TUJUH

14.7K 638 11
                                    

AKU kembali menjalin hubungan dengan Mas Imam. Aku tidak bisa menahan diriku melihat kegigihan kakak iparku memintaku kembali padanya. Aku memang mencintainya, sejujurnya sangat mencintainya. Mas Imam adalah pria yang mampu membuatku merasa amat berharga. Bersamanya aku merasa aman dan nyaman.

Setiap pagi, Mas Imam membangunkanku dengan sebuah kecupan. Tentu saja dilakukan ketika istrinya mandi atau sedang di dapur. Kemudian kami bergegas untuk siap-siap dan berkumpul di meja makan untuk sarapan. Seperti pagi ini.

Di meja makan hanya ada aku, Mas Imam, dan Mbak Andini. Nicky sedang ikut study tour ke luar kota sejak kemarin.

"Karena Nicky nggak ada, gimana kalau kamu bareng Mas aja?" tawar Mas Imam.

Aku bersorak gembira. Tentu saja dalam hati. Kupasang wajah datar seakan tak peduli lalu kujawab, "Kalau Mas nggak keberatan." Aku kembali mengunyah nasi gorengku.

Mas Imam mengangguk.

"Hari ini aku pulang agak malem ya Mas, ada rapat dosen. Buat makan malemnya udah aku siapin di kulkas, biar Andika aja yang panasin," tutur Mbak Andini.

Aku dan Mas Imam saling bertatapan dan melempar sedikit senyuman.

Kami bertiga lantas berangkat ke tujuan masing-masing. Aku menumpang mobil Mas Imam yang pagi ini ia khusus mengantar ke tempat kerjaku.

"Sayang, nanti siang makan bareng yuk?" ajak Mas Imam.

"Memang Mas nggak sibuk?"

"Hmmm... nggak terlalu."

"Mau makan apa?"

"Makan kamuuu..."

"Iihh...Mas garing deh."

"Tapi cinta kaan?"

"Cuiihh..." aku mencubitnya. Kami berdua tertawa.

Pagi ini adalah pagi paling bahagia dalam hidupku. Pergi kerja bersama orang tersayang, bisa tertawa, bercanda, memulai hari dengan riang gembira.

"Mas, kalau aku cewek, Mas mau nikahin aku nggak?" tanyaku iseng.

Mas Imam menoleh lalu menggeleng.

Aku mengernyit. "Kenapa? Mas nggak mau aku jadi istri Mas?"

"Justru kalau kamu cewek, Mas nggak bakal pacaran sama kamu. Mas kan emang sukanya sama cowok."

"Terus Mas mau nikahin aku?"

Mas Imam mengangguk mantap. "Mudah-mudahan satu saat nanti, Mas bisa berlutut di depan kamu, ngelamar kamu jadi istri Mas."

Aku sangat bahagia mendengarnya. Kupeluk lengan kiri kekasihku dan kusandarkan kepalaku. Seandainya hal itu terjadi, aku akan menjadi laki-laki paling bahagia di dunia ini.

*

Malam menjelang, hanya aku dan Mas Imam yang berada di rumah. Aku menghangatkan makan malam yang disiapkan Mbak Andini. Kunikmati berdua dengan Mas Imam. Malam ini pria itu sepenuhnya jadi milikku.

Selesai makan, kami berdua langsung masuk ke kamarku. Hasrat yang selama ini tertahan, meluap-luap di sekujur tubuh kami. Tanpa menunggu, Mas Imam langsung melumat bibirku dan melepas bajuku. Akupun melepas bajunya dengan tergesa. Dengan bibir yang masih saling menempel, aku meraba tubuh kekar kekasihku. Aku menyukai kotak-kotak maskulin di perutnya.

Mas Imam mendorongku ke atas kasur. Ia mulai mencium leherku, menjilat-jilat putingku, dan meraba seluruh tubuhku dengan tangannya yang kekar.

"Mas...ah...Mas..." aku meracau, merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Mas Imam membuka celanaku hingga aku telanjang bulat. Ia memain-mainkan kontolku, membuatku menggelinjang.

Aku tak mau diam saja, kubuka celana Mas Imam dalam sekali tarikan. Kontolnya yang tegang membuatku tak tahan. Aku meraihnya dan memijatnya. Mas Imam mendesah. Aku menggeser posisi, mendekati selangkangan Mas Imam dan langsung melahap kontolnya.

"Enak sayang, enak, terusin sayang...enak..."

Kulumat kontolnya. Rasanya nikmat. Ukurannya memang tak sebesar punya Nicky tapi rasanya begitu pas di mulutku. Aku semakin rakus menikmati batang suamiku, ups... calon suamiku. Pokoknya dia milikku malam ini.

Mas Imam menyuruhku tengkurap. Ia membenamkan wajahnya di belahan pantatku lantas menjilatinya.

"Pantat kamu enak banget sayang, seksi!"

"Auww... Maas!"

Mas Imam menjilat-jilat pantatku dan menekan lidahnya di lubangku membuatku melayang-layang.

Kemudian Mas Imam menusukkan penisnya yang berlumur ludah. Aku meringis, menahan napas. Setelah semua batangnya masuk, Mas Imam diam sebentar lalu mulai menggenjot perlahan. Rasanya luar biasa.

"Kamu hebat Mas!"

Semakin lama entotan Mas Imam semakin cepat. Tubuhku beruncang-guncang mengikuti irama genjotannya. Pria perkasa itu berada di atasku. Dia adalah milikku.

"Mas...ayo Mas, ewek istrimu ini Mas, enak Mas..."

"Hmmpph...hmpphhh..."

Mas Imam melingkarkan tangannya di dadaku dan memelintir putingku. Aku dibawanya ke surga kenikmatan.

"Sayang...sayang... ahhh..."

Mas Imam menindih tubuhku. Aku bisa merasakan tubuhnya basah karena keringat.

"Sayang, Mas mau... keluar..."

"Keluarin di dalam Mas, hamilin aku Mas...."

"Sayang...ah...aaaaahhhh...."

Mas Imam menyemburkan benih-benih kejantanannya di pantatku. Sensasi hangat menggelenyar di dalamnya.

"I love you sayang."

"I love you Mas."

Kami kembali berciuman. Ciuman intim yang penuh gairah.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka.

"Papa? Om? Kalian... "

Aku tersentak. Langsung melepas bibir Mas Imam.

"NICKY?!"

***BERSAMBUNG***

My Cute NephewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang