DUA PULUH TIGA

3K 521 20
                                    

Gue memang sudah putus sama Adel, tapi Adel tetep mau kalau gue ajak ketemu. Dan... dia tetep perhatian sama gue. Ngingetin minum obat, semangatin gue buat makan meski setelahnya gue jadi muntah-muntah lagi, dan dia masih sering bawain gue makanan kalo pulang kerja.

Ini sih yang lebih sakit. Dia ada buat gue, tapi kita sudah bukan lagi siapa-siapa.

"Bukannya hari ini kamu ada janjian sama Ima?" Tanya gue ketika Adel mampir ke rumah.

"Iya, tapi tadi di kantor aku makan bakmie, keingetan kamu, jadi aku order satu buat dibungkus, buat kamu." Katanya sambil mengeluarkan bakmi yang ia hangatkan di microwave itu.

"Makasih yaa."

"Dimakan gih, kalo kamu abis makan baru aku berangkat."

"Kamu gak makan?" Tanya gue.

"Tadi udah makan, lagian nanti ketemu Ima pasti makan kok." Ia menyorongkan mangkuk bakmi, mengambil sendok dan sumpit lalu diberikan ke gue.

Gue yang sudah duduk di meja dapur hanya bisa diam, sedikit tersenyum kepada bakmie yang disiapkan Adel ini.

"Kenapa kamu masih baik sih Del?" Tanya gue.

"Gak tau Chan," jawabnya sambil tersenyum.

Gosh, bisa gak sih gue minya Adel balik? Tapi, gue juga gak tega biarin dia menyia-nyiakan waktunya. Sudah cukup 4 tahun ke belakang.

"Dimakan ayok!"

Gue mengangguk, menyuap bakmi yang masih hangat ini. Menikmati setiap kunyahan sementara Adel di depan gue sedang menuangkan segelas air putih dan juga segelas susu.

"Obat kamu ditaro di mana?" Tanyanya.

"Oh iya, di tas kerja. Udah gak usah, nanti aku ambil sendiri."

"Sekalian aja."

Adel berbalik, menuju kamar tidur gue dan tak berapa lama ia kembali dengan obat-obatan gue, juga sebuah map yang gue gak tau apaan.

"Obatnya ada di meja, ini apa? Kamu kok gak bilang?" Tanyanya sambil duduk di seberang gue.

"Hah? Apaan?" Gue menghentikan makan, memerhatikan map yang dia pegang. Itu bukan map deng, itu amplop.

"Formulir beasiswa, kamu mau ke Sidney?"

Gue menelan ludah, Mas Tara ngasih gue amplop itu minggu lalu, belum gue buka sama sekali karena belum yakin. Buat apa ke Australia tanpa Adel?

"Engga, aku gak kemana-mana."

"Tapi ini ada di kamar kamu, berarti kamu ada niatan mau pergi dong?"

"Baca formulirnya aja belum, Del." Jelas gue.

"Kenapa gak bilang?"

Ya buat apa bilang kalau saat rencana itu tercetus Adel malah mutusin gue?

"Jawab lah, Chandra!" Serunya ketika gue tidak bersuara.

"Aku nanya-nanya seputar S2 ke temen, eh ditawarin ke Aussie. Di kasih formulirnya, udah gitu aja."

Adel menatap gue, ia sedikit tersenyum kemudian mengelus tangan gue.

"Kita sebenernya gimana sih, Chandra?"

"Aku sayang sama kamu Del, kamu tahu itu."

"Terus kita nih bakal gimana?"

"Aku tahu kamu sekarang deket sama Krisna, temennya Kak Alvian. Kamu perhatian sama aku karena kamu gak enak. Aku tahu Del, tahu banget.

"Aku bilang ke kamu kalau hubungan kita gak punya masa depan. Kamu bilang kalau kita ini jalan buntu, dan Krisna, dia pasti bisa ngasih masa depan buat kamu. Gak kaya aku."

SETARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang