Sebelumnya mohon maaf untuk kesalahan dari penulisan kata dan kesalahan-kesalahan lainnya.
let's start it!
SMP Pelita Harapan
(sumber: google, ACS )
Seperti biasa, pagi ini sekolah dipadatimobil-mobil mewah para orangtua yang mengantarkan putra putri mereka untuk menimba ilmu di tempat ini. SMA Pelita Harapan, sekolah swasta dengan standar internasional yang membuat orang berdompet tipis meringis hanya dengan mendengar namanya. Bangunan sekolah yang megah dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung pembelajaran yang begitu lengkap. Tak ayal, para murid yang bersekolah didalamnya sebagian besar berasal dari kalangan atas, berbalut seragam putih biru yang ditimpa blazer sekolah yang harganya tak main-main, sekolah itu terlihat begitu classy dari segala aspeknya.
(sumber: google, ACS school)
Baran melangkahkan kakinya menapaki lantai di lorong sekolahnya yang masih lengang. Tentu saja masih legang, waktu masih menunjukkan pukul 06:30 dan pembelajaran baru akan dimulai pukul 07:30 nanti, benar-benar murid teladan bukan.
Suara batuk masih terdengar sesekali dari mulutnya yang tertutupi masker. Ia mengawali paginya dengan berdebat dengan sang ayah yang melarangnya bersekolah karena masih terlihat pucat, ia mati-matian menahan suara batuknya saat berbicara dengan sang ayah agar terlihat baik dan diizinkan bersekolah. Debat itu diakhiri dengan senyum kemenangan Baran yang mendapat izin dari ayahnya, tentu saja dengan berbagai syarat yang menurutnya tidak begitu penting sepetri jangan lepaskan jaket saat di dalam kelas, memakai masker, membawa bekal makan dan minum dari rumah, membawa obatnya, dan masih banyak lagi.
Baran tersenyum di sepanjang lorong menuju lokernya yang berada di bagian belakang sekolah, ia melangkah pasti tidak memperdulikan tatapan anak-anak kaya yang kebetulan sudah hadir di sepanjang koridor. Tentu saja anak-anak kaya itu memperhatikan penampilan Baran yang tidak classy sama sekali, begitu 'biasa' di mata mereka. Baran acuh, sudah biasa diperhatikan seperti itu. Bagaimana bisa ia masuk ke sekolah swasta yang memiliki harga fantasis bagi orang-orang 'biasa' sepertinya? Tentu saja dengan beasiswa, ia memiliki segudang prestasi akademik saat duduk si bangku SD dan sekolah mahalnya itu menerima murid pintar sepertinya dengan senng hati, asalkan Baran bisa mempertahankan nilainya agar tetap stabil pada beberapa mata pelajaran unggulan, maka ia tetap aman untuk tetap bersekolah tanpa harus memikirkan masalah biaya.
Baran merasakan seseorang merangkul bahunya dari belakang, ia menoleh dan mendapati sahabat karibnya Deon sedang menunjukkan deretan gigi putihnya.
"lo sakit? Kok pake masker segala?" Deon bertanya masih dengan cengiran di wajah imutnya.
"Cuma flu biasa"
"apa gue bilang..pasti ayah lo telat jemput dan lo keujanan kan?"
Baran menggaruk tengkuknya sesaat "hehe..iaa" balasnya.
Deon menggelengkan kepalanya sambil berdecak "gapercayaan sih lo sama deon tamvan ini" kata Deon.
Keduanya tertawa di sepanjang sisa perjalanan menuju tempat berjejernya loker milik tiap murid SMP Pelita Harapan. Setelahnya, mereka membuka loker masing-masing dan mengambil buku yang dibuthkan untuk pelajaran hari ini.
"seleksi hari ini jadi Al?" tanya Deon dengan tangan yang kembali merangkul pundak sobatnya.
"hmm..jadi kayanya"
Mereka berjalan beriringan menuju kelas yang sama, ya mereka berteman baik sejak berada di kelas yang sama karena merasakan adanya kecocokan diantara keduanya. Deon juga bukan merupakan putra dari keluarga kaya raya, ia berasal dari keluarga sederhana tidak jauh seperti keluarga Baran. Jika Baran masuk melalui beasiswa prestasi akademik, Deon masuk melalui jalur beasiswa olahraga. Deon merupakan atlet renang berbakat sejak Sekolah Dasar, ia mulai belajar berenang sejak usia 5 tahun dan terlihat bakatnya di usia 6 tahun.
"good luck!" ucapnya lagi-lagi dengan cengiran lucunya.
"yooo...uhuk uhuk" Baran terlalu bersemangat sampai batuknya terdengar cukup keras.
"hahahaha..." Devon tertawa dengan sebelah tangannya yang digunakan untuk menepuk-nepuk pelan tengkuk sobatnya.
"uhuk...yeeh makah uhuk..ngetawain..uhuk..dasar temen gak berperasaan..uhuk" kesalnya diantara batuk yang masih mengganggu.
Deon menghentikan tawanya dan mulai menatap sahabatnya khawatir karena batuknya tidak mereda, ia menjangkau tas Baran dan mengeluarkan tumbler berisi air mineral dari dalamnya.
"minum dulu nih..aduh sori, gue kira lo Cuma keselek hehe" sesalnya.
Baran menerima tumblernya dengan senang hati dan mulai meneguk isinya perlahan, ia menghela nafas
"hh..thanks dev"
"beneran sakit nih mas bro?"
Sebelah tangan Baran bergerak memukul pelan belakang kepala Deon "emang siapa yang bilang boongan!"
.
.
.
TBC
.
Aku lagi coba hal baru, hehehe... mohon maaf kalo masih banyak kekurangan.
(mulmed: Deon Najandra Putra)
YOU ARE READING
Aldebaran [HIATUS]
Teen Fictionkebahagiaan bukan berasal dari apa yang kita miliki, namun berasal dari apa yang kita rasakan.