DELAPAN

12.9K 608 23
                                    

SUDAH tiga hari, Nicky tak mau berbicara denganku. Aku benar-benar merasa berdosa padanya. Aku ingin minta maaf tapi dia selalu menghindar. Malam hari, ia mengunci kamarnya dan tak membuka pintu ketika kuketuk.

Mas Imam memintaku untuk tetap tenang. Selama Nicky tak menceritakan apapun pada mamanya, berarti semuanya masih aman. Tapi tetap saja aku merasa tak nyaman dengan sikap Nicky. Dia yang biasanya ceria, banyak cerita, kini lebih banyak diam dan cemberut.

Di hari kelima, ketika kesibukanku di kantor tak terlalu padat, aku nekat pergi ke sekolah Nicky tepat pada saat jam pelajaran usai. Aku menunggu di luar gerbang. Nicky datang sepuluh menit kemudian. Ia terlihat kaget ketika melihatku. Nicky hendak menghindar namun segera kucegah.

"Om antar pulang ya, kita bicara!" kataku. Nicky membuang muka. "Om minta maaf Nick, Om yang salah, beri Om kesempatan untuk menjelaskan!" aku tak menyadari suaraku yang keras mengundang perhatian beberapa siswa yang lewat. Nicky tampak tidak nyaman, ia terpaksa ikut denganku.

Sepanjang perjalanan Nicky terdiam. Ia memalingkan mukanya ke sebelah kiri, memandang jauh keluar jendela. Kata-kataku tak diindahkan, ia tak memedulikanku. Kuputuskan untuk diam.

Kuparkirkan mobilku di sebuah kedai es krim. Tempatnya tak terlalu ramai, aku mengajak Nicky duduk di meja paling ujung. Kupesan es krim vanila dan blueberry untuk keponakanku itu.

"Nick..." panggilku.

Nicky melengos.

"Nicky, dengerin Om dulu," pintaku. "Om benar-benar minta maaf, Nick. Om yang salah..."

Nicky menatapku tajam. "Om udah boongin Nicky," sergahnya. "Om selingkuh sama papa, Om tega!"

Tampak api kemarahan menyala-nyala di mata bening keponakanku itu. Untuk sesaat aku seperti tak mengenalnya.

"Om..." tenggorokanku tercekat. Sulit bagiku untuk mengucapkannya, tapi harus kulakukan. "Om cinta sama papamu Nick. Seharusnya Om tidak melakukannya karena akan melukai kamu dan mamamu."

Api kemarahan semakin membara di mata Nicky.

"Hukum Om, Nick. Pukul Om, tendang, cambuk, atau apalah asal jangan diam seperti ini. Om sakit melihat kamu terus menghindari Om."

Pelayan datang, menghidangkan es krim pesananku di meja.

Nicky kembali membuang muka.

Untuk sesaat kami berdua terdiam.

"Nicky cuma nggak paham Om," cetusnya. "Bagaimana bisa Om mengkhianati kakak Om sendiri. Dan Papa, Nicky sama sekali nggak nyangka, lelaki segagah papa ternyata seorang gay dan dia berpacaran dengan adik iparnya sendiri." Nicky mengembuskan napas. "Nicky juga merasa dikhianati. Nicky pikir Om cuma sayang sama Nicky, tapi ternyata malah pacaran sama Papa."

"Om tetap sayang sama kamu, Nick."

"Sebagai keponakan?" tatapnya kecewa.

Aku mengerutkan kening.

"Nicky sayang sama Om. Nicky pengen Om jadi pacar Nicky."

Aku terhenyak.

"Maksud kamu?"

"Nicky suka sama Om Dika. Nicky pengen pacaran sama Om. Sebagai pasangan, bukan sebagai om dan keponakan."

Kutatap kedua mata keponakanku yang berkilat-kilat. Aku sama sekali tak menyangka.

"Tapi itu nggak mungkin, Nick."

"Nggak mungkin gimana? Om pacaran sama papa itu juga mungkin!"

Aku menelan ludah. Kehabisan kata-kata.

Nicky mencondongkan tubuhnya mendekati meja. "Gini aja deh. Nicky punya tawaran buat Om," cetusnya. "Om harus mau jadi pacar Nicky kalau nggak Nicky bilang sama mama kalau Om pacaran sama papa."

"Nicky!"

"Ya atau nggak?" ucapnya tegas.

Aku menggigit bibir. Tak menyangka keponakanku punya pemikiran seperti itu. Apa ia tak tahu bahwa sebuah hubungan itu harus melibatkan perasaan? Jujur saja rasa sayangku pada Nicky hanya sebatas paman pada keponakan.

Tapi...

Akhirnya aku mengangguk.

Nicky tersenyum. "Jadi sekarang Om pacarnya Nicky?"

Aku kembali mengangguk. Hanya agar dia tak memberitahu mamanya.

Nicky tersenyum lebar. "Baiklah. Mulai sekarang Nicky akan menutup mulut tentang hubungan Om sama papa, tapi Om juga harus merahasiakan hubungan kita dari papa."

Jadi ceritanya aku selingkuh dari kakakku dan berpacaran dengan suaminya. Sekarang aku berselingkuh dari kakak iparku dan berpacaran dengan anaknya.

Baiklah!

Aku tersenyum. Kuanggap ini hanyalah bagian dari kelabilan seorang remaja. "Oke, sekarang Nicky ganteng pacarnya Om Dika jangan marah lagi ya, itu es krimnya dimakan, nanti keburu mencair."

"Nicky pengen disuapin Om sayang," ujarnya manja. Wajahnya tampak menggemaskan. Aku mencubit hidung bangirnya lalu mulai menyuapinya es krim.

***

Hubunganku dengan Nicky tak kuceritakan pada Mas Imam, tentu saja. Aku hanya mengatakan berhasil membujuknya dan Nicky sudah tak marah lagi.

Berhari-hari aku dilanda kebingungan dengan kerumitan situasi yang kualami. Di rumah ini aku adalah adik Mbak Andini, adik iparnya Mas Imam, dan Omnya Nicky, dan sekarang aku adalah pacarnya Mas Imam dan anaknya, sekaligus pelakor bagi Mbak Andini.

Di luar rumah, aku kerap berkencan dengan Mas Imam bahkan kadang bermalam di hotel untuk memuaskan hasrat kami. Di rumah, aku sering menghabiskan waktu bersama Nicky di kamarnya, bukan lagi sebagai Om dan keponakan tapi sebagai pasangan kekasih.

Siang itu, aku dan Mas Imam janjian makan bersama di restoran jepang favorit kami. Mas Imam datang menjemputku ke kantor. Kami pergi ke restoran yang letaknya tak jauh dari kantorku karena aku tak bisa berlama-lama.

Mas Imam tampak tak seperti biasanya. Ia terlihat bingung dan gugup.

"Mas baik-baik aja kan?" tanyaku setelah kami duduk di meja dan pelayan pergi untuk membawakan pesanan kami.

Mas Imam meraih tanganku dan menggenggamnya. "Sayang, Mas ingin bilang sesuatu."

Aku menatapnya lekat. Belum pernah kulihat lelakiku seserius ini.

"Apa Mas? Aku jadi takut nih."

Mas Imam membalas tatapanku. Ia mengambil napas dan mengatakan, "Mas mau menceraikan Mbak Andini."

***BERSAMBUNG***

My Cute NephewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang