3

352 21 2
                                    

Sebelumnya mohon maaf untuk kesalahan dari penulisan kata dan kesalahan-kesalahan lainnya.

let's start it!

Oryza Sativa

Hari yang menyebalkan bagi remaja putri berwajah innocent yang sedang membaca buku biologi seorang diri di perpustakaan sekolahnya. Seharusnya sekarang ia sedang duduk manis di dalam kelas mendengarkan penjelasan Pak Mukhtar sambil mencatat hal-hal penting diatas bukunya. salahkan SUV  milik ibunya yang tiba-tiba mogok di tengah perjalanan menuju sekolahnya sehingga ia terlambat hampir setengah jam. Dan berakhir dengan tidak diperbolehhkan mengikuti satu sesi pembelajaran di dalam kelas, ia diminta untuk belajar mandiri di perpustakaan, disertai oleh pengawasan guru piket tentunya. Dengan kurikulum modern yang diterapkan sekolahnya, sudah tidak ada lagi hukuman fisik seperti cubitan atau pukulan yang dilakukan para guru terhadap muridnya yang melanggar. Yang ada sekarang ini hanyalah hukuman dengan tujuan edukasi.

 Yang ada sekarang ini hanyalah hukuman dengan tujuan edukasi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


 (sumber: google)

Remaja dengan wajah innocent itu biasa dipanggil Ory, ya..nama panjangnya merupakan nama ilmiah dari padi yaitu Oryza sativa. Kedua orangtuanya berharap dengan nama itu putrinya bisa hidup seperti padi, semakin menunduk saat semakin berisi. Begitulah sikap manusia semestinya, apalah yang bisa manusia sombongkan dari hidup pemberian Tuhan yang selama ini mereka jalani. Keberhasilan semata-mata berasal dari Tuhan yang maha baik. Pada hakikatnya manusia tidak memiliki apapun jika bukan tuhan yang menghendakinya, tentu saja dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia seperti usaha dan kesabaran.

Suasana perpustakaan begitu sepi, tentu saja. Murid lain sedang melakukan sesi pembelajaran di kelasnya masing-masing. Sedangkan ia sendiri harus belajar di ruangan membosankan ini diiringi dengan deru mesin pendingin ruangan yang berbunyi halus.

"Ory..kamu jadi ikut seleksi OSN hari ini?" suara berat pak Didi, guru piket yang mengawasi Ory menginterupsi.

Beliau berjalan mendekati Ory yang masih berkutat dengan buku di hadapan wajahnya yang terlihat bosan.

Ory menoleh pada sang guru "jadi pak, seleksinya setelah sesi pembelajaran ketiga kan?"

Pak Didi, guru piket itu mengangguk membenarkan pertanyaan muridnya.

"kamu sudah belajar kan?"

"udah pak..saya belajar dari satu minggu yang lalu" sombongnya dengan mengacungkan jari jempolnya.

Sang guru tersenyum menanggapi perkataan Ory dan ikut mengacungkan jari jempolnya.

"bagus! Bapak suka kamu yang bersemangat seperti ini!"

Ory tersenyum senang mendengar pujian yang dilontarkan pak Didi "makasih pak! Doain yaa.." pintanya kemudian.

"siap!"

.

.

Setelah berakhirnya sesi pembelajaran ketiga, Baran membereskan alat tulis yang masih berserakan di atas mejanya dan berjalan menuju ruangan yang telah ditentukan untuk mengikuti seleksi OSN yang bertujuan  menentukan siswa yang akan mengikuti OSN tingkat kota setelah mengalahkan perwakilan dari sekolah-sekolah lain tentunya.

.

.

.

Baran seringkali mengikuti olimpiade khususnya dalam bidang matematika, ia merupakan anak cerdas yang menjadi kebanggan sekolahnya. Tidak sedikit piala yang ia peroleh dari kompetisi-kompetisi yang ia ikuti. Baran akhirnya lolos seleksi hingga OSN tingkat provinsi, sayangnya ia tidak mencapai tingkat Nasional, bukan karena ia tidak lolos sat mengikuti tes, lebih tepatnya ia melewatkan seleksinya. Saat itu ia terlalu kelelahan karena memforsir tubuhnya sampai ia tumbang dan dirawat di rumah sakit selama satu minggu. Tentu saja ia sangat kecewa, ia menangis seharian saat terbangun di kamar serba putih itu.

Beberapa jam sebelumnya, ia ditemukan tidak sadarkan diri di atas meja belajar di dalam kamarnya oleh sang ayah. Sang ayah yang panik segera menggendong tubuh kurus putranya yang mengeluarkan hawa panas saat ada di dalam dekapannya, nafas putranya itu bahkan terdengar begitu berat dan menyakitkan. Tanpa berpikir lebih lama lagi sang ayah melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh ke rumah sakit terdekat, untung saja jalanan cukup spi mengingat waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam.

Sang ayah bertanya mengapa putranya itu begitu menginginkan mendali OSN. Dengan lirih Baran beralasan bahwa ia ingin mendapatkan hadiah tabungan bagi juara OSN, ia ingin memiliki tabungan pendidikannya sendiri agar tidak membuat ayahnya kesulitan untuk menyekolahkannya kelak. Baran khawatir jika ia tidak selalu bisa mangandalkan beasiswa yang disediakan sekolah, karena sewaktu-waktu sekolahnya itu bisa saja mencabut seluruh beasiswanya untuk diberikan kepada siswa lain yang lebih pantas mendapatkannya. Sang ayah menangis di hadapan putra semata wayangnya, tersentuh dengan ketegaran hati putranya.

Mulai saat itu Haikal, sang ayah bertekad untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk putranya bagaimanapun caranya, agar putranya itu tidak perlu lagi khawatir soal biaya pendidikannya, biaya hidupnya, serta biaya-biaya laninnya. Ia akan berusaha dengan segenap kekuatan dalam dirinya, dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk berhasil.

.

.

.

TBC

.

Aku lagi coba hal baru, hehehe... mohon maaf kalo masih banyak kekurangan.

(mulmed: Oryza Sativa)

Aldebaran [HIATUS]Where stories live. Discover now