"Ini sama persis seperti yang aku temukan di bawah meja ketika kita ke kafe. Beberapa jam sebelum aku ke Italia." Daniel memperhatikan dengan seksama alat peretas suara yang ia pegang.
"Maksudmu, waktu kita bersama Tasya sebelum kamu menjemput Nafisah ke rumah sakit juga?"
Daniel mengangguk. "Dimana kamu menemukan ini?"
"Di pot mini yang ada di meja riasku."
"Sedikit banyaknya kita ketahuan." Daniel menatap Sofia dengan serius. "Bahkan aku curiga dengan Tasya. Kau yakin kalau dia memang tulus membantumu atau karena hal lain?"
Sofia terdiam. Menatap Daniel dalam hitungan menit. Ia sendiri sejak awal merasa ragu tapi di satu sisi ia juga membutuhkan pertolongan dan penyembuhannya melalui bantuan Tasya.
"Siapa yang pernah memasuki kamarmu selain aku?"
"Hanya Tasya."
"Farras?"
"Tidak mungkin." Sofia memutuskan pandangannya kepada Daniel, mengigit ujung kukunya sembari berjalan mondar mandir. "Selama ini Tasya yang keluar masuk kamarku. Kau tahu kan kalau saat itu aku belum bisa berjalan dengan normal?"
"Aku juga menemukan benda ini di bawah meja kafe ketika kita bersama Tasya, Ciara. Aku yakin Tasya dan Farras pasti terhubung. Jangan mudah percaya dengan kebaikan orang lain."
"Bagaimana denganmu? Kau yakin Nafisah terlihat baik? Justru keadaan kita semakin kacau semenjak kau dekat dengan Nafisah. Masih ingat dulunya? Setelah 5 tahun kita di negara ini tidak ada satupun orang yang mencurigakan apalagi waktu 5 tahun itu tidak sebentar. Tapi begitu kau mendekati Nafisah.."
Sofia tidak melanjutkan lagi pembicaraannya. Percuma. Daniel pasti tidak akan percaya. Apalagi pria itu sudah mencintai wanita itu. Ucapannya sekarang mungkin terdengar seperti tidak penting buatnya.
Daniel sendiri sadar, tak hanya Marcello. Bahkan teman kecilnya ini juga meragukan Nafisah. Ada apa dengan orang-orang ini? Memangnya salah kalau seandainya Nafisah tahu semua ini? Seandainya suatu saat tahu pun, ia yakin Nafisah tidak akan membeberkan semuanya.
Justru Nafisah akan terus bersamanya di saat kesulitan itu datang. Daniel yakin itu. Ia bisa merasakan sedikit banyaknya Nafisah mulai ada hati padanya walaupun persentase nya masih kecil.
"Kau sudah tahu kalau dirimu melakukan tindakan pembunuhan ini karena saat itu kau terancam. Pria itu hendak memperkosamu. Bahkan pria itu juga di suruh sama anak angkat orang tuamu. Setelah kau mengetahuinya, apa yang ingin kau lakukan sekarang? Kalau kau ingin kembali ke negaramu aku bisa mengurusnya."
Ntah kenapa kedua mata Sofia memanas. Ia ingin sekali menangis. Terlalu lelah dengan semua situasi. Ternyata sejauh apapun dia bersembunyi, kenyataannya adalah ia tetap seorang penjahat yang kabur. Di incar mata-mata, lari dari masalah. Lari dari hukum.
"Aku akan memikirkannya. Kau tidak perlu membantuku lagi, Adelard. Kau juga penjahat kan? Apa bedanya? Kita sama-sama sudah melawan hukum dan cepat atau lambat, bom waktu itu akan meledak. Saat itu terjadi, percayalah, aku tetap tidak akan melupakanmu sejauh apapun kita terpisah dan menjalani takdir ini."
"Ciara.." Sesak, Daniel sesak. Ia ingin memberi ketenangan pada gadis kecil ini. Gadis keras kepala yang suka membantahnya dan memukulnya sejak dulu. Tapi karena batasan yang ia punya, maka tidak ada cara lain selain diam menatap sedih Ciara kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahram Untuk Nafisah
RomanceSetelah di khianati dalam ikatan pernikahan, Nafisah tidak akan pernah lagi percaya yang namanya cinta. Jangankan hal itu, memulai suatu hubungn yang baru saja Nafisah tidak akan sudi melakukannya pada pria manapun karena trauma yang ia alami. Tak...