Setelah libur selama kurang lebih satu bulan dengan segala kejadian yang tidak mengenakkan, besok aku akan memulai hidup diasrama, meninggalkan putih biruku dengan sejuta kenangan yang akan ku simpan rapat dengan baik. Seminggu sebelum masuk sekolah, bayangkan. Ah, rasanya hidupku tak lagi bergairah. Hari ini hari terakhirku di rumah. Asrama ? Ahh.. Rasanya aku sangat malas untuk melakukan apapun, bergerak saja sudah berat rasanya. Aku hanya ingin tidur, main gadget ataupun sekedar duduk bersantai di sini. Aku masih ingin menghabiskan waktu luangku di sini, di rumah ini. Bukan di tempat yang tidak ku harapkan itu. Aku tidak mau mempersiapkan dan menyusun barangku ke koper, malas. Aku hanya ingin asyik memainkan gadgedku.
" Russel, cepat nak. Masukkan semua bajumu ke koper. Jangan sampai ada yang ketinggalan", teriak mama dari ruang tamu.
"Hmmm... ya ma", jawabku malas.
"Russelllllllllllll....", teriak mama kembali.
Aku hanya diam dan asyik dengan gadget di tanganku. Hingga beberapa kali mama meneriakkan dan menyuruhku menyusun barang-barangku ke koper. Aku geram, kesal, dan telingaku hampir pecah karna suara mama. Karna emosi, ku lemparkan gadget di tanganku ke lantai hingga pecah. Mama kaget dan berlari ke arahku sambil marah-marah. Aku pun makin kesal hingga membuatku menangis.
"Ma, sejak awal Russel udah bilang kalo Russel nggak mau ma! Tolonglah.. "
Mama menggeleng kecewa dan meninggalkan ku dalam posisiku yang masih menangis. Dengan berat hati, ku masukkan barang-barangku ke dalam koper.
Tidak terasa, satu malam berlalu begitu cepat. Hari ini mama dan papa menghantarkanku ke asrama. Setelah semuanya siap, kamipun berangkat dan adikku yang paling kecil tinggal di rumah. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, membayangkan betapa ngerinya hidup di asrama. Senioritas ? Ahh ..
Setelah kira-kira 13 jam perjalanan, kami pun sampai. Ku pandang pelan-pelan semua sisi luar dari asrama ini. Satu kata, "mistis". Sebelumnya, papa dan mama menasehatiku, hingga akhirnya menitipkanku kepada pembina asrama.
"Selamat belajar ya sayang, jaga diri baik-baik. Mama sama papa pergi dulu", kata mereka sambil mencium keningku.
Aku menangis dan menatap mereka begitu dalam.
"Ma, Pa.. Russel minta maaf. Russel salah. Titip salam buat adik, Tony".
Mereka tersenyum dan mengangguk. Pamit pulang kepada pembinaku. Mobil melaju begitu cepat, meninggalkanku disini terpaku diam dalam ketakutan mendalam. Tak ku lihat lagi bayangan bahkan setitikpun dari mobil orangtua ku. Akupun masuk dengan perasaan yang campur aduk .
Tidak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Satu tahun bukanlah waktu yang singkat, semua ku jalani begitu berat di sini. Hampir setiap hari papa pun mama datang bergantian hingga membuat pembina ku geram. Mereka terlalu takut dan khawatir, ya mungkin karna aku terlalu lemah dan juga karna putri mereka satu-satunya.
Setiap kali datang, papa selalu duduk di kursi panjang yang berada di taman bunga di depan asrama dan menunggu ku pulang dari sekolah. Aku begitu bahagia setiap kali melihat papa, memeluknya begitu erat dan mencium pipinya. Papa sering membawakan ku mie goreng dan memasakkan makanan-makanan lain yang ku sukai.
Aku sering mengadu dan menceritakan apapun yang sedang ku alami sepanjang di asrama ataupun sekolah. Aku selalu menangis dan merengek bak anak SD yang mengadu karna di kerjai teman-temannya. Papa pun selalu berusaha menguatkanku dan membuatku tersenyum serta bersemangat kembali. Bahkan ke sekolahpun papa datang untuk memastikan kabarku, rindu papa sering beralasan demikian. Pernah hingga papa meneteskan air mata karna mengatakannya, lalu memeluk ku begitu erat dengan penuh kasih sayang. Walau banyak teman sekolahku melihatnya, aku tidak perduli, intinya aku rindu.
Aku begitu menyayangi papa. Kau tau ? Papa adalah cinta pertamaku, seorang pria pertama yang yang ku temui di bumi. Ya, pria pertama yang mencintai ku dengan tulus. Dan takkan ada orang yang bisa menggantikan papa dalam hati, ingatan serta doa-doaku.
Setiap hari aku menangis dan selalu meminta pindah. Kurang lebih selama satu tahun papa dan mama bolak-balik untuk memenuhi keinginanku yang sulit di iyakan oleh pembinaku. Aku perempuan yang lemah, penakut dan memiliki daya juang yang minim. Mereka selalu mengiyakan apapun yang ku minta, hingga untuk berdiripun rasanya begitu sulit.
Sekarang, masuk tahun kedua, tidak terasa. Itu artinya aku sudah naik setingkat yaitu kelas 2 SMA. Setelah istirahat begitu lama dari aktivitas belajar yang begitu membuatku penat, kini aku harus kembali ke aktivitas itu. Huhhh... semangat Russel!
Hari ini, tepat jam 2 siang papa mengantarkanku kembali ke asrama dengan barang-barangku yang begitu banyak. Kali ini mama tidak ikut, sibuk katanya.
Aku begitu bersemangat, ditambah senyum papa yang membuat hatiku begitu damai. Sesampainya di asrama, kunpandangi wajah papa yang sepertinya sudah sangat lelah.
"Pa.. Russel sayang papa. Jangan pernah tinggalin Russel ya pa ?"
"Papa juga. Tenang.. Papa akan selalu hadir buat Russel", kata papa tersenyum tulus.
"Nah.. udah sampai. Baik-baik ya sayang, jaga kesehatan dan jangan lupa berdoa. Ingat, bersyukur..", lanjut papa.
"Siap bos", kataku dengan lantang seakan hendak menghormat bendera dalam upacara penaikan bendera hari senin. Lalu ku peluk ayah begitu erat.
"Aku akan rindu", lanjutku sambil masuk berjalan ke dalam asrama. Ku lirik kebelakang, papa sudah masuk kedalam mobil dan membunyikan klakson. Aku tersenyum. Tak kurasa, airmataku pun jatuh kembali. Ah.. kembali ke aktivitas dan tempat menyebalkan ini.
Sebelumnya, sewaktu masih duduk di bangku kelas 1 SMA aku memiliki empat orang sahabat bernama Cristine, Elantry, Jhosh dan Ferel. Kami duduk berdekatan dalam satu barisan, kecuali El yang berbeda barisan dengan kami berempat. Aku bahagia berada di kelas itu, karna mereka. Disini, aku hanya cocok dan terbuka pada mereka.
Terlebih Josh, pria yang sangat baik dan yang sudah ku anggap sebagai sahabat terbaikku. Dia selalu berusaha menguatkanku, membuatku nyaman dan bertahan di tempat yang ku anggap bak neraka ini. Bahkan hampir setiap hari dia memberi kabar tentangku ke mama. Banyak hal yang sudah dilakukannya untukku, mulai dari mencatatkan catatanku yang ketinggalan karna ngantuk. Maklumlah, anak asrama banyak jadwal, jadi ngantuk di sekolah.
Akupun pernah sangat stress karna LKS PKNku yang hilang entah kemana. Aku bingung, hanya bisa terdiam lalu termenung.
"Hei... Russel! Ada apa, kok kayak merenung gitu? Ada masalah ya.. Coba cerita sama Jhosh, mana tau bisa bantu",katanya sambil tersenyum.
"Eh, Jhosh. Buat kaget aja. Ini, aku lagi bingung. LKS PKNku ilang Jhosh. Kayaknya dia lagi ngambek tuh, jadi lari deh.. soalnya aku gak nyentuh sama sekali", kataku sambil merengek dengan suara sedikit meledek dan menggoyang-goyangkan tubuhnya. Membuatnya tertawa lalu memukul kepalaku dan memasang muka kesal.
"Iya deh, aku serius. Gimana nih Jhosh ? LKS ku kan ilang, sementara aku lagi gak ada uang. Huhh.. Maklumlah Jhosh, anak asrama, semua serba minim dan terbatas. Apalah daya yang punya uang cepek dengan kebutuhan satu gudang", kataku sambil kembali merenung lesu.
