri? Kenapa aku selalu ingat kamu terus? Aku jadi semakin rindu. Kamu tinggal di mana ya?"

--ooo--

Jangan baper ya... David akan memulai pendekatan soalnya... wkwkwkw...

Apa pendapat kalian tentang :
1. Aqil
2. David
3. Sri
4. Dana

Salam Hangat

(Wand Niel)
IG : wanda_niel25

Sick Of Love ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang