Semua Terasa Salah

35 4 1
                                    

    Seminggu sudah berlalu setelah kepergian papa, semua serasa hampa. Awalnya, rumah ini begitu ramai oleh kerabat-kerabat dekat kami yang berdatangan saat kepergian papa. Namun sekarang semua kembali hening dan sepi, ditambah hari ini kak Randy akan kembali ke Palembang tempatnya bekerja. Ah, aku sangat kecewa. Kenapa hidup ini begitu menyakitkan, apakah hati selalu pantas untuk dipatahkan ? Sebelum pulang ke Palembang, kak Randy mengajak aku dan Tony untuk ziarah terlebih dahulu ku makam papa. Sebenarnya aku masih sangat lemas dan lesu, bagai tak memiliki gairah hidup. Dengan lambat aku mengikuti mereka dari belakang.
    Kak Randy diam sejenak di gerbang makam dan memandang ke arah makam papa, menarik nafas panjang hingga akhirnya masuk kedalam bersama kami.
    " Pa, gak terasa udah satu minggu papa ninggalin kami. Memang pa, hidupku begitu menyakitkan tanpa hadirmu di sisiku selama ini. Berjalan sendiri, berjuang, hingga sukses tanpa semangat dan kasih sayangmu. Aku tak pernah menyesalinya pa, aku malah berterimakasih, karna semua ini mengajarkanku menjadi pria yang kuat dalam menjalani hidup. Aku tak pernah putus asa, aku selalu berjuang dan berusaha, yakin bahwa aku bisa. Aku tau pa, mungkin semua ini karna masa lalu yang kelam, yang pernah papa alami. Aku janji pa, tidak akan membiarkan adek-adekku merasakan hal yang sama sepertiku. Hidup tanpa orangtua itu menyakitkan pa, maka Randy akan hadur sebagai papa untuk mereka. Aku pergi dulu ya pa, melanjutkan semua pekerjaanku, doakan aku selalu. Dan semoga papa selalu tenang disisiNya", kata kak Randy dengan airmatanya yang perlahan jatuh.
    Aku ikut menangis mendengarnya, Tony hanya terdiam bingung memandang, maklum masih kecil belum mengerti tentang hidup dan ditinggalkan. Kemudian kami cuci muka dan kembali kerumah. Sebelum berangkat, kak Tony mengajak aku dan Tony untuk bicara. Aku duduk disebelah kiri dan Tony di kanan.
    "Tony, kamu jangan bandal, udah gak ada papa lagi. Kasihan tuh mama, tinggal sendiri ngurus kita. Jaga mama ya Tony, jangan main dulu. Kan, tinggal kamu yang dirumah, kak Russel juga bakal balik ke sekolahnya. Nanti kalau ada yang butuh, hubungi kakak ya, sebisa kakak pasti kakak bantu", kata kak Randy tegas.
    "Russel, kakak tau Russel orangnya lemah. Tapi, kakak mau kalo Russel itu jadi wanita yang tangguh, perjalanan Russel masih panjang. Kakak akan selalu ada buat Russel, kakak udah janji gak bakal nikah sampai study kalian berdua selesai. Kakak akan hadir sebagai papa untuk kalian, gak usah segan. Kakak akan selalu ada. Russel lihatkan ? Kakak cuma tamatan SMP tapi bisa kerja sebagus ini ? Maka, nanti Russel harus sampai kuliah, dan dapat kerja yang jauh lebih bagus dari kakak. Bahagiain mama, dan buat papa bangga ya.. Kakak sayang Russel", kata kak Randy sambil menangis memelukku.
    Dari situ aku sadar, kak Randy begitu menyayangiku, bahkan sejak aku masih sangat kecil. Aku mengantarkan kak Randy ke bandara, kembali terluka. Ya, aku terluka kembali, papa pergi, kak Randypun harus pergi melanjutkan pekerjaannya. Aku menunggu sampai pesawat kak Randy akhirnya berangkat. Sambil menetas air mata aku memandang pesawat. Hati-hati pria hebatku, semoga selamat sampai tujuan. Aku berdoa untuk kelancaran pekerjaanmu, dan semoga secepatnya mendapatkan pendamping hidup yang terbaik, sebaik dirimu, kataku dalam hati. Aku berjalan menuju mobil dan kembali ke rumah.
    Hari-hari yang ku jalani begitu sulit, tanpanya. Kini aku harus kembali, berjuang dan kuat. Perjalananku masih panjang, begitu banyak masalah yang harus segera kupecahkan. Dengan airmata dan luka yang masih begitu berkecamuk, dengan berat hati aku harus melangkahkan kakiku untuk melanjutkan sekolahku yang sempat tertunda selama beberapa saat.
    Kak Rezy mengantarkanku pulang ke asrama, mama tidak ikut. Ku tau mama masih sangat terluka karna kepergian papa. Selama 13 jam perjalanan, mataku tak kunjung menutup. Kupandangi setiap sisi jalan, mencari sudut-sudut kenangan yang pernah kulalui bersama papa. Aku masih sulit menerima kepergiannya, entah lelucon bodoh apa ini ! Papa meninggal? Ah, fiksi bodoh yang pengarangnya tidak jelas.
    Tepat jam 11 pagi, kamipun sampai diasrama. Rasanya hatiku masih sangat berat untuk kembali melangkah. Aku hanya ingin diam, dan tidak berbicara dengan siapapun itu, mogok bicara. Aku langsung naik ke tempat tidur dan memeluk bantal sambil kembali menangis menumpahkan airmataku di atasnya. Sahabatku, Yoseva dan June langsung berlari naik ke atas tempat tidurku dan menangis memelukku.
