Daniel terbangun setelah menyadari Nafisah tidak ada di sebelahnya. Butuh beberapa detik Daniel mengumpulkan kesadaran sampai akhirnya ia menuruni tempat tidur.
"Kemana dia?"
Daniel mendengar sesuatu di dapur dan mendapati Nafisah berada disana, duduk di kursi meja makan sambil mengupas mangga. Terlihat sekali kulit mangga itu masih berwana hijau pucat. Daniel mengerutkan dahinya. Sementara jam di dinding dapur tersebut menunjukkan pukul 01.00 pagi.
"Aku mencarimu. Ternyata disini dan memakan mangga yang masih muda."
Nafisah terlihat tidak perduli. Masih marah dengan kenyataan tadi siang. Tanpa menghiraukan Daniel ia memotong mangga berukuran kecil itu dan tak lupa mencucinya di westafel.
"Kamu lapar?" tanya Daniel lagi, berinisiatif mengajak Nafisah berbicara duluan. Nafisah tetap diam, kembali membawa potongan mangga yang sudah di cuci bersih dan di tiriskan ke atas meja makan. Nafisah memakannya dengan reaksi wajah yang mengernyit karena rasanya yang kelewat asam. Akhirnya Daniel tidak tahan terus di abaikan.
"Nafisah.."
"Tidak lihat aku sedang makan?"
"Aku tahu, tapi-"
"Aku sedang tidak ingin di ganggu apalagi aku sibuk berkencan dengan mangga ini."
"Apa kamu bilang?" Daniel skeptis, merasa tidak terima. Jangan bilang dirinya sekarang cemburu dengan mangga. Konyol sekali. Maka ia pun juga terlihat tidak perduli walaupun sebenarnya berbohong.
"Ada yang lebih manis disini kenapa harus memilih yang masam?"
"Tidak masalah. Sekalipun masam, aku tetap menyukainya. Manis saja tidak akan menjamin seseorang bisa menyukainya atau tidak."
"Dan kamu tidak suka yang manis ini?"
"Bahkan aku muak dengan rasa manis itu. Seandainya aku bisa menghindarinya-" Tanpa di duga Daniel meraih tangannya yang sejak tadi sibuk menyuapkan sepotong mangga ke mulutnya.
Nafisah melotot tajam, hendak protes. Tapi Daniel tak perduli selain mengambil potongan mangga di tangannya lalu kembali menaruhnya ke dalam mangkuk.
"Itu manggaku, kenapa kamu menghalangi aku makan?" Nafisah langsung bersedekap, membuang pandangannya ke samping. Daniel langsung berdiri dan menariknya masuk ke dalam kamar.
"Daniel!"
Nafisah protes, apalagi setelah melihat pria itu mengunci pintunya. Secara tidak langsung mengingatkannya pada masalalu, ketika ia dan Daniel berada di kamar rumah Sofia. Sejak saat itu, semuanya berubah. Termasuk situasi sekarang.
Tidak sedikitpun Daniel merasa geram. Ia tidak akan pernah bisa marah dengan Nafisah. Sekalipun ntah apa yang terjadi, mood istrinya itu yang kadang-kadang kacau, Daniel akan mengerti, bahkan tidak akan marah apalagi sampai bosan dengannya.
"Apa kesalahanku sehingga dalam beberapa jam ini kamu mendiamkanku?"
"Tidak ada." ketus Nafisah dingin. Masih tak berani menatap wajah Daniel. Apalagi saat ini tanpa di minta Daniel malah menarik pinggulnya pelan. Dengan rasa percaya diri Daniel meletakkan kedua tangan Nafisah di lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Nafisah
RomanceSetelah di khianati dalam ikatan pernikahan, Nafisah tidak akan pernah lagi percaya yang namanya cinta. Jangankan hal itu, memulai suatu hubungn yang baru saja Nafisah tidak akan sudi melakukannya pada pria manapun karena trauma yang ia alami. Tak...