Kakakku, Pria Hebat

31 4 2
                                    

     Senin, 27 agustus, tepat hari ini papa akan dikebumikan setelah kakak tertuaku datang. Aku begitu hancur, duniaku seakan gelap tiada warna. Aku kecewa kepada Tuhan, untuk setiap luka serta duka yang ku alami kini. Hal yang paling menyakitkan dan membuatku hampir gila ketika peti papa harus di tutup untuk selamanya. Aku teriak, ku tarik tangan orang-orang yang menutup peti papa. Kak Randy menarikku, memelukku begitu erat dan mencium kepalaku sambil menangis. Aku menggeliat-geliat melawan, aku tak rela ini.
    "Russel, tenang dek. Kakak tau ini sakit. Tapi, apa Russel gak sadar ? Semua ini lebih menyakitkan untuk mama. Seharusnya, Russel yang buat mama kuat. Bukan jadi gini."
    Aku tak perduli dengan apapun, aku tak mampu lagi mengontrol emosiku. Semua campur aduk, hingga otak serta hatiku tak lagi sejalan. Kini aku tak lagi berdaya, semua telah hancur, hancur tanpa sisa. Ku lepas tangan kak Randy dan berlari mengejar mereka yang hendak mengebumikan papa. Kak Randy pun turut mengejarku. Sesampainya disana, kulihat peti papa diturunkan perlahan ke dalam tanah, aku menangis histeris hingga menggeliat-geliat di tanah. Semua ini terlalu menyakitkan, aku sangat lemas dan tanpa ku sadari tubuhku jatuh perlahan ke tanah.
    Aku masih bisa melihat sedikit meski tidak terlalu jelas, orang-orang kacau riuh dan masih bisa kurasakan saat seseorang menangis dan mengangkat tubuhku. Hingga akhirnya semua membisu dan gelap.
    Serasa tidur 1 abad, tubuhkupun sulit kugerakkan. Aku sangat lemas, semua badanku terasa sakit. Ku lihat sesosok pria di sampingku, sepertinya tengah menunggu sesuatu. Ku coba memperjelas penglihatanku, Kak Randy ternyata. Kak Randy tersenyum dan mengelus rambutku.
    "Akhirnya bangun juga ya", katanya lembut.
    "Kenapa?", tanyaku bingung.
    "Kenapa? Kenapa gimana nih maksudnya?"
    "Russel dimana ini kak, badan Russel sakit semua"
    "Russel ada di kamar, seharian kakak nungguin Russel disini. Akhirnya bangun juga. Gimana? Udah enakan belum? Kita semua kita semua khawatir, takut Russel kenapa-napa"
    Aku terdiam, ku coba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya. Aku menangis dan kembali menggeliat, kak Randy memelukku menyuruhku untuk tenang. Aku menangis memukul-mukul punggung kak Randy. Rambutku ku jambak dan dindingpun kupukul, aku tak peduli apa yang akan terjadi setelah aku melakukan ini. Aku tak peduli sesakit apa yang akan ku rasakan, yang aku ingin saat ini hanya papa.
    "Russel, denger kakak. Kamu jangan gini ! Kamu pikir yang berduka cuma kamu doang ? Kakak juga, mama, Tony, kita sama-sama di tinggalkan disini, kita juga sama-sama anak papa, dek. Jangan siksa dirimu, papa gak akan tenang disana kalau kamu gini terus. Kamu mau Roh papa terus berkeliaran di dunia dan sulit menuju TuhanNya? Kamu mau Russel ! Bukan gini caranya, kamu udah SMA Russel, bukan anak SD lagi. Kalau kamu sayang papa doakan papa, belajar keras dan buat papa bangga. Biar semua yang udah papa buat sama  kamu selama ini gak sia-sia ", kata kak Randy marah.
    " Iya kak, Russel tau itu. Russel mau nanya, apa semua orang sama ? Apa setiap orang memiliki hati dan ketegaran yang sama? Nggak kan kak ? Aku gak sama kayak kakak, aku gak sama kayak mama, dan aku gak sama kayak Tony. Aku bukan wanita yang kuat kak, aku terlalu lemah untuk semua ini. Aku gak minta kakak untuk nemenin aku disini, nggak ! Jadi gak usah ganggu Russel, keluar ! Atau Russel lompat dari jendela ini ! Keluar !", teriakku kembali membentak kak Randy
    Kak Randy hanya terdiam dan menunduk. Sepertinya kak Randy mulai mengerti dengan apa yang aku rasakan, dan menggenggam tanganku.
    "Dek, maafin kakak. Kakak cuma gak mau Russel gini terus. Kakak sayang sama Russel, sayang banget. Kalau Tony, biarlah dia hanya sekedar tau tentang kakak, kalau kakak ini kakak tertuanya. Karna kakak tau, kakak jarang berkomunikasi dengannya, terlebih baru kali ini Tony melihat wajah kakak. Tapi, ingat. Kakak juga sayang sama Tony, tapi kakak lebih sayang sama Russel. Russel tau kenapa? Karna waktu kakak masih SD, papa selalu bilang kalau nanti Randy punya adek cewek itu, harus dikasih nama Russel. Dan jikapun nanti Randy gak punya adek cewek, nama itu harus Randy buat jadi nama putri Randy suatu saat nanti. Bayangin, sebelas tahun sebelum kelahiranmu papa sudah mempersiapkan sebuah nama, papa sudah lama menunggumu, Russel", kata kak Randy sedih