    "Russel, yang kuat. Jangan nangis terus, papamu sudah bahagia disana. Biarkan beliau tenang", nasehat June sambil mengikat rambutku yang berantakan.
    "Iya Sel, apa yang June bilang benar, jangan jadi gini terus. Nanti kamu sakit Sel. Ingat, perjalananmu masih sangat panjang.. Semangat kawan !", lanjut Yoseva menghapus air mata di pipiku.
    "Kami akan selalu ada di sini, menjadi kekuatan dan penyemangatmu. Jangan takut, kami gak akan pernah ninggalin kamu dalam keadaan apapun. Kami menyayangimu, sahabat", kata Yoseva sambil tersenyum mengangkat kepalaku.
    Ting..... Hpku berbunyi, pertanda ada pesan masuk. Kulihat sejenak, Entry. Ku letakkan hpku di atas bantal dan kembali menangis. Ting... ting... ting... ting... ting... Hingga beberapa kali hpku berbunyi membuatku kesal, menggangguku saja.
    "Siapa, Sel. Coba di balas dulu, manarau penting", kata June.
    Aku menggeleng tidak mau sambil memeluk erat gulingku. Yoseva mengambilkan hpku, dan menyodorkannya ke tanganku.
    "Ayolah..", pintanya
Ku ambil hpku dari tangannya. Ku pandang wajah mereka pertanda aku mau bertanya haruskah? Mereka mengangguk mengiyakan.
El : P
P
P
P
P
P
Russel..
Loh.. kok kayak krik,krik, ya ?
Bales dong, katanya sahabat..
Russel : Iya ?
El : Gimana kabarnya?
Russel : Fine
El : Aduh.... dingin banget sih
kak. Oh ya, Turut berduka
yang sedalam-dalamnya ya.
Maaf telat. Soalnya aku baru
liat kamu online hari ini. Yang
kuat ya..
Russel : Iya, makasih banyak, El.
El : Sama-sama 😄 Gak pindah
sekolah kan, Sel ? Aku akan
selalu nguatin kamu. Maafkan
semua kesalahan aku ya..
Russel : Masih disini. Iya, gak papa.
udah ya, Selamat Siang.
    Aku menghela nafas panjang, mematikan hpku dan memberikannya kepada pembinaku, kemudian aku kembali berbaring.
    "Kalo ingat dulu, rindu juga ya sama papamu. Masakin mie goreng, bawa kita jalan-jalan, buat lelucon, ah.. pokoknya banyaklah", kaya Yoseva.
    Mendengarnya, aku kembali mengingat semuanya hingga membuatku kembali menangis.
    "Apaan sih, Yos.. Kan, Russel jadi nagis lagi. Gak usah di ingat-ingat deh. Buat orang sedih aja", kata June sambil memukul kepala Yoseva dengan bantal.
   "Aduh, Sel. Maaf.. Aku cuman keingat. Jangan nagis lagi dong, nanti sakit loh.. Udah ya, diam..", kata Yoseva sambil memelukku.
    Selama setengah tahun aku menjalani hidupku dengan penuh duka. Aku terus saja menangis, diam dan lemas. Aku tidak ingin berbicara dengan siapapun. Aku tidak ingin lagi tertawa, sepertinya tertawa itu tidak ada lagi di daftar kehidupanku.
    Semenjak kepergianmu, semua terasa salah. Merasa sepi di keramain, pelajaranku yang hancur dan sulit ku ikuti, menangis setiap saat, tidak pernah merasa lucu oleh lelucon selucu apapun. Kabar yang ku terima dulu bagaikan kabar yang memberhentikan aliran darahku. Jantungku bagai berhenti memompa darah ke seluruh tubuhku. Apakah aku bermimpi ? Aku selalu berkata demikian, kata yang selalu ku tanya pada diriku.
    Papa tau ? Semenjak pergimu, aku bagai mayat hidup yang selalu haus akan hidup. Aku lemas, pucat pasih dan tak lagi memiliki semangat hidup. Setiap saat aku pingsan. Berjalan satu meterpun aku mimisan, lalu pingsan. Saat berdiripun, aku terjatuh lalu mimisan. Bahkan menopang tubuhku untuk tetap tegappun aku tak mampu. Aku sering tidak sekolah, terbaring lemah di atas ranjang asrama. Namun, aku ingin papa lebih tau lagi, saat aku sakit, June selalu merawatku dengan baik, pa. Layaknya mama, menjagaku sepanjang malam, menyelimutiku, memijit badanku yang sakit, membelikan obatku, membuatkan susu dan teh manis untukku. Bahkan dia, orang yang paling takut dan khawatir kalau aku pingsan. Dia sering menangis saat menjagaku, katanya papa baik, itu alasannya selalu menjagaku dengan baik pula.
    Yoseva ? Hem.. dia memang dingin, pa. Namun, dia selalu berusaha membuatku tertawa dan bahagia. Orangnya lucu dan sering berlagak seperti anak kecil. Walau dia tak pernah berhasil membuatku tertawa karna duka yang ku alami lebih dalam. Aku tak ingin memberitahu mama, pa. Karna Russel gak mau buat mama khawatir. Semua yang ku jalani kini serba salah pa, aku bukan putrimu yang seperti dulu, aku terlalu lemah untuk berjalan tanpamu. Aku tak ingin lagi mengenal kata bahagia, hingga pada akhirnya aku mengenalnya, Ray. Semua perlahan membaik.

I Will Go OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang