i c h i

100 10 13
                                    


Ramainya keadaan tempat tersebut tidak bisa di hindari. Puluhan orang berbondong-bondong untuk memasuki sebuah kendaraan beroda delapan yang siap mengantarkan mereka kesana kemari. Lalu menduduki kursi sesuai tiket yang mereka beli.

Hari sudah memasuki tengah hari, dimana panasnya matahari sedang terik-teriknya. Namun berbanding terbalik dengan keadaan diluar, suasana di dalam bus itu malah terasa amat dingin. Tentu saja berkat pendingin ruangan yang menyala tepat diatas kepala.

Akhirnya Hitomi bisa duduk di kursinya dan bernapas dengan lega. Setelah menunggu sekitar dua jam sambil di temani hawa panas, bus yang ditunggu-tunggu pun datang. Walau dirinya tidak bisa duduk bersebelahan dengan sang kakak—Kak Miru, setidaknya dia bersyukur masih kebagian(?) tempat di detik-detik terakhir.

Tapi sepertinya kebahagiaan itu hanya terjadi sementara. Pemuda di sebelah Hitomi ini berisik sekali. Entah saat dia bermain game, melihat video idol, dan sekarang dia mencoba untuk mengeluarkan kalimat-kalimat gombal yang menurut Hitomi sangatlah aneh. Padahal Hitomi sama sekali tidak menanggapi.

"Dek dek, sebentar lagi kan tujuh belasan. Kamu mau ngak satu tujuan sama saya?" ujar pemuda itu. Hitomi yang mendengarnya hanya memutar mata malas sambil berharap semoga dia cepat sampai. Padahal bus baru saja berangkat sepuluh menit yang lalu dan untuk sampai tempat tujuan memerlukan waktu sekitar dua jam.

Sepertinya Miru menyadari jika sang adik merasa tidak nyaman dengan orang di sebelanya. Tanpa pikir panjang dia hampiri kursi Hitomi, "Dek kamu pindah ke tempat kakak aja gih."

Mendengar suruhan dari sang kakak, tentu saja Hitomi merasa senang. Setelah mengangguk bahagia, langsung saja dia berdiri dan berjalan kearah belakang, ke salah satu kursi kosong yang tadi sempat di tempati sang kakak.

Disana Hitomi bisa duduk dengan tenang. Tak ada lagi suara berisik yang akan mengganggunya. Terlebih sepertinya teman sebangkunya kali ini pendiam. Pokoknya sekarang Hitomi merasa amat bahagia, setidaknya sampai perjalanan berakhir.

Iya, semoga.

___

Tapi nyatanya ketenangan yang baru berjalan selama lima menit itu harus berakhir karena adanya tukang jualan menawarkan dagangan. Mungkin akan lebih baik jika menawarkannya dengan baik-baik, tapi ini malah dengan suara yang kelewat berisik.

Dia mau nawarin apa maksa suruh beli sih, gerutu Hitomi dalam hati.

"Ayo-ayo cangcimen-cangcimen, kacang kuaci permennya. Dek mau kuaci ga? Enak loh murah lagi," ujar sang pedagang sambil menunjukkan tumpukan dagangannya. Padahal, Hitomi sudah memasang wajah tidak peduli agar sang pedangan tidak menghampirinya. Apa wajahnya kurang cuek ya?

"Dianya gamau beli pak, maaf ya." Yang ini sudah pasti bukan berasal dari mulut Hitomi. Namun dari seseorang yang ada di sebelahnya. Hitomi sampai kaget dan menolehkan kepala kearahnya.

Eh ternyata dia bisa bersuara juga.

Tak lama sang pedagang pun melangkah pergi. Hitomi bisa bernapas lega, dan sepertinya dia harus berterima kasih. "Eh makasih ya pak,"

"Panggil aja saya Jaehwan, jangan panggil pak saya ga setua itu, panggil kak aja bair akrab," jawab pemuda bernama Jaehwan itu sambil mengukir senyuman.

"Eh iya pa—kak. Hehe,"

"Sekolah dimana dek? Kayaknya kamu udah tingkat akhir," tanya Kak Jaehwan. Merasa tak enak hati jika tidak jawab, Hitomi pun merespon sebisanya dengan rasa canggung.

"Sekolah di SMA 48 Jakarta kak, hehe iya."

"Wah sekolah favorit kan itu? Saya dulu pengen masuk situ tapi gaboleh."

Setelah itu hening. Lagipula Hitomi bingung harus menjawab apa.

Merasa atmosfer sekitar semakin canggung, Jaehwan kembali membuka suara. "Kira-kira disana ada lowongan ga? Siapa tahu kekurangan guru gitu,"

"Hmm... kurang tahu deh, saya ga terlalu merhatiin hehe."

"Oh, kalau kekurangan guru bilang-bilang aja ke saya ya, siapa tahu saya bisa daftar. Biar nanti saya bisa ketemu kamu terus,"

Hitomi hanya menanggapi dengan senyum canggung yang di paksakan. Lagipula, kenapa hari ini Hitomi harus terus menerus bertemu makhluk gombal sih. Huh, setidaknya dia harus bertahan sampai sembilan puluh menit ke depan.

___

Kejadian itu sudah berlalu sejak seminggu yang lalu. Waktu liburan pun juga telah usai. Jadi mau tak mau, Hitomi harus kembali pergi ke sekolah. Tapi berhubung ini hari pertama masuk setelah libur, jadi belum ada guru yang masuk memberi materi.

Daripada merasa bosan di kelas. Hitomi menerima ajakan Miu untuk pergi ke kantin. Menyantap makanan ringan di kala rasa bosan melanda mungkin lebih baik.

Tapi saat sedang asyik-asyik mengunyah makanan renyah rasa jagung bakar, temannya datang menghampiri Hitomi dengan begitu hebohnya. Dia bilang dirinya mendapat sebuah surat. Daripada merasa penasaran, dia buka surat itu dan ternyata isinya berupa sajak yang lebih seperti gombalan menurutnya.

Di bagian bawahnya ada sebuah inisial, tapi Hitomi tidak ingat itu inisial milik siapa.

Jadi, sekarang Hitomi harus merasa senang atau merasa takut?

___

Bersambung

Mereka lucu ih :"""

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka lucu ih :"""

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 25, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

evidently | Jaehwan HitomiWhere stories live. Discover now