Dia diam, lalu menarikku, membawaku ntah kemana. Aku pasrah, hanya mengikut.
"Eh, perpus Jhosh? Gila, sejak kapan jadi suka baca?", kataku heran.
"Ayo, ikut aja dulu. Gak akan bawa ke jurang kok, palingan ke got", candanya.
"Ih, jijik banget. Ke got ngajak-ngajak. Pergi gih sana, buat orang kesal aja", jawabku kesal
" Iya deh, iya. Ayo Tuan putri.. ikut saya", katanya meledek.
Dengan muka kesal, ku ikuti dia masuk ke perpustakaan. Kami berjalan masuk ke pintu.. tok.. tok... tok...
"Permisi pak"
"Eh.. Jhosh, Russel. Silahkan masuk nak", izinnya.
Kamipun masuk dan duduk di kursi tepat di hadapan pak Haris, penjaga perpustakaan.
"Pak, ada LKS PKN nggak ?"
"Oh, seingat bapak masih ada. Bukunya hilang ya?", tanya pak Haris sedikit tersenyum.
"Iya nih pak, saya teledor, pelupa lagi, lupa letak dimana", katanya dengan nada mengejek dan melirik ke arahku.
Sontak aku langsung menyenggolnya kesal, dia hanya tertawa kecil dan mengacak rambutku.
"Nah..", kata pak Haris
" Berapa ini pak?"
" Rp. 74.000,- nak"
"Oh, ini pak. Kami permisi ya pak", kataku seraya pamit.
Kami pun keluar dan berjalan kembali menuju kelas.
"Nah, untukmu", katanya tersenyum dan menyodorkan LKS yang baru di belinya.
"Eh, untukku?", tanyaku sambil menunjuk wajahku dengan telunjuk jari kananku.
"Nggak, buat setan. Ya iyalah buat kamu, masa buat pak Haris", katanya ngeyel.
"Bisa nggak sih, sekali aja ngomongnya serius dikit? Buat anak orang kesal aja", kataku jengkel.
"Yaudah.. Ini, ambil aja. Aku ikhlas. Aku kan udah janji bakal jadi sahabat terbaikmu, yang selalu ada buatmu", jelasnya.
"Hmm.. makasih ya Jhosh. Nanti Russel bayar", kataku tersenyum sambil menerimanya.
Dia hanya menggeleng kepala dan tersenyum. Dia begitu baik, terkadang itu yang membuatku sedikit jengkel. Pernah saat teman seasramaku membuli serta berusaha menjatuhkanku, dan saat itu aku sangat takut. Dia membelaku mati-matian, tak perduli dengan masalah apa yang akan di terimanya setelahnya.
Kurasa dia terlalu gila. Bahkan saat sedang free lespun dia duduk di kursi paling belakang dan berteriak mempersembahkan sebuat lagu tentang cinta yang sedang tenar di masa itu untukku. Hingga semua kacau riuh menyorakiku. Aku malu, pipiku merah padam dan menunduk.
Dan ketika valentine day pun, dia memberiku sebuah cokelat batangan saat aku hendak duduk dan meletakkan tas. Aku kaget, tersenyum, lalu menerimanya dengan baik. Dia juga menitipkan satu untuk kakak angkatku, kak Sabeth di asrama.
Setelah sekian lama baru aku tau dan sadar, ternyata dia mengagumiku dan mengharapkanku lebih dari seorang sahabat.
Jujur saja, aku tidak menyukainya. Aku hanya ingin menjadi sahabat baginya. Tidak lebih dan tidak kurang. Aku sangat tidak suka saat cinta bercampur dalam persahabatan, karna aku tak mau menghancurkannya. Walaupun sebenarnya aku menyukai salah seorang dari ketiga sahabat priaku, yaitu El. Aku begitu mengaguminya. Sayangnya, aku hanya bisa diam, menyimpan perasaan ini dalam-dalam hingga tak seorangpun yang tau, termasuk dia. Aku tak ingin perasaan ini menumbuhkan kecanggungan dan kehancuran diantara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Go On
Teen Fiction"I'm in love with you, even I have given all my heart to you. But time doesn't give me permission to always be with you." Aku mencintaimu, sangat. Aku ingin kamu menggenggam erat tanganku, tersenyum dan menguatkanku, meyakinkanku bahwa dunia tak leb...