    Aku terdiam mendengar dengan airmataku yang terus mengalir.
    " Dan kakak mau Russel selalu bersyukur untuk apa yang telah Russel terima di hidup Russel. Russel enak, bisa merasakan kasih sayang seorang papa dan mama hingga Russel sebesar ini. Gimana dengan kakak ? Kakak cuma tau mama kakak tanpa pernah mengenalnya. Kakak cuma tau, kalo mama kakak meninggal pas kakak umur 2 tahun. Kakak punya papa, yaitu papa kita. Apa pernah Russel tau, kalau kakak gak pernah merasakan bagaimana memiliki seorang papa dan bagaimana rasanya disayang oleh seorang papa. Kak Randy punya papa, tapi rasanya kakak seakan gak pernah memiliki papa dihidup kak Randy", lanjut kak Randy mulai menangis dan aku hanya terdiam pilu mendengarnya.
    "Sejak kecil, kakak diterlantarkan dek. Bahkan dengan usia kakak yang terbilang masih anak-anak, kakak harus bekerja untuk mengangkat barang di toko orang demi untuk melanjutkan sekolah kakak. Sementara papa kakak orang berada, namun ntah dimana dia dan tanggungjawabnya sebagai seorang papa. Mama gak pernah cerita ya ? Kalau kakak pernah ngasih baju ke Russel waktu Russel umur 5 tahun ? Itu kakak beli dengan hasil kerja keras kakak sendiri, gaji pertama kakak di toko itu. Memang sedikit, namun kakak selalu ingin menjadi yang terbaik buat Russel. Saat tau kelahiranmupun, kakak adalah orang yang terbahagia. Dan begitulah yang kakak rasakan Russel. Kakak sering dipindah tangankan ke beberapa keluarga, bahkan pernah kakak tinggal bersama keluarga islam dan mengikuti mereka selama 2 tahun, hingga pada akhirnya tante mengambil kakak dari tangan mereka. Tante merawat kakak hingga dewasa, dan memberi kakak modal sebesar 100 juta. Kakak mencoba menjalankan usaha nata de coco, namun salah seorang karyawan kakak berkhianat dan kakak bangkrut. Selama 9 tahun kakak terombang-ambing. Keluar masuk Jakarta, dan tak satupun pekerjaan kakak yang tetap. Kakak gak pernah dendam dengan papa, karna mau bagaimanapun papa itu tetap orangtua kakak. Dan akhirnya kakak memilih pulang pas liburan natal 2 tahun lalu, masih ingat kan ?
    Aku mengangguk tersenyum.
     " Kakak pulang untuk meminta restu orangtua, supaya kakak dapat kerjaan yang menetap dan juga jodoh. Apalagi usia kakak saat itu sudah menginjakkan 28 tahun. Russel liat kan, kakak gak pernah nyaman dirumah? Kakak selalu keluar mencari kesibukan sendiri, masih susah dekat sama papa. Walaupun memang papa sering nelpon kakak, dan kakak menerima dengan baik. Dan ternyata setelah pulang ke rumah itu, akhirnya kakak dapat kerjaan bagus dan menetap. Ekspedisi Batu Bara, hebat kan ? Bayangkan kakak cuma tamatan SMP, tapi harus menjadi atasan orang-orang yang sudah sarjana. Susah memang, tapi kakak bersyukur untuk itu. Tuhan begitu baik berpihak pada kakak, Dia tidak membiarkan kakak terlantar terlalu lama. Wanita yang melahirkanmu adalah wanita yang sangat baik, seorang wanita lembut nan polos, dan begitu penyayang. Tak pernah terbersit sedikitpun di pikiranku untuk memanggilnya ibu tiri, bahkan aku selalu menganggap bahwa aku terlahir dari perutnya. Dia wanita yang begitu tulus, dan memang sudah ditakdirkan sebagai pendamping hingga habis usia papa. Kakakpun begitu mencintainya layaknya ibu terbaik di hidup kakak, yang sudah menjadi penyemangat dalam susah dan duka kakak. Dan Russel tau ? Sebenarnya papa meminta kakak menikah sebulan lalu, katanya papa mau punya cucu. Sebenarnya kakak pun sangat terpukul karna kepergian papa, karna papa gak sempat lihat kakak menikah. Dan intinya kakak mau Russel selalu bersyukur untuk hidup, jaga mama baik-baik", tutup kak Randy.
     Aku menangis memeluk kak Randy, tak ku sangka sungguh beban berat yang di alami kak Randy dalam hidupnya. Dia tak pernah mengeluh bahkan putus asa sekalipun. Dia pria yang tangguh, dan aku bangga dengannya. Dan diapun begitu menyayangiku. Dia berjanji akan menjadi pengganti papa untukku dan Tony, adikku. Aku tersenyum menatapnya pria hebat, benakku.

I Will Go OